9/10/2018

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN RETENSIO PLASENTA


BY SITI MUTIAH CC: FOR CREDIT
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
       Kesehatan maternal adalah salah satu aspek dalam kesehatan reproduksi perempuan, yang didalamnya menyangkut mortalitas (angka kematian) dan morbiditas (angka kesakitan) pada wanita hamil dan bersalin, hal ini merupakan masalah besar di negara berkembang seperti Indonesia. Pernyataan tersebut dapat di perkuat oleh hasil survey berikut.Tahun 2002 AKI (Angka Kematian Ibu) 307/100.000, AKB (Angka Kematian Bayi) 35/ 1000.  Tahun 2007 AKI 248/100.000, AKB 26,9
Dari data tersebut menjadikan Indonesia sebagai pemilik data AKI terbesar di ASEAN. Penyebab utama kematian ibu sendiri menurut (WHO) adalah Pendarahan, Retentio Plasenta, Infeksi, pre-eklamsia, dan prolog labour. Faktor tertinggi kematian ibu adalah perdarahan, salah satu penyebab perdarahan adalah terlambatnya plasenta keluar melebihi 30 menit setelah bayi dilahirkan, hal ini biasa disebut dengan Retensio Plasenta.
Perdarahan postpartum dini jarang disebabkan oleh retensi plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas. Inspeksi plasenta setelah pelahiran harus dilakukan secara rutin, apabila ada bagian plasenta yang hilang uterus harus dieksplorasi dan plasenta dikeluarkan.

B.   RUMUSAN MASALAH
1.      Apa Pengertian dari Retensio Plasenta?
2.      Apa Etiologi dari Retensio Plasenta?
3.      Apa Manifestasi klinis dari Retensio Plasenta?
4.      Bagaimana Patifisiologi dari Retensio Plasenta?
5.      Apa Pemeriksaan penunjang dari Retensio Plasenta?
6.      Apa Penatalaksanaan medis dari Retensio Plasenta?
7.      Bagaimana Konsep keperawatan pada Retensio Plasenta?
C.  TUJUAN PENULISAN
1.    Untuk mengetahui pengertian dari Retensio Plasenta.
2.    Untuk mengetahui etiologi dari Retensio Plasenta.
3.    Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Retensio Plasenta.
4.    Untuk mengetahui bagaimana patifisiologi dari Retensio Plasenta.
5.    Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Retensio Plasenta.
6.    Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari Retensio Plasenta.
7.    Untuk mengetahui bagaimana Konsep keperawatan pada Retensio Plasenta.





bab ii
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP  DASAR RETENSIO PLASENTA

a. Pengertian 
             Retensio Plasenta adalah tertahannya plasenta atau belum lahirnya plasenta Hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir.  (Taufan Nugroho, 2011:158).
Retensio Plasenta adalah plasenta lahir terlambat lebih dari 30 menit (Manuaba, 2007)
Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.
Menurut Sarwono Prawirohardjo : Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir.


b.  Etiologi

Penyebab terjadinya Retensio Placenta adalah :
a.       Placenta belum lepas dari dinding uterus
Placenta yang belum lepas dari dinding uterus. Hal ini dapat terjadi karena (a) kontraksii uterus kurang kuat untuk melepaskan placenta, dan (b) placenta yang tumbuh melekat erat lebih dalam. Pada keadaan ini tidak terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. 
b.      Placenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Keadaan ini dapat terjadi karena atonia uteri dan dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim. Hal ini dapat disebabkan karena (a) penanganan kala III yang keliru/salah dan (b) terjadinya kontraksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi placenta (placenta inkaserata).
Menurut Wiknjosastro (2007) sebab retensio plasenta dibagi menjadi 2 golongan ialah sebab fungsional dan sebab patologi anatomik.
1.      Sebab fungsional 
a)      His yang kurang kuat (sebab utama)
b)      Tempat melekatnya yang kurang menguntungkan (contoh : di sudut tuba)
c)      Ukuran plasenta terlalu kecil
d)     Lingkaran kontriksi pada bagian bawah perut 
2.      Sebab patologi anatomik (perlekatan plasenta yang abnormal)
Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a)      Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
b)      Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
c)      Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
d)     Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.

