BY SITI MUTIAH CC:FOR CREDIT
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Vasopresin atau Arginen Vaso
Previn (APV) adalah Anti Diuretik Hormon (ADH) yang bekerja melalui
reseptor-reseptor tubuli distal dari ginjal untuk menghemat air dan
mengonsentrasi urin dengan menambah aliran osmotik dari lumina-lumina ke
intestinum medular yang membuat kontraksi otot polos. Dengan demikian ADH
memelihara konstannya osmolaritas (konsentrasi larutan) dan volume dalam tubuh
( Syaifuddin, 2009).
ADH berfungsi sebagai homeostasis tubuh ketika terjadi dehidrasi, bila
cairan ekstrasel terlalu pekat, maka cairan ditarik dengan proses osmosis
keluar dari sel osmoreseptor sehingga mengurangi ukuran sel dan menimbulkan
sinyal saraf dalam hipotalamus untuk menyekresi ADH. Begitu pula sebaliknya,
bila cairan ekstrasel terlalu encer, air bergerak melalui osmosis dengan arah
berlawanan masuk kedalam sel. Keadaan ini akan menurunkan sinyal saraf untuk
menurunkan sekresi ADH( Syaifuddin, 2009).
Fungsi ADH dalam tubuh berkaitan
erat dengan tingkat hidrasi dalam tubuh, maka jika seseorang mengalami gangguan
pada sekresi vasopresinnya akan menimbulkan dehidrasi pada penderita.
Gangguan sekresi APV diantaranya adalah diabetes insipidus, penyakit ini
berbeda dengan diabetes melitus karna pada penyakit diabetes melitus adalah
sekresi hormon insulin yang mengalami gangguan. Walaupun penyakit ini belum
banyak dikenal oleh masyarakat luas, tetapi penyakit ini dapat timbul akibat
cedera kepala atau infeksi. Makalah ini akan membahas tentang diabetes
insipidus.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian dari Diabetes Insipidus?
2.
Apa Etiologi
dari Diabetes Insipidus?
3.
Apa Manifestasi klinis dari Diabetes Insipidus?
4.
Bagaimana Patifisiologi dari Diabetes Insipidus?
5.
Apa Pemeriksaan penunjang dari Diabetes Insipidus?
6.
Apa Penatalaksanaan medis dari Diabetes Insipidus?
7.
Bagaimana Konsep keperawatan pada Diabetes Insipidus?
C. TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk mengetahui pengertian dari Diabetes Insipidus.
2.
Untuk mengetahui etiologi dari Diabetes Insipidus.
3.
Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Diabetes Insipidus.
4.
Untuk mengetahui bagaimana patifisiologi dari Diabetes Insipidus.
5.
Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Diabetes Insipidus.
6.
Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari Diabetes Insipidus.
7.
Untuk mengetahui bagaimana Konsep keperawatan
pada Diabetes Insipidus.
bab ii
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
KONSEP DASAR DIABETES INSIPIDUS
a. Pengertian
Diabetes
insipidus merupakan gangguan metabolisme air yang disebabkan oleh defisiensi
vasopresin (juga dikenal dengan hormon ADH) yang bersikulasi atau oleh
resistensi ginjal terhadap hormon ini ( William dan Wilkins, 2011).
Diabetes insipidus adalah penyakit yang ditandai
oleh penurunan produksi, sekresi atau fungsi ADH. Istilah diabetes insipidus
berhubungan dengan kualitas dan kuantitas urin (Corwin, Elizabet J, 2009).
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang
ditemukan, penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat
mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan
kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang pernah
ditemui merupakan kasus yang idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai
tingkatan umur dan jenis kelamin. (Khaidir Muhaj, 2009)
Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat
kekurangan hormon antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang
berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang
sangat encer (poliuri). Diabetes insipidus terjadi akibat penurunan
pembentukan hormon antidiuretik (vasopresin), yaitu hormon yang secara
alami mencegah pembentukan air kemih yang terlalu banyak.
Hormon ini unik, karena dibuat di hipotalamus lalu
disimpan dan dilepaskan ke dalam aliran darah oleh hipofisa posterior.
