9/10/2018

LAPISAN MASYARAKAT (STRATIFIKASI SOSIAL)


LAPISAN MASYARAKAT (STRATIFIKASI SOSIAL)

Tugas Kelompok III / IIA
Mata Kuliah Antropologi Kesehatan


Oleh :
TINGKAT III.A

                                  










LAPISAN MASYARAKAT (STRATIFIKASI SOSIAL)

Setiap masyarakat senantiasa  mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal dalam masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan terhadap hal-hal tertentu , akan menempatkan  hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari hal-hal lainnya.
Kalau suatu masyarakat lebih menghargai kekayaan material dari pada kehormatan, maka mereka yang lebih banyak mempunyai kekayaan material akan menempati kedudukan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pihak-pihak lain. Gejala tersebut menimbulkan lapisan masyarakat (stratifikasi sosial), yang merupakan pembedaan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam berbeda-beda secara vertikal.
A.    Pengertian Lapisan Masyarakat (Stratifikasi Sosial)
Stratifikasi sosial (Social Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum” (tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti lapisan. Dalam Sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Beberapa defenisi lapisan masyarakat (Stratifikasi Sosial) menurut para ahli : 
1.      Pitirim A. Sorokin
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki).
2.      Max Weber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise.
3.      Cuber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda.
4.      Drs. Robert. M.Z. Lawang
Sosial Stratification adalah penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese, dan prestise.
Bentuk-bentuk lapisan masyarakat berbeda-beda dan banyak sekali. Lapisan-lapisan tersebut tetap ada sekalipun dalam masyarakat kapitalistis, demokratis, komunistis, dan lain sebagainya. Lapisan masyarakat mula-mula di dasarkan pada perbedaan seks, perbedaan antara pemimpin dengan yang di pimpin, golongan budak dan bukan budak, pembagian kerja, dan bahkan juga suatu perbedaan berdasarkan kekayaan.
Lapisan masyarakat memiliki banyak bentuk-bentuk kongkrit. Akan tetapi, secara prinsipil bentuk-bentuk tersebut dapat di klasifikasikan ke dalam tiga macam kelas yaitu yang ekonomis, politis, dan yang didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat. Umumnya, ketiga bentuk kelompok tadi mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang lainya, di mana terjadi saling mempengaruhi. Misalnya, mereka yang termasuk ke dalam suatu lapisan atas dasar ukuran politis biasanya juga merupakan orang-orang yang menduduki suatu lapisan tertentu atas dasar ekonomis. Dimikian pula mereka yang kaya biasanya menempati jabatan-jabatan yang senantiasa penting. Akan tetapi hal itu tergantung pada sistem nilai yang berlaku serta berkembang dalam masyarakat yang bersangkutan.

B.     Terjadinya Lapisan Masyarakat
Sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu. Akan tetapi, ada pula yang dengan sengaja di susun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian keanggotaan, kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu.
Secara teoritis, semua manusia di anggap sederajat. Akan tetapi, sesuai dengan kenyataan hidup kelompok-kelompok sosial, halnya tidaklah dimikian. Perbedaan atas lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat.
Sistem lapisan masyarakat yang dengan sengaja di susun untuk mengajar suatu tujuan bersama. Hal itu biasanya berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti pemerintah, prusahaan, partai politik, angkatan bersenjata atau perkumpulan, kekuasaan dan wewenang yang merupakan unsur khusus dalam sistem lapisan. Unsur tersebut mempunyai sifat yang lain dari uang, tanah, benda-benda ekonomis, ilmu pengetahuan, atau kehormatan.
Akan tetapi, apabila suatu masyarakat hendak hidup dengan teratur, kekuasaan dan wewenang yang ada harus di bagi dengan teratur pula sehingga jelas bagi setiap orang. Apabila kekuasaan dan wewenang tidak di bagi secara teratur, kemungkinan besar sekali akan terjadi pertentangan-pertentangan yang dapat membahayakan keutuhan masyarakat.

