LAPISAN MASYARAKAT (STRATIFIKASI SOSIAL)
Tugas Kelompok III / IIA
Mata Kuliah Antropologi Kesehatan
Oleh :
TINGKAT III.A
LAPISAN MASYARAKAT (STRATIFIKASI
SOSIAL)
Setiap masyarakat
senantiasa mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal dalam
masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan terhadap hal-hal tertentu , akan
menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari
hal-hal lainnya.
Kalau suatu masyarakat lebih
menghargai kekayaan material dari pada kehormatan, maka mereka yang lebih
banyak mempunyai kekayaan material akan menempati kedudukan yang lebih tinggi
apabila dibandingkan dengan pihak-pihak lain. Gejala tersebut menimbulkan
lapisan masyarakat (stratifikasi sosial), yang merupakan pembedaan posisi
seseorang atau suatu kelompok dalam berbeda-beda secara vertikal.
A.
Pengertian
Lapisan Masyarakat (Stratifikasi Sosial)
Stratifikasi sosial (Social
Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum” (tunggal) atau “strata”
(jamak) yang berarti lapisan. Dalam Sosiologi, stratifikasi sosial dapat
diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas
secara bertingkat. Beberapa defenisi lapisan masyarakat (Stratifikasi Sosial)
menurut para ahli :
1.
Pitirim A. Sorokin
Mendefinisikan stratifikasi sosial
sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun
secara bertingkat (hierarki).
2. Max
Weber
Mendefinisikan stratifikasi sosial
sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial
tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan,
previllege dan prestise.
3. Cuber
Mendefinisikan stratifikasi sosial
sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang
berbeda.
4. Drs.
Robert. M.Z. Lawang
Sosial Stratification adalah penggolongan orang-orang yang
termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis
menurut dimensi kekuasaan, privilese, dan prestise.
Bentuk-bentuk lapisan masyarakat berbeda-beda dan banyak sekali.
Lapisan-lapisan tersebut tetap ada sekalipun dalam masyarakat kapitalistis,
demokratis, komunistis, dan lain sebagainya. Lapisan masyarakat mula-mula di
dasarkan pada perbedaan seks, perbedaan antara pemimpin dengan yang di pimpin,
golongan budak dan bukan budak, pembagian kerja, dan bahkan juga suatu
perbedaan berdasarkan kekayaan.
Lapisan masyarakat memiliki banyak bentuk-bentuk kongkrit. Akan tetapi,
secara prinsipil bentuk-bentuk tersebut dapat di klasifikasikan ke dalam tiga
macam kelas yaitu yang ekonomis, politis, dan yang didasarkan pada
jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat. Umumnya, ketiga bentuk kelompok tadi
mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang lainya, di mana terjadi saling
mempengaruhi. Misalnya, mereka yang termasuk ke dalam suatu lapisan atas dasar
ukuran politis biasanya juga merupakan orang-orang yang menduduki suatu lapisan
tertentu atas dasar ekonomis. Dimikian pula mereka yang kaya biasanya menempati
jabatan-jabatan yang senantiasa penting. Akan tetapi hal itu tergantung pada
sistem nilai yang berlaku serta berkembang dalam masyarakat yang bersangkutan.
B.
Terjadinya
Lapisan Masyarakat
Sistem
lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan
masyarakat itu. Akan tetapi, ada pula yang dengan sengaja di susun untuk
mengejar suatu tujuan bersama. Alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang
terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian
keanggotaan, kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga harta dalam
batas-batas tertentu.
Secara
teoritis, semua manusia di anggap sederajat. Akan tetapi, sesuai dengan
kenyataan hidup kelompok-kelompok sosial, halnya tidaklah dimikian. Perbedaan
atas lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial
setiap masyarakat.
Sistem
lapisan masyarakat yang dengan sengaja di susun untuk mengajar suatu tujuan
bersama. Hal itu biasanya berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang resmi
dalam organisasi-organisasi formal, seperti pemerintah, prusahaan, partai
politik, angkatan bersenjata atau perkumpulan, kekuasaan dan wewenang yang merupakan
unsur khusus dalam sistem lapisan. Unsur tersebut mempunyai sifat yang lain
dari uang, tanah, benda-benda ekonomis, ilmu pengetahuan, atau kehormatan.