Diabetes insipidus juga bisa terjadi jika kadar hormon antidiuretik normal
tetapi ginjal tidak memberikan respon yang normal terhadap hormon ini (keadaan
ini disebut diabetes insipidus nefrogenik).
b. Etiologi
Menurut William dan Wilkins (2011) etiologi dari
diabetes insipidus sebagai berikut :
1. Fraktur tengkorak atau trauma kepala yang merusak
struktur neurohipofiseal
2. Penyakit granulomatosa
3. Hipofisektomi atau pembedahan saraf lainnya
4. Indiopatik
5. Infeksi atau perdarahan pada otak
6. Lesi neoplastik atau metastatik intrakranial
7.
Lesi vaskular
c.
Patofisiologi
Tanpa kerja vasopresin pada nefron distal ginjal, maka akan terjadi
pengeluaran urin yang sangat encer seperti air dengan berat jenis 1,001 hingga
1,005 dalam jumlah yang sangat besar setiap harinya. Urin tersebut tidak
mengandung zat-zat yang biasanya terkandung didalamnya seperti glukosa dan
albumin. Karena rasa haus yang luar biasa pasien cenderung minum 4 hingga 40
liter perhari dengan gejala khas ingin minum air dingin (Brunner dan Suddart,
2002).
Penyakit ini tidak dapat dikendalikan dengan membatasi asupan cairan,
karena kehilangan urin dalam jumlah besar akan terus-menerus terjadi sekalipun
tidak dilakukan penggantian cairan. Upaya-upaya untuk membatasi asupan cairan
akan membuat pasien tersiksa oleh keinginan minum yang luar biasa disamping
akan menimbulkan hipernatremia dan dehidrasi berat (Brunner dan Suddart, 2002).
d.
Manifestasi klinik Diabetes Insipidus
Menurut William dan Wilkins (2011) etiologi dari
diabetes insipidus sebagai berikut :
1. Poliuria
2. Nokturia
3. Polidipsi
e. Pemeriksaan
Penunjang
Jika kita
mencurigai penyebab poliuria ini adalah Diabetes Insipidus, maka harus
melakukan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis dan untuk membedakan apakah
jenis Diabetes Insipidus yang dialami, karena penatalaksanaan dari dua jenis
diabetes insipidus ini berbeda. Ada beberapa pemeriksaan pada Diabetes
Insipidus, antara lain:
1. Fluid
deprivation menurut martin Goldberg:
Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan kandung
kencingnya kemudian ditimbang berat badannya, diperiksa volum dan jenis atau
osmolalitas urin oertama. Pada saat ini pasien diambil sampel plasma untuk
diukur osmolallitasnya. Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling
sedikit setiap jam. Pasien ditimbang setiap jam bila dieresis lebih dari
300ml/jam atau setiap 3 jam bila dieresis kurang dari 300ml/jam. Setiap sampel
urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam keadaan segar atau kalau hal ini
tidak mungkin dilakukan semua sampel
harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta disipan dalam
lemari es. Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4%
tergantung mana yang terjadi lebih dahulu.
2. Hickey
Hare atau Carter-Robbins test:
Cairan NaCl hipertonis diberikan intravena dan akan menunjukkan bagaimana
respon osmoreseptor dan daya pembuatan ADH. Caranya (williams)
a. Infuse dengan dextrose dan air
sampai terjadi dieresis 5 ml/menit (biasanya 8-10 ml/menit).
b. Infuse diganti dengan NaCl 2,5 % dengan
jumlah 0,25 ml/menit/kgbb. Dipertahankan selama 45 menit.
c. Urin ditampung selama 15 menit.
Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok.
Perhatian : pemeriksaan ini cukup berbahaya.
3. Uji nikotin: Produksi vasopressin oleh sel hipotalamus langsing dirangsang oleh
nikotin.
Obat yang dipakai adalah Nikotin Salisilat secara intravena. Akibat sampingnya adalah mual dan
muntah.
Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok.
Perhatian : pemeriksaan ini cukup berbahaya.
4. Uji Vasopresin: Pemeriksaan ini untuk
membuktikan bahwa ginjal dapat memberikan respons terhadap ADH. Obat yang
dipakai adalah pitresin.
a.
Untuk intravena diberikan pitresin dalam akua 5 ml unit/menit dalam infus
lambat selama 1 jam.
b.