C.    Dasar Lapisan Masyarakat
Di antara lapisan teratas dengan lapisan terendah, terdapat lapisan yang jumlahnya relatif  banyak. Biasanya lapisan teratas tidak hanya memiliki satu macam saja dari apa yang di hargai oleh masyarakat. Akan tetapi, kedudukan yang tinggi itu bersifat komulatif. Artinya mereka yang mempunyai banyak uang akan mudah sekali dalam mendapatkan apa yang mereka inginkan, kekuasaan, dan mungkin juga kehormatan.
Kriteria-kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan adalah:
1.      Ukuran kekayaan
adalah kepemilikan harta benda seseorang dilihat dari jumlah dan materil saja. Biasanya orang yang memiliki harta dalam jumlah yang besar akan menempati posisi teratas dalam penggolongan masyarakat berdasarkan kriteria ini.
2.      Ukuran kekuasaan
adalah kepemilikan kekuatan atau power seseorang dalam mengatur dan menguasai sumber produksi atau pemerintahan. Biasanya ukuran ini dikaitkan dengan kedudukan atau status sosial seseorang dalam bidang politik.
3.      Ukuran kehormatan
dapat diukur dari gelar kebangsawanan atau dapat pula diukur dari sisi kekayaan materil. Orang yang mempunyai gelar kebangsawanan yang menyertai namanya, seperti raden, raden mas, atau raden ajeng akan menduduki strata teratas dalam masyarakat.

4.      Ukuran ilmu  pengetahuan
artinya ukuran kepemilikan seseorang atau penguasaan seseorang dalam hal ilmu pengetahuan. Kriteria ini dapat pula disebut sebagai ukuran kepandaian dalam kualitas. Berdasarkan ukuran ini, orang yang berpendidikan tinggi, misalnya seorang sarjana akan menempati posisi teratas dalam stratifikasi sosial di masyarakat.

D.    Sifat-sifat Stratifikasi Sosial
Dilihat dari sifatnya, kita mengenal dua sistem stratifikasi sosial, yaitu sistem stratifikasi sosial tertutup dan system stratifikasi sosial terbuka.

1.      Stratifikasi Sosial Tertutup (Close Social Stratification)
Sistem stratifikasi sosial tertutup ini membatasi atau tidak memberi kemungkinan seseorang untuk pindah dari suatu lapisan ke lapisan sosial yang lainnya, baik ke atas maupun ke bawah. Dalam sistem ini, satu-satunya jalan untuk masuk menjadi anggota dari suatu strata tertentu dalam masyarakat adalah dengan kriteria kelahiran. Dengan kata lain, anggota kelompok dalam satu strata tidak mudah untuk melakukan mobilitas atau gerak sosial yang bersifat vertikal, baik naik maupun turun. Dalam hal ini anggota kelompok hanya dapat melakukan mobilitas yang bersifat horizontal.
Salah satu contoh sistem stratifikasi sosial tertutup adalah sistem kasta pada masyarakat Bali. Di Bali, seseorang yang sudah menempati kasta tertentu sangat sulit, bahkan tidak bisa pindah ke kasta yang lain. Seorang anggota kasta teratas sangat sulit untuk pindah ke kasta yang ada di bawahnya, kecuali ada pelanggaran berat yang dilakukan oleh anggota tersebut.
Ciri-ciri stratifikasi sosial tertutup adalah :
a.       Membatasi kemungkinan pindahnya seseorang dari lapisan satu ke lapisan yang lain, baik ke atas maupun ke bawah.
b.      Satu-satunya jalan untuk menjadi anggota lapisan ini hanya melalui kelahiran.
c.       Sistem tertutup hanya dijumpai  pada masyarakat yang lapisannya tergantung pada perbedaan-perbedaan sosial, masyarakat feodal, dan masyarakat yang menerapakan sistem kasta.