Akan
tetapi, apabila suatu masyarakat hendak hidup dengan teratur, kekuasaan dan
wewenang yang ada harus di bagi dengan teratur pula sehingga jelas bagi setiap
orang. Apabila kekuasaan dan wewenang tidak di bagi secara teratur, kemungkinan
besar sekali akan terjadi pertentangan-pertentangan yang dapat membahayakan
keutuhan masyarakat.
C.
Dasar
Lapisan Masyarakat
Di
antara lapisan teratas dengan lapisan terendah, terdapat lapisan yang jumlahnya
relatif banyak. Biasanya lapisan teratas
tidak hanya memiliki satu macam saja dari apa yang di hargai oleh masyarakat.
Akan tetapi, kedudukan yang tinggi itu bersifat komulatif. Artinya mereka yang
mempunyai banyak uang akan mudah sekali dalam mendapatkan apa yang mereka
inginkan, kekuasaan, dan mungkin juga kehormatan.
Kriteria-kriteria
yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota masyarakat ke dalam
lapisan-lapisan adalah:
1. Ukuran
kekayaan
adalah
kepemilikan harta benda seseorang dilihat dari jumlah dan materil saja.
Biasanya orang yang memiliki harta dalam jumlah yang besar akan menempati
posisi teratas dalam penggolongan masyarakat berdasarkan kriteria ini.
2. Ukuran
kekuasaan
adalah
kepemilikan kekuatan atau power seseorang dalam mengatur dan menguasai sumber
produksi atau pemerintahan. Biasanya ukuran ini dikaitkan dengan kedudukan atau
status sosial seseorang dalam bidang politik.
3. Ukuran
kehormatan
dapat
diukur dari gelar kebangsawanan atau dapat pula diukur dari sisi kekayaan
materil. Orang yang mempunyai gelar kebangsawanan yang menyertai namanya,
seperti raden, raden mas, atau raden ajeng akan menduduki strata teratas dalam
masyarakat.
4. Ukuran
ilmu pengetahuan
artinya
ukuran kepemilikan seseorang atau penguasaan seseorang dalam hal ilmu
pengetahuan. Kriteria ini dapat pula disebut sebagai ukuran kepandaian dalam
kualitas. Berdasarkan ukuran ini, orang yang berpendidikan tinggi, misalnya
seorang sarjana akan menempati posisi teratas dalam stratifikasi sosial di
masyarakat.
D.
Sifat-sifat
Stratifikasi Sosial
Dilihat
dari sifatnya, kita mengenal dua sistem stratifikasi sosial, yaitu sistem
stratifikasi sosial tertutup dan system stratifikasi sosial terbuka.
1.
Stratifikasi
Sosial Tertutup (Close Social
Stratification)
Sistem stratifikasi sosial tertutup ini membatasi atau
tidak memberi kemungkinan seseorang untuk pindah dari suatu lapisan ke lapisan
sosial yang lainnya, baik ke atas maupun ke bawah. Dalam sistem ini,
satu-satunya jalan untuk masuk menjadi anggota dari suatu strata tertentu dalam
masyarakat adalah dengan kriteria kelahiran. Dengan kata lain, anggota kelompok
dalam satu strata tidak mudah untuk melakukan mobilitas atau gerak sosial yang
bersifat vertikal, baik naik maupun turun. Dalam hal ini anggota kelompok hanya
dapat melakukan mobilitas yang bersifat horizontal.
Salah satu contoh sistem stratifikasi sosial tertutup
adalah sistem kasta pada masyarakat Bali. Di Bali, seseorang yang sudah
menempati kasta tertentu sangat sulit, bahkan tidak bisa pindah ke kasta yang
lain. Seorang anggota kasta teratas sangat sulit untuk pindah ke kasta yang ada
di bawahnya, kecuali ada pelanggaran berat yang dilakukan oleh anggota
tersebut.
Ciri-ciri
stratifikasi sosial tertutup adalah :
a. Membatasi
kemungkinan pindahnya seseorang dari lapisan satu ke lapisan yang lain, baik ke
atas maupun ke bawah.
b. Satu-satunya
jalan untuk menjadi anggota lapisan ini hanya melalui kelahiran.
c. Sistem
tertutup hanya dijumpai pada masyarakat
yang lapisannya tergantung pada perbedaan-perbedaan sosial, masyarakat feodal,
dan masyarakat yang menerapakan sistem kasta.
2.