Untuk pemberian intramuscular diberikan vasopressin tanat dalam minyak
Apapun
pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume, berat jenis, atau
konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya, dapat dengan memberikan
vasopresin sintetis, pada Diabetes Insipidus Sentral akan terjadi penurunan
jumlah urin, dan pada Diabetes Insipidus Nefrogenik tidak terjadi apa-apa.
f. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah
1. Untuk menjamin penggantian cairan yang
adekuat
2. Mengganti vasopresin (yang biasanya merupakan
program terapeutik jangka panjang)
3. Untuk meneliti dan mengoreksi kondisi
patologis intrakranial yang mendasari.
Penyebab nefrogenik memerlukan penatalaksanaan yang berbeda
Penggantian dengan vasopresin. Desmopresi
(DDAVP), yaitu suatu preparat sintetik vasopresin yang tidak memiliki efek
vaskuler ADH alami, merupakan preparat yang sangat berguna karena mempunyai
durasi kerja yang lebih lama dan efek samping yang lebih sedikit jika
dibandingkan dengan preparat lain yang pernah digunakan untuk mengobati
penyakit ini. Preparat ini diberikan intranasal dengan menyemprotkan larutan
obat ke dalam hidung melalui pipa plastik fleksibel yang sudah dikalibrasi. Dua
hingga empat kali pemberian perhari telah dapat mengendalikan gejala diabetes
insipidus. Preparat lypressin (Diapid) merupakan preparat yang kerjanya singkat
dan diabsorsi lewat mukosa nasal ke dalam darah ; namun, kerja preparat ini mungkin
terlampau singkat bagi penderita diabetes insi pidus yang berat. Jika kita akan
menggunakan jalur intranasal dalam pemberian suatu obat, observasi kondisi
pasien untuk mengetahui adanya rinofaringitis kronis.
Bentuk terapi yang lain adalah penyuntikan intramuskuler ADH, yaitu
vasopresin tannat dalam minyak yang dilakukan bila pemberian intranasal tidak
dimungkinkan. Preparat suntikan ini diberikan tiap 24-96 jam. Botol obat suntik
harus dihangatkan dahulu atau diguncang dengan kuat sebelum obat disuntikkan.
Penyuntikkan dilakukan pada malam hari agar hasil yang optimal dicapai pada
saat tidur. Kram abdomen merupakan efek samping obat tersebut. Rotasi lokasi
penyuntikkan harus dilakukan untuk menghindari lipodistrofi.
Mempertahankan cairan. Klofibrat, merupakan preparat hipolipidemik, ternyata memiliki efek
antidiuretik pada penderita diabetes insipidus yamg masih sedikit mengalami
vasopresin hipotalamik. Klorpropamin (Diabinese) dan preparat tiazida juga
digunakan untuk penyakit yang ringan karena kedua preparat tersebut menguatkan
kerja vasopresin. Pasien yang menerima klorpropamid harus diingatkan tentang
kemungkinan reaksi hipoglikemik.
Penyebab nefrogenik. Jika diabetes insipidus tersebut disebabkan oleh gangguan ginjal, tetapi
terapi ini tidak akan efektif. Preparat tiazida, penurunan garam yang ringan
dan penyekatan prostaglandin (ibuprefen, indomestasin serta aspirin) digunakan
untuk mengobati bentuk nefrogenik diabetes insipidus.
Pengobatan yang lazim di pakai untuk pasien dengan dibetes insifidus
nefrogenik adalah diet rendah natriun, rendah protein, dan obat diuretik
(thiaside). Diet yang rendah garam dengan obat diuretik diharapkan dapat
menyebabkan sedikit pengurangan volume cairan. Sedikit pengurangan volume
cairan dapat meningkatkan reabsorpsi natrium klorida dan air pada tubula renal
sehingga sedikit air yang diekskresikan. Diuretik dapat meningkatkan
osmolalitas pada ruang intertisialmedular sehingga lebih banyak air yang
diabsorpsi dalam tubulus koligentes. Terapi yang lain untuk menangani diabetes
insipidus nefrogenik adalah pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid.obat ini
mencegah produksi prostagladin oleh ginjal dan bisa menambah kemampauan ginjal
untuk mengonsentrasi urin.