2.      Stratifikasi Sosial Terbuka (Open Social Stratification)
Sistem stratifikasi sosial terbuka ini memberi kemungkinan kepada seseorang untuk pindah dari lapisan satu ke lapisan yang lainnya, baik ke atas maupun ke bawah sesuai dengan kecakapan, perjuangan, maupun usaha lainnya. Atau bagi mereka yang tidak beruntung akan jatuh dari lapisan atas ke lapisan di bawahnya. Pada sistem ini justru akan memberikan rangsangan yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat, untuk dijadikan landasan pembangunan dari sistem yang tertutup.
Ciri-ciri stratifikasi sosial terbuka
a.       Setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan berusaha dengan keca-kapannya sendiri menuju ke lapisan yang lebih tinggi.
b.      Memberi perangsang yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat untuk dijadikan landasan pembangunan masyarakat dari sistem yang tertutup.
c.       Bagi mereka yang kurang beruntung ada kemungkinan jatuh dari lapisan yang lebih tinggi, ke lapisan yang rendah.

E.     Unsur-unsur Lapisan Masyarakat
Dalam suatu masyarakat, lapisan masyarakat (stratifikasi sosial) terdiri atas dua unsur, yaitu kedudukan (status) dan peranan (role).

1.      Kedudukan (Status)
Status atau kedudukan adalah posisi sosial yang merupakan tempat di mana seseorang menjalankan kewajiban-kewajiban dan berbagai aktivitas lain, yang sekaligus merupakan tempat bagi seseorang untuk menanamkan harapan-harapan. Dengan kata lain status merupakan posisi sosial seseorang dalam suatu hierarki. Ada beberapa kriteria penentuan status seperti dikatakan oleh Talcott Parsons, yang menyebutkan ada lima kriteria yang digunakan untuk menentukan status atau kedudukan seseorang dalam masyarakat, yaitu kelahiran, mutu pribadi, prestasi, pemilikan, dan otoritas.
Sementara itu, Ralph Linton mengatakan bahwa dalam kehidupan masyarakat kita mengenal tiga macam status yaitu ascribed status, achieved status, dan assigned status.
a.      Ascribed Status
Ascribed status merupakan status yang diperoleh seseorang tanpa usaha tertentu. Status sosial ini biasanya diperoleh karena warisan, keturunan, atau kelahiran. Contohnya seorang anak yang lahir dari lingkungan bangsawan, tanpa harus berusaha, dengan sendirinya ia sudah memiliki status sebagai bangsawan.
b.      Achieved Status
Status ini diperoleh karena suatu prestasi tertentu. Atau dengan kata lain status ini diperoleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Status ini tidak diperoleh atas dasar keturunan, akan tetapi tergantung pada kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya seseorang dapat menjadi hakim setelah menyelesaikan kuliah di Fakultas Hukum dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang memerlukan usaha-usaha tertentu.
c.       Assigned Status
Assigned status adalah status yang dimiliki seseorang karena jasa-jasanya terhadap pihak lain. Karena jasanya tersebut, orang diberi status khusus oleh orang atau kelompok tersebut. Misalnya gelar-gelar seperti pahlawan revolusi, peraih kalpataru atau adipura, dan lainnya.
2.      Peranan (Role)
Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan atau status. Dalam kehidupan di masyarakat, peranan diartikan sebagai perilaku yang diharapkan oleh pihak lain dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan status yang dimilikinya. Status dan peranan tidak dapat dipisahkan karena tidak ada peranan tanpa status, dan tidak ada status tanpa peranan.
Interaksi sosial yang ada di dalam masyarakat merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Ada tiga hal yang tercakup dalam peranan, yaitu sebagai berikut :
a.       Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau kedudukan seseorang dalam masyarakat.
b.      Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c.       Peranan merupakan perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Setiap manusia memiliki status atau kedudukan dan peranan sosial tertentu sesuai dengan struktur sosial dan pola-pola pergaulan hidup di masyarakat. Dalam setiap struktur, ia memiliki kedudukan dan menjalankan peranannya sesuai dengan kedudukannya tersebut. Kedudukan dan peranan mencakup tiap-tiap unsur dan struktur sosial.
Jadi, kedudukan menentukan peran, dan peran menentukan perbuatan (perilaku). Dengan kata lain, kedudukan dan peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat, serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Semakin banyak kedudukan dan peranan seseorang, semakin beragam pula interaksinya dengan orang lain.