Stratifikasi
Sosial Terbuka (Open Social Stratification)
Sistem stratifikasi sosial terbuka ini memberi
kemungkinan kepada seseorang untuk pindah dari lapisan satu ke lapisan yang
lainnya, baik ke atas maupun ke bawah sesuai dengan kecakapan, perjuangan,
maupun usaha lainnya. Atau bagi mereka yang tidak beruntung akan jatuh dari
lapisan atas ke lapisan di bawahnya. Pada sistem ini justru akan memberikan
rangsangan yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat, untuk dijadikan
landasan pembangunan dari sistem yang tertutup.
Ciri-ciri stratifikasi sosial terbuka
a.
Setiap anggota masyarakat mempunyai
kesempatan berusaha dengan keca-kapannya sendiri menuju ke lapisan yang lebih
tinggi.
b.
Memberi perangsang yang lebih besar kepada
setiap anggota masyarakat untuk dijadikan landasan pembangunan masyarakat dari
sistem yang tertutup.
c.
Bagi mereka yang kurang beruntung ada
kemungkinan jatuh dari lapisan yang lebih tinggi, ke lapisan yang rendah.
E.
Unsur-unsur
Lapisan Masyarakat
Dalam
suatu masyarakat, lapisan masyarakat (stratifikasi sosial) terdiri atas dua
unsur, yaitu kedudukan (status) dan
peranan (role).
1.
Kedudukan
(Status)
Status atau kedudukan adalah posisi sosial yang
merupakan tempat di mana seseorang menjalankan kewajiban-kewajiban dan berbagai
aktivitas lain, yang sekaligus merupakan tempat bagi seseorang untuk menanamkan
harapan-harapan. Dengan kata lain status merupakan posisi sosial seseorang
dalam suatu hierarki. Ada beberapa kriteria penentuan status seperti dikatakan
oleh Talcott Parsons, yang menyebutkan ada lima kriteria yang digunakan untuk
menentukan status atau kedudukan seseorang dalam masyarakat, yaitu kelahiran,
mutu pribadi, prestasi, pemilikan, dan otoritas.
Sementara itu, Ralph Linton mengatakan bahwa dalam
kehidupan masyarakat kita mengenal tiga macam status yaitu ascribed status, achieved
status, dan assigned status.
a.
Ascribed
Status
Ascribed status merupakan
status yang diperoleh seseorang tanpa usaha tertentu. Status sosial ini
biasanya diperoleh karena warisan, keturunan, atau kelahiran. Contohnya seorang
anak yang lahir dari lingkungan bangsawan, tanpa harus berusaha, dengan
sendirinya ia sudah memiliki status sebagai bangsawan.
b.
Achieved
Status
Status ini diperoleh
karena suatu prestasi tertentu. Atau dengan kata lain status ini diperoleh seseorang
dengan usaha-usaha yang disengaja. Status ini tidak diperoleh atas dasar
keturunan, akan tetapi tergantung pada kemampuan masing-masing dalam mengejar
serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya seseorang dapat menjadi hakim setelah
menyelesaikan kuliah di Fakultas Hukum dan memenuhi persyaratan-persyaratan
yang memerlukan usaha-usaha tertentu.
c.
Assigned
Status
Assigned status adalah
status yang dimiliki seseorang karena jasa-jasanya terhadap pihak lain. Karena
jasanya tersebut, orang diberi status khusus oleh orang atau kelompok tersebut.
Misalnya gelar-gelar seperti pahlawan revolusi, peraih kalpataru atau adipura,
dan lainnya.
2.
Peranan
(Role)
Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan atau status.
Dalam kehidupan di masyarakat, peranan diartikan sebagai perilaku yang
diharapkan oleh pihak lain dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan
status yang dimilikinya. Status dan peranan tidak dapat dipisahkan karena tidak
ada peranan tanpa status, dan tidak ada status tanpa peranan.
Interaksi sosial yang ada di dalam masyarakat
merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Ada tiga
hal yang tercakup dalam peranan, yaitu sebagai berikut :
a. Peranan
meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau kedudukan seseorang
dalam masyarakat.
b. Peranan
merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam
masyarakat sebagai organisasi.
c. Peranan
merupakan perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Setiap manusia memiliki status atau kedudukan dan
peranan sosial tertentu sesuai dengan struktur sosial dan pola-pola pergaulan
hidup di masyarakat. Dalam setiap struktur, ia memiliki kedudukan dan
menjalankan peranannya sesuai dengan kedudukannya tersebut. Kedudukan dan
peranan mencakup tiap-tiap unsur dan struktur sosial.