c. Patofisiologi
                      Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat oto miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1.    Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2.    Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3.    Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4.    Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat


d.   Manifestasi klinik
a.    Waktu hamil
1)       Kebanyakan pasien memiliki kehamilan yang normal
2)       Insiden perdarahan antepartum meningkat, tetapi keadaan ini biasanya menyertai plasenta previa
3)       Terjadi persalinan prematur, tetapi kalau hanya ditimbulkan oleh perdarahan
4)       Kadang terjadi ruptur uterib.     
b.     Persalinan kala I dan II
Hampir pada semua kasus proses ini berjalan normal
c.    Persalinan kala III
1)      Retresio plasenta menjadi ciri utama
2)      Perdarahan post partum, jumlahnya perdarahan tergantung pada derajat perlekatan plasenta, seringkali perdarahan ditimbulkan oleh Dokter kebidanan ketika ia mencoba untuk mengeluarkan plasenta secara manual
3)      Komplikasi yang seriun tetapi sering dijumpai yaitu invertio uteri, keadaan ini dapat tejadi spontan, tapi biasanya diakibatkan oleh usaha-usaha untuk mengeluarkan plasenta
4)       Ruptura uteri, biasanya terjadi saat berusaha mengeluarkan plasentA

Gejala
Akreta parsial
Inkarserata
Akreta
Konsistensi uterus
Kenyal
Keras
Cukup
Tinggi fundus
Sepusat
2 jari bawah pusat
Sepusat
Bentuk uterus
Discoid
Agak globuler
Discoid
Perdarahan
Sedang – banyak
Sedang
Sedikit / tidak ada
Tali pusat
Terjulur sebagian
Terjulur
Tidak terjulur
Ostium uteri
Terbuka
Konstriksi
Terbuka
Pelepasan plasenta
Lepas sebagian
Sudah lepas
Melekat seluruhnya
Syok
Sering
Jarang
Jarang sekali, kecuali akibat inversion oleh tarikan kuat pada tali pusat

      e.  Pemeriksaan Penunjang
1.    Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
    1. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

f. Penatalaksanaan

     Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:

1.    Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2.    Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3.    Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4.    Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusatputus.
5.     Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.

6.     Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7.     Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.

B.   Konsep Dasar Keperawatan

  1. Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio placenta adalah sebagai berikut :
a.       Identitas klien
Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat penyakit keluarga, riwayat obstetrik (GPA, riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas), dan pola kegiatan sehari-hari sebagai berikut :
1.    Sirkulasi :
1)    Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkin tidak tejadi sampai kehilangan darah bermakna)
2)    Pelambatan pengisian kapiler
3)    Pucat, kulit dingin/lembab
4)    Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan)
5)    Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
6)    Haemoragi berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah kehilangan darah.
2.      Eliminasi :
  Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina
3.      Nyeri/Ketidaknyamanan :
Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen placenta tertahan) dan nyeri uterus lateral.
4.      Keamanan :
Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi) dengan uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia mayora/labia minora, dari muara vagina ke perineum; robekan luas dari episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam kubah vagina, atau robekan pada serviks.
5.      Seksualitas :
Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol (fragmen placenta yang tertahan)Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel, polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa.
    Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi).
Pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr%).

2. Diagnosa Keperawatan
1.      Kekurangan Volume Cairan
2.      Nyeri akut
3.      Ansietas
4.      Resiko Infeksi



C.    


                                                DAFTAR  PUSTAKA


Doenges, M.E., Marry, F..M  and  Alice, C.G., 2000. Rencana  Asuhan  Keperawatan :  Pedoman  Untuk  Perencanaan  Dan  Pendokumentasian  Perawatan  Pasien. Jakarta, Penerbit  Buku  Kedokteran  EGC.




No comments:

Post a Comment

jangan komen yang aneh-aneh