F.     Bentuk-Bentuk Stratifikasi Sosial (Lapisan Masyarakat)
Dalam masyarakat terdapat berbagai bentuk stratifikasi sosial. Bentuk itu akan dipengaruhi oleh kriteria atau faktor apa yang dijadikan dasar. Berikut ini akan kita pelajari beberapa bentuk stratifikasi sosial menurut beberapa kriteria, yaitu ekonomi, sosial, dan politik.
1.      Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Stratifikasi sosial dalam bidang ekonomi akan membedakan penduduk atau warga masyarakat menurut penguasaan dan pemilikan materi. Dalam hal ini ada golongan orang-orang yang didasarkan pada pemilikan tanah, serta ada yang didasarkan pada kegiatannya di bidang ekonomi dengan menggunakan kecakapan. Dengan kata lain, pendapatan, kekayaan, dan pekerjaan akan membagi anggota masyarakat ke dalam berbagai lapisan atau kelas-kelas sosial dalam masyarakat.
Menurut Max Webber, stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ekonomi membagi masyarakat ke dalam kelas-kelas yang didasarkan pada pemilikan tanah dan benda-benda. Kelas-kelas tersebut adalah kelas atas (upper class), kelas menegah (middle class), dan kelas bawah (lower class). Satu hal yang perlu diingat bahwa stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ekonomi ini bersifat terbuka. Artinya memungkinkan seseorang yang berada pada kelas bawah untuk naik ke kelas atas, dan sebaliknya memungkinkan seseorang yang berada pada kelas atas untuk turun ke kelas bawah atau kelas yang lebih rendah.
Hal ini tergantung pada kecakapan dan keuletan orang yang bersangkutan. Salah satu contoh stratifikasi sosial berdasarkan faktor ekonomi adalah pemilikan tanah di lingkungan pertanian pada masyarakat Indonesia. Wujud stratifikasi sosialnya adalah petani pemilik tanah, petani penyewa dan penggarap, serta buruh tani.





      Gambar 1.1 : Petani pemilik tanah          Gambar 1.2 : Buruh tani



             




          Gambar 1.3 :  Petani penyewa atau penggarap
                                                                              
2.      Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Sosial
Pada umumnya, stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ini bersifat tertutup. Stratifikasi sosial demikian umumnya terdapat dalam masyarakat feodal, masyarakat kasta, dan masyarakat rasial.
a)      Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Feodal
Masyarakat feodal merupakan masyarakat pada situasi pra industri, yang menurut sejarahnya merupakan perubahan dari ikatan budak atau hamba sahaya dengan tuan tanah. Hubungan antara kedua golongan itu menjadi hubungan antara yang memerintah dengan yang diperintah, dan interaksinya sangat terbatas.
Kemudian semangat feodalisme ini oleh kaum penjajah diterapkan di Indonesia dan terjadilah perpecahan antar golongan, sehingga pada masyarakat feodal terjadi stratifikasi sosial sebagai berikut :
1)      Golongan atas, terdiri dari keturunan raja dan ningrat.
2)      Golongan menengah, terdiri dari golongan prajurit dan pegawai pemerintahan.
3)      Golongan bawah, terdiri dari golongan rakyat biasa.

b)      Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Kasta
Masyarakat kasta menuntut pembedaan antargolongan yang lebih tegas lagi. Hubungan antargolongan adalah tabu, tertutup, bahkan dapat dihukum masyarakatnya. Hal demikian terjadi pada masyarakat kasta di India. Istilah untuk kasta di India adalah yati, dan sistemnya disebut dengan varna. Menurut kitab Reg Weda dalam masyarakat India Kuno dijumpai empat varna yang tersusun secara hierarkis dari atas ke bawah, yaitu brahmana, ksatria, waisya, dan sudra.
Gambar : Sistem Kasta