Jadi, kedudukan menentukan peran, dan peran menentukan
perbuatan (perilaku). Dengan kata lain, kedudukan dan peranan menentukan apa
yang diperbuatnya bagi masyarakat, serta kesempatan-kesempatan apa yang
diberikan masyarakat kepadanya. Semakin banyak kedudukan dan peranan seseorang,
semakin beragam pula interaksinya dengan orang lain.
F.
Bentuk-Bentuk
Stratifikasi Sosial (Lapisan Masyarakat)
Dalam masyarakat terdapat berbagai bentuk
stratifikasi sosial. Bentuk itu akan dipengaruhi oleh kriteria atau faktor apa
yang dijadikan dasar. Berikut ini akan kita pelajari beberapa bentuk
stratifikasi sosial menurut beberapa kriteria, yaitu ekonomi, sosial, dan
politik.
1.
Stratifikasi
Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Stratifikasi sosial dalam bidang ekonomi akan
membedakan penduduk atau warga masyarakat menurut penguasaan dan pemilikan
materi. Dalam hal ini ada golongan orang-orang yang didasarkan pada pemilikan
tanah, serta ada yang didasarkan pada kegiatannya di bidang ekonomi dengan
menggunakan kecakapan. Dengan kata lain, pendapatan, kekayaan, dan pekerjaan
akan membagi anggota masyarakat ke dalam berbagai lapisan atau kelas-kelas
sosial dalam masyarakat.
Menurut Max Webber, stratifikasi sosial berdasarkan kriteria
ekonomi membagi masyarakat ke dalam kelas-kelas yang didasarkan pada pemilikan
tanah dan benda-benda. Kelas-kelas tersebut adalah kelas atas (upper class), kelas menegah (middle class), dan kelas bawah (lower class). Satu hal yang perlu
diingat bahwa stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ekonomi ini bersifat
terbuka. Artinya memungkinkan seseorang yang berada pada kelas bawah untuk naik
ke kelas atas, dan sebaliknya memungkinkan seseorang yang berada pada kelas
atas untuk turun ke kelas bawah atau kelas yang lebih rendah.
Hal ini tergantung pada kecakapan dan keuletan orang
yang bersangkutan. Salah satu contoh stratifikasi sosial berdasarkan faktor
ekonomi adalah pemilikan tanah di lingkungan pertanian pada masyarakat Indonesia.
Wujud stratifikasi sosialnya adalah petani pemilik tanah, petani penyewa dan
penggarap, serta buruh tani.
Gambar 1.1 : Petani pemilik tanah Gambar
1.2 : Buruh tani
Gambar 1.3 : Petani penyewa atau penggarap
2.
Stratifikasi
Sosial Berdasarkan Kriteria Sosial
Pada umumnya, stratifikasi sosial berdasarkan kriteria
ini bersifat tertutup. Stratifikasi sosial demikian umumnya terdapat dalam
masyarakat feodal, masyarakat kasta, dan masyarakat rasial.
a) Stratifikasi
Sosial pada Masyarakat Feodal
Masyarakat
feodal merupakan masyarakat pada situasi pra industri, yang menurut sejarahnya
merupakan perubahan dari ikatan budak atau hamba sahaya dengan tuan tanah.
Hubungan antara kedua golongan itu menjadi hubungan antara yang memerintah
dengan yang diperintah, dan interaksinya sangat terbatas.
Kemudian
semangat feodalisme ini oleh kaum penjajah diterapkan di Indonesia dan terjadilah
perpecahan antar golongan, sehingga pada masyarakat feodal terjadi stratifikasi
sosial sebagai berikut :
1) Golongan
atas, terdiri dari keturunan raja dan ningrat.
2) Golongan
menengah, terdiri dari golongan prajurit dan pegawai pemerintahan.
3) Golongan
bawah, terdiri dari golongan rakyat biasa.
b) Stratifikasi
Sosial pada Masyarakat Kasta
Masyarakat
kasta menuntut pembedaan antargolongan yang lebih tegas lagi. Hubungan
antargolongan adalah tabu, tertutup, bahkan dapat dihukum masyarakatnya. Hal
demikian terjadi pada masyarakat kasta di India. Istilah untuk kasta di India
adalah yati, dan sistemnya disebut dengan varna. Menurut kitab Reg Weda dalam
masyarakat India Kuno dijumpai empat varna yang tersusun secara hierarkis dari
atas ke bawah, yaitu brahmana, ksatria, waisya, dan sudra.