Apabila pasien menunjukan tanda-tanda hipertermia disertai dengan
tanda-tanda gangguan SSP, misalnyanletargi, disorientasi, hiperteri, pasien
dapat di berikan dekstros dalam air atau minum air biasa kaalau ia bisa minum.
Pengganti air yang hilang dilakukan dalam 48 jam dengan hati-hati karena bisa
mengakibatkan edema.
B. Konsep Dasar Keperawatan
A.
Pengkajian
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
·
Tekanan darah
·
Pulse rate
·
Respiratory
rate
·
Suhu
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah ada
riwayattrauma kepala, pembedahan kepala, pemakaian obat phenotoin, lithium
karbamat, infeksi kranial, riwayat keluarga menderita kerusakan tubulus ginjal
atau penyakit yang sama.
d. Pengkajian Pola Gordon
1. persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
·
mengkaji pengetahuan klien mengenai penyakitnya.
·
Kaji upaya klien untuk mengatasi penyakitnya.
2. pola nutrisi metabolic
·
nafsu makan klien menurun.
·
Penurunan berat badan 20% dari berat badan ideal.
3. pola eliminasi
·
kaji frekuensi eliminasi urine klien
·
kaji karakteristik urine klien
·
klien
mengalami poliuria (sering kencing)
·
klien mengeluh sering kencing pada malam hari
(nokturia).
4. pola aktivitas dan latihan
·
kaji rasa nyeri/nafas pendek saat aktivitas/latihan
·
kaji
keterbatasan aktivitas sehari-hari (keluhan lemah, letih sulit bergerak)
·
kaji
penurunan kekuatan otot
5. pola tidur dan istirahat
·
kaji pola tidur klien. Klien dengan diabetes
insipidus mengalami kencing terus menerus saat malam hari sehingga mengganggu
pola tidur/istirahat klien.
6. pola kognitif/perceptual
·
kaji fungsi penglihatan, pendengaran,
penciuman, daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
7. pola persepsi diri/konsep
diri
·
kaji/tanyakan perasaan klien tentang dirinya saat
sedang mengalami sakit.
·
Kaji dampak sakit terhadap klien
·
Kaji keinginan klien untuk berubah (mis : melakukan
diet sehat dan latihan).
8. pola peran/hubungan
·
kaji peengaruh sakit yang diderita klien terhadap
pekerjaannya
·
kaji keefektifan hubungan klien dengan orang
terdekatnya.
9. pola seksualitas/reproduksi
·
kaji dampak sakit terhadap seksualitas.
·
Kaji perubahan perhatian terhadap aktivitas
seksualitas.
10.
pola koping/toleransi stress
·
kaji metode kopping yang digunakan klien untuk
menghidari stress
·
system pendukung dalam mengatasi stress
11. pola nilai/kepercayaan
·
klien tetap melaksanakan keagamaan dengan tetap
sembahyang tiap ada kesempatan.
B.
Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Klien tampak
banyak minum, banyak buang air kecil, kulit kering dan pucat, bayi sering
menangis, tampak kurus karena penurunan berat badan yang cepat, muntah,
kegagalan pertumbuhan, membran mukosa dan kulit kering.
2) Palpasi
Turgor kulit
tidak elastis, membrane mukosa dan kulit kering, takikardia, takipnea.
3) Auskultasi
Tekanan darah turun (hipotensi).
C.
Diagnosa
1.
Ketidakseimbangan volume cairan
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan keluaran cairan aktif haluaran urine
yang berlebihan sekunder akibat diabetes insipidus (ketidakadekuatan hormone
diuretic) ditandai dengan haluaran urin berlebih (4-30 liter/hari), klien
sering berkemih, haus, kulit/membrane mukosa kering, penurunan berat badan.
2.
Gangguan eliminasi urine
berhubungan dengan penurunan permeabilitas tubulus ginjal, ditandai dengan
poliuri dan nokturia.
3.
kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurangnya paparan informasi ditandai dengan pengungkapan masalah.
4.
Gangguan pola tidur berhubungan
dengan sering terbangun akibat poliuri, nokturia, dan polidipsi, ditandai
dengan klien sering terbangun waktu malam akibat ingin berkemih dan ingin
minum.
No comments:
Post a Comment
jangan komen yang aneh-aneh