Berdasarkan uraian di atas dapat di identifikasikan bahwa ciri-ciri kasta adalah sebagai berikut :
1)      Keanggotaan berdasarkan kewarisan atau kelahiran. Dalam kasta, kualitas seseorang tidak menjadi sebuah perhitungan.
2)      Keanggotaan berlangsung seumur hidup, kecuali jika dikeluarkan dari kastanya.
3)      Perkawinan bersifat endogen dan harus dipilih orang yang sekasta. Seorang laki-laki dapat menikah dengan perempuan yang kastanya lebih rendah, tetapi tidak dapat menikah dengan perempuan yang memiliki kasta lebih tinggi.
4)      Hubungan antarkasta dengan kelompok sosial lainnya sangat terbatas.
5)      Kesadaran keanggotaan suatu kasta tampak nyata antara lain pada nama kasta, identifikasi anggota pada kastanya, dan penyesuaian yang ketat terhadap norma kasta.
6)      Terikat oleh kedudukan-kedudukan yang secara tradisional ditetapkan. Artinya kasta yang lebih rendah kurang mendapatkan akses dalam bidang pendidikan dan kesejahteraan, apalagi menduduki jabatan penting dalam pemerintahan.
7)      Prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan.
8)      Kasta yang lebih rendah merupakan bagian dari kasta yang lebih tinggi, sehingga dalam kesehariannya dapat dikendalikan secara terus-menerus.
Di Indonesia, stratifikasi sosial berdasarkan kasta dapat kita jumpai pada masyarakat Bali. Namun demikian, pengkastaannya tidak terlalu kaku dan tertutup seperti halnya di India. Pengkastaan di Bali disebut dengan wangsa. Adapun stratifikasi sosialnya adalah sebagai berikut.
1)      Brahmana
merupakan kasta yang memiliki kedudukan tertinggi di bali, dalam generasi kasta brahmana ini biasanya akan selalu ada yang menjalankan kependetaan. Dari segi nama seseorang akan diketahui bahwa dia berasal dari golongan kasta brahmana, biasanya seseorang yang berasal dari keturunan kasta brahmana ini akan memiliki nama depan “Ida Bagus untuk anak laki-laki, Ida Ayu untuk anak perempuan, ataupun hanya menggunakan kata Ida untuk anak laki-laki maupun perempuan”. Dan untuk sebutan tempat tinggalnya disebut dengan “Griya“.







Gambar 2.1 : Kasta Brahmana




Gambar 2.2 : Contoh Kediaman
                       Kasta Brahmana


2)      Ksatria
merupakan tingkatan kedua setelah brahmana. Biasanya yang menduduki kasta ini adalah para bangsawan. Kasta ini juga memiliki posisi yang sangat penting dalam pemerintahan dan politik tradisional di Bali, karena orang-orang yang berasal dari kasta ini merupakan keturuna dari Raja-raja di Bali pada zaman kerajaan. Namun sampai saat ini kekuatan hegemoninya masih cukup kuat, sehingga terkadang beberapa desa masih merasa abdi dari keturunan Raja tersebut. Dari segi nama yang berasal dari keturunan kasta ksariya ini akan menggunakan nama “Anak Agung, Dewa Agung, Tjokorda, dan ada juga yang menggunakan nama Dewa atau Ngahan”.






        
                                             Gambar 2.3 : Kasta Ksatria







                                Gambar 2.4 : Contoh Kediaman Kasta Ksatra

3)      Waisya
Merupakan tingkatan ketiga setelah ksatria. Biasanya yang menduduki kasta ini adalah para pedagang. Gelar bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Bagus atau Gusti.

Gambar 2.5 : Kasta Waisya
4)      Sudra
Merupakan tingkatan paling rendah dalam sistem kasta di Bali. Biasanya kasta ini diduduki oleh para pekerja atau buruh. Gelar bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Pande, Kbon, atau Pasek.