Gambar : Sistem Kasta
Berdasarkan
uraian di atas dapat di identifikasikan bahwa ciri-ciri kasta adalah sebagai
berikut :
1) Keanggotaan
berdasarkan kewarisan atau kelahiran. Dalam kasta, kualitas seseorang tidak
menjadi sebuah perhitungan.
2) Keanggotaan
berlangsung seumur hidup, kecuali jika dikeluarkan dari kastanya.
3) Perkawinan
bersifat endogen dan harus dipilih orang yang sekasta. Seorang laki-laki dapat
menikah dengan perempuan yang kastanya lebih rendah, tetapi tidak dapat menikah
dengan perempuan yang memiliki kasta lebih tinggi.
4) Hubungan
antarkasta dengan kelompok sosial lainnya sangat terbatas.
5) Kesadaran
keanggotaan suatu kasta tampak nyata antara lain pada nama kasta, identifikasi
anggota pada kastanya, dan penyesuaian yang ketat terhadap norma kasta.
6) Terikat
oleh kedudukan-kedudukan yang secara tradisional ditetapkan. Artinya kasta yang
lebih rendah kurang mendapatkan akses dalam bidang pendidikan dan
kesejahteraan, apalagi menduduki jabatan penting dalam pemerintahan.
7) Prestise
suatu kasta benar-benar diperhatikan.
8) Kasta
yang lebih rendah merupakan bagian dari kasta yang lebih tinggi, sehingga dalam
kesehariannya dapat dikendalikan secara terus-menerus.
Di Indonesia, stratifikasi sosial berdasarkan kasta
dapat kita jumpai pada masyarakat Bali. Namun demikian, pengkastaannya tidak
terlalu kaku dan tertutup seperti halnya di India. Pengkastaan di Bali disebut
dengan wangsa. Adapun stratifikasi sosialnya adalah sebagai berikut.
1) Brahmana
merupakan kasta yang
memiliki kedudukan tertinggi di bali, dalam generasi kasta brahmana ini
biasanya akan selalu ada yang menjalankan kependetaan. Dari segi nama seseorang
akan diketahui bahwa dia berasal dari golongan kasta brahmana, biasanya
seseorang yang berasal dari keturunan kasta brahmana ini akan memiliki nama
depan “Ida Bagus untuk anak laki-laki, Ida Ayu untuk anak perempuan, ataupun
hanya menggunakan kata Ida untuk anak laki-laki maupun perempuan”. Dan untuk
sebutan tempat tinggalnya disebut dengan “Griya“.
Gambar
2.1 : Kasta Brahmana
Gambar 2.2 : Contoh Kediaman
Kasta Brahmana
2) Ksatria
merupakan tingkatan kedua
setelah brahmana. Biasanya yang menduduki kasta ini adalah para bangsawan. Kasta
ini juga memiliki posisi yang sangat penting dalam pemerintahan dan politik
tradisional di Bali, karena orang-orang yang berasal dari kasta ini merupakan
keturuna dari Raja-raja di Bali pada zaman kerajaan. Namun sampai saat ini
kekuatan hegemoninya masih cukup kuat, sehingga terkadang beberapa desa masih
merasa abdi dari keturunan Raja tersebut. Dari segi nama yang berasal dari
keturunan kasta ksariya ini akan menggunakan nama “Anak Agung, Dewa Agung,
Tjokorda, dan ada juga yang menggunakan nama Dewa atau Ngahan”.
Gambar 2.3 : Kasta Ksatria
Gambar 2.4 : Contoh Kediaman Kasta Ksatra
3) Waisya
Merupakan tingkatan
ketiga setelah ksatria. Biasanya yang menduduki kasta ini adalah para pedagang.
Gelar bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Bagus atau Gusti.
Gambar
2.5 : Kasta Waisya
4) Sudra
Merupakan tingkatan
paling rendah dalam sistem kasta di Bali. Biasanya kasta ini diduduki oleh para
pekerja atau buruh. Gelar bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah
Pande, Kbon, atau Pasek.