   Gambar 2.6 : Kasta Sudra                        Gambar 2.7 : Contoh Kediaman
                                                                                           Kasta Sudra

c)      Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Rasial
Masyarakat rasial adalah masyarakat yang mengenal perbedaan warna kulit. Sistem stratifikasi ini pernah terjadi di Afrika Selatan, di mana ras kulit putih lebih unggul jika dibandingkan dengan ras kulit hitam. Perbedaan warna kulit di Afrika Selatan pada waktu itu memengaruhi berbagai bidang kehidupan yang kemudian disebut dengan politik apartheid.
Dalam politik apartheid, seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatan, pendidikan, perumahan, bahkan pekerjaan ditentukan apakah orang itu termasuk kulit putih ataukah kulit hitam. Walaupun ras kulit putih termasuk golongan minoritas, namun mereka menduduki posisi yang terhormat dibandingkan dengan ras kulit hitam yang mayoritas. Untuk mempertahankan dominasi kekuasaan ekonomi dan politik, ras kulit putih mengembangkan teori rasisme disertai dengan tindakan di luar perikemanusiaan.

3.      Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Politik
Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria politik berhubungan dengan kekuasaan yang dimiliki oleh anggota masyarakat, di mana ada pihak yang dikuasai, dan ada pihak yang menguasai. Bentuk-bentuk kekuasaan pada masyarakat tertentu di dunia ini beraneka ragam dengan polanya masing-masing. Tetapi, pada umumnya ada satu pola umum yang ada dalam setiap masyarakat. Meskipun perubahan yang dialami masyarakat itu menyebabkan lahirnya pola baru, namun pola umum tersebut akan selalu muncul atas dasar pola lama yang berlaku sebelumnya.





    Gambar 1.3 : Contoh stratifikasi sosial
                          berdasarkan kriteria politik

Bentuk dan sistem kekuasaan selalu menyesuaikan diri dengan adat istiadat dan pola perilaku yang berlaku pada masyarakat. Batas yang tegas antara yang berkuasa dengan yang dikuasai selalu ada, dan batas-batas itulah yang menyebabkan lahirnya stratifikasi atau pelapisan dalam masyarakat.
Mac Iver dalam bukunya yang berjudul “The Web of Government” menyebutkan ada tiga pola umum sistem lapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan, yaitu tipe kasta, oligarkis, dan demokratis.
a)      Tipe Kasta
Tipe kasta adalah tipe atau sistem lapisan kekuasaan dengan garis pemisahan yang tegas dan kaku. Tipe semacam ini biasanya dijumpai pada masyarakat berkasta yang hampir tidak terjadi mobilitas sosial vertikal. Garis pemisah antara masing-masing lapisan hampir tidak mungkin ditembus.
Puncak piramida diduduki oleh penguasa tertinggi, misalnya maharaja, raja, dan sebagainya, dengan lingkungan yang didukung oleh kaum bangsawan, tentara, dan para ahli agama. Lapisan berikutnya berturut-turut adalah para tukang, pelayan, petani, buruh tani, dan budak.
b)      Tipe Oligarkis
Tipe ini memiliki garis pemisah yang tegas, tetapi dasar pembedaan kelas-kelas sosial ditentukan oleh kebudayaan masyarakat tersebut. Tipe ini hampir sama dengan tipe kasta, namun individu masih diberi kesempatan untuk naik lapisan. Di setiap lapisan juga dapat dijumpai lapisan yang lebih khusus lagi, sedangkan perbedaan antara satu lapisan dengan dengan lapisan lainnya tidak begitu mencolok.

c)      Tipe Demokratis
Tipe ini menunjukkan adanya garis pemisah antara lapisan yang sifatnya bergerak.  Dalam hal ini kelahiran tidak menentukan kedudukan seseorang, melainkan yang terpenting adalah kemampuannya dan kadang-kadang faktor keberuntungan.

G.    Strata Sosial yang berhubungan dengan Kesehatan (Keperawatan)

Berbagai kajian yang dilakukan ahli sosiologi dan kependudukan telah banyak menemukan kaitan antara stratifikasi sosial dengan peluang hidup dan derajat kesehatan keluarga. Perbedaan strata sosial di masyarakat tentunya akan diikuti pula oleh perbedaan peran yang dimiliki sesuai dengan status sosial yang melekat pada diri seseorang. Perbedaan-perbedaan inilah yang menimbulkan setiap individu dalam suatu masyarakat menimbulkan adanya pelapisan sosial atau yang lebih dikenal dengan stratifikasi sosial .
 Adanya perbedaan strata sosial dalam hal ini menyangkut perbedaan perekonomian, yang dapat menimbulkan adanya kecemburuan sosial, dan kesejahteraan yang tidak merata. Perbedaan status sosial ekonomi secara tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat terutama yang berada pada lapisan bawah. Adanya perbedaan strata maupun status sosial juga berdampak pada status kesehatan  seseorang.