Gambar 2.6 : Kasta Sudra Gambar 2.7 : Contoh Kediaman
Kasta Sudra
c) Stratifikasi
Sosial pada Masyarakat Rasial
Masyarakat rasial adalah masyarakat yang mengenal
perbedaan warna kulit. Sistem stratifikasi ini pernah terjadi di Afrika
Selatan, di mana ras kulit putih lebih unggul jika dibandingkan dengan ras
kulit hitam. Perbedaan warna kulit di Afrika Selatan pada waktu itu memengaruhi
berbagai bidang kehidupan yang kemudian disebut dengan politik apartheid.
Dalam politik apartheid, seluruh aspek kehidupan,
termasuk kesehatan, pendidikan, perumahan, bahkan pekerjaan ditentukan apakah
orang itu termasuk kulit putih ataukah kulit hitam. Walaupun ras kulit putih
termasuk golongan minoritas, namun mereka menduduki posisi yang terhormat
dibandingkan dengan ras kulit hitam yang mayoritas. Untuk mempertahankan
dominasi kekuasaan ekonomi dan politik, ras kulit putih mengembangkan teori
rasisme disertai dengan tindakan di luar perikemanusiaan.
3.
Stratifikasi
Sosial Berdasarkan Kriteria Politik
Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria politik
berhubungan dengan kekuasaan yang dimiliki oleh anggota masyarakat, di mana ada
pihak yang dikuasai, dan ada pihak yang menguasai. Bentuk-bentuk kekuasaan pada
masyarakat tertentu di dunia ini beraneka ragam dengan polanya masing-masing.
Tetapi, pada umumnya ada satu pola umum yang ada dalam setiap masyarakat.
Meskipun perubahan yang dialami masyarakat itu menyebabkan lahirnya pola baru,
namun pola umum tersebut akan selalu muncul atas dasar pola lama yang berlaku
sebelumnya.
Gambar 1.3 : Contoh stratifikasi sosial
berdasarkan kriteria
politik
Bentuk dan sistem kekuasaan selalu menyesuaikan diri
dengan adat istiadat dan pola perilaku yang berlaku pada masyarakat. Batas yang
tegas antara yang berkuasa dengan yang dikuasai selalu ada, dan batas-batas
itulah yang menyebabkan lahirnya stratifikasi atau pelapisan dalam masyarakat.
Mac Iver dalam bukunya yang berjudul “The Web of
Government” menyebutkan ada tiga pola umum sistem lapisan kekuasaan atau
piramida kekuasaan, yaitu tipe kasta, oligarkis, dan demokratis.
a) Tipe
Kasta
Tipe kasta adalah tipe atau sistem
lapisan kekuasaan dengan garis pemisahan yang tegas dan kaku. Tipe semacam ini
biasanya dijumpai pada masyarakat berkasta yang hampir tidak terjadi mobilitas
sosial vertikal. Garis pemisah antara masing-masing lapisan hampir tidak
mungkin ditembus.
Puncak
piramida diduduki oleh penguasa tertinggi, misalnya maharaja, raja, dan
sebagainya, dengan lingkungan yang didukung oleh kaum bangsawan, tentara, dan
para ahli agama. Lapisan berikutnya berturut-turut adalah para tukang, pelayan,
petani, buruh tani, dan budak.
b) Tipe
Oligarkis
Tipe ini memiliki garis
pemisah yang tegas, tetapi dasar pembedaan kelas-kelas sosial ditentukan oleh
kebudayaan masyarakat tersebut. Tipe ini hampir sama dengan tipe kasta, namun
individu masih diberi kesempatan untuk naik lapisan. Di setiap lapisan juga
dapat dijumpai lapisan yang lebih khusus lagi, sedangkan perbedaan antara satu
lapisan dengan dengan lapisan lainnya tidak begitu mencolok.
c) Tipe
Demokratis
Tipe ini menunjukkan adanya garis
pemisah antara lapisan yang sifatnya bergerak. Dalam hal ini kelahiran tidak menentukan
kedudukan seseorang, melainkan yang terpenting adalah kemampuannya dan
kadang-kadang faktor keberuntungan.
G.
Strata
Sosial yang berhubungan dengan Kesehatan (Keperawatan)
Berbagai
kajian yang dilakukan ahli sosiologi dan kependudukan telah banyak menemukan
kaitan antara stratifikasi sosial dengan peluang hidup dan derajat kesehatan
keluarga. Perbedaan strata sosial di masyarakat tentunya akan diikuti pula oleh
perbedaan peran yang dimiliki sesuai dengan status sosial yang melekat pada
diri seseorang. Perbedaan-perbedaan inilah yang menimbulkan setiap individu dalam
suatu masyarakat menimbulkan adanya pelapisan sosial atau yang lebih dikenal
dengan stratifikasi sosial .
Adanya perbedaan strata sosial dalam hal ini
menyangkut perbedaan perekonomian, yang dapat menimbulkan adanya kecemburuan
sosial, dan kesejahteraan yang tidak merata. Perbedaan status sosial ekonomi
secara tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat terutama yang
berada pada lapisan bawah. Adanya perbedaan strata maupun status sosial juga
berdampak pada status kesehatan
seseorang.
Contohnya
:
Pada orang memiliki
kekayaan banyak dan orang dengan perekonomian rendah. Perhatikan gambar di
bawah ini !
Gambar 1 : Dilihat dari Kebutuhan
Nutrisinya
Dari gambar diatas dapat
disimpulkan bahwa : dengan kekayaan yang dimilki oleh masyarakat pada kelas
atas atau orang yang berpunya tentu saja kebutuhan nutrisinya dapat terpenuhi
dengan baik sehingga status gizinya juga baik.
Berbeda dengan masyarakat pada kelas bawah atau masyarakat dengan
perekonomian rendah dengan kemiskinan dan himpitan ekonomi yang semakin tinggi
menyebabkan kebutuhan nutrisinya tidak terpenuhi dengan baik sehingga dapat
menimbulkan berbagai penyakit, seperti Gizi buruk.
Gambar 2 : Di lihat dari Bentuk
Pelayanan Kesehatan yang diberikan
Gambar diatas memberikan
gambaran bahwa : orang yang memiliki kekayaan paling banyak akan ditempatkan
sebagai lapisan paling atas atau orang berpunya. Lapisan ini biasanya
mendapatkan perlakuan yang lebih istimewa jika dibanding dengan orang-orang
yang memiliki perekonomian yang rendah. Contohnya : Dalam hal pemberian pelayanan kesehatan.
Orang yang memiliki kekayaan biasanya ditempatkan di ruang VIV, hal ini
dikarenakan mereka mampu untuk membayar. Sedangkan orang-orang yang memiliki
perekonomian rendah biasanya ditempatkan pada bangsal-bangsal yang telah
disediakan, karena mereka hanya bisa mengandalkan BPJS dan JAMKESMAS yang
mereka miliki. Hal ini tentu saja dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang
karena orang di tempatkan di ruang VIV biasanya mendapatkan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan menyeluruh di
banding dengan yang ada di bangsal-bangsal.
Selain itu juga, keluarga
kelas menengah ke atas biasanya memiliki tabungan yang cukup dan ikut asuransi
kesehatan, sedangkan keluarga-keluarga miskin yang bekerja dengan upah harian,
ketika mereka sakit, maka akibat yang segera terjadi biasanya adalah mereka
terpaksa jatuh pada perangkap utang, dan pelan-pelan satu per satu barang yang
mereka miliki terpaksa dijual untuk menyambung hidup (Suyanto, 2003). Dengan alasan tidak lagi ada uang yang
tersisa, sering terjadi keluarga miskin
yang salah satu anggota keluarganya sakit akan memilih mengobati seadanya
dengan cara tradisional, yang ironisnya kadang justru membuat penyakit yang
mereka derita menjadi tidak kunjung sembuh.
Sementara itu, studi yang
dilakukan oleh Brooks (1975) menemukan bahwa kecenderungan terjadinya kematian
bayi ternyata dipengaruhi oleh tinggi-rendahnya kelas sosial orangtua. Semakin
tinggi kelas sosial orangtua, semakin kecil kemungkinan terjadinya kematian
bayi. Di kalangan kaum ibu yang kurang berpendidikan, terjadinya kematian bayi
relatif lebih tinggi karena tinggi-rendahnya tingkat pendidikan ibu erat
kaitannya dengan tingkat pengertiannya terhadap perawatan kesehatan, hygiene,
perlunya pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadarannya
terhadap kesehatan anak-anak dan keluarganya (Utomo, 1985).
DAFTAR PUSTAKA
Edo
Novan (2013). Stratifikasi Sosial. http://www.wodpres.com
http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail45465-Makalah-Stratifikasi-
Sosial.html
Sosial.html
Fariz
Fathul (2014). Makalah Stratifikasi
Sosial. http://www.academia.edu
No comments:
Post a Comment
jangan komen yang aneh-aneh