Contohnya :
Pada orang memiliki kekayaan banyak dan orang dengan perekonomian rendah. Perhatikan gambar di bawah ini !

Gambar  1 : Dilihat dari Kebutuhan Nutrisinya















Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa : dengan kekayaan yang dimilki oleh masyarakat pada kelas atas atau orang yang berpunya tentu saja kebutuhan nutrisinya dapat terpenuhi dengan baik sehingga status gizinya juga baik.  Berbeda dengan masyarakat pada kelas bawah atau masyarakat dengan perekonomian rendah dengan kemiskinan dan himpitan ekonomi yang semakin tinggi menyebabkan kebutuhan nutrisinya tidak terpenuhi dengan baik sehingga dapat menimbulkan berbagai penyakit, seperti Gizi buruk.
    Gambar 2 : Di lihat dari Bentuk Pelayanan Kesehatan yang diberikan








Gambar diatas memberikan gambaran bahwa : orang yang memiliki kekayaan paling banyak akan ditempatkan sebagai lapisan paling atas atau orang berpunya. Lapisan ini biasanya mendapatkan perlakuan yang lebih istimewa jika dibanding dengan orang-orang yang memiliki perekonomian yang rendah. Contohnya :  Dalam hal pemberian pelayanan kesehatan. Orang yang memiliki kekayaan biasanya ditempatkan di ruang VIV, hal ini dikarenakan mereka mampu untuk membayar. Sedangkan orang-orang yang memiliki perekonomian rendah biasanya ditempatkan pada bangsal-bangsal yang telah disediakan, karena mereka hanya bisa mengandalkan BPJS dan JAMKESMAS yang mereka miliki. Hal ini tentu saja dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang karena orang di tempatkan di ruang VIV biasanya mendapatkan pelayanan kesehatan  yang lengkap dan menyeluruh di banding dengan yang ada di bangsal-bangsal.
Selain itu juga, keluarga kelas menengah ke atas biasanya memiliki tabungan yang cukup dan ikut asuransi kesehatan, sedangkan keluarga-keluarga miskin yang bekerja dengan upah harian, ketika mereka sakit, maka akibat yang segera terjadi biasanya adalah mereka terpaksa jatuh pada perangkap utang, dan pelan-pelan satu per satu barang yang mereka miliki terpaksa dijual untuk menyambung hidup (Suyanto, 2003).  Dengan alasan tidak lagi ada uang yang tersisa,  sering terjadi keluarga miskin yang salah satu anggota keluarganya sakit akan memilih mengobati seadanya dengan cara tradisional, yang ironisnya kadang justru membuat penyakit yang mereka derita menjadi tidak kunjung sembuh.
Sementara itu, studi yang dilakukan oleh Brooks (1975) menemukan bahwa kecenderungan terjadinya kematian bayi ternyata dipengaruhi oleh tinggi-rendahnya kelas sosial orangtua. Semakin tinggi kelas sosial orangtua, semakin kecil kemungkinan terjadinya kematian bayi. Di kalangan kaum ibu yang kurang berpendidikan, terjadinya kematian bayi relatif lebih tinggi karena tinggi-rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengertiannya terhadap perawatan kesehatan, hygiene, perlunya pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadarannya terhadap kesehatan anak-anak dan keluarganya (Utomo, 1985).



DAFTAR PUSTAKA

Edo Novan (2013). Stratifikasi Sosial. http://www.wodpres.com
http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail45465-Makalah-Stratifikasi-
          Sosial.html
Fariz Fathul (2014). Makalah Stratifikasi Sosial. http://www.academia.edu




No comments:

Post a Comment

jangan komen yang aneh-aneh