LAPORAN
PEDAHULUAN
PADA
KLIEN DENGAN MOLAHIDATIDOSA
A. Konsep Dasar Molahidatidosa
1.
Pengertian
Molahidatidosa
adalah Keadaan patologi dari khorion dengan sifat degenerasi kistik villi dan
perubahan hidrofik, tidak ada pembuluh darah janin, dan proliferasi trofoblas.
(Balai penerbit FKUI, 2006 : 41)
Molahidatidosa
adalah Kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili khoriolisnya mengalami
degenerasi hidrofik yang menyerupai anggur. (FK. UNPAD, 2005 : 28)
Molahidatidosa
adalah Suatu kehamilan patologik dimana korion mengalami beberapa hal sebagai
berikut :
a. Degenasi
hidrofik dan kistik dan vili khorealis.
b. Proliferasi
trofoblas.
c. Tidak
ditemukan pembuluh darah janin.
(Chrisdiono,
2004 : 90)
Molahidatidosa adalah
Kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka,
vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus
yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan
adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339)
Molahidatidosa adalah Kehamilan
abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya mengalami perubahan
hidrofobik.
(Mansjoer,
Arif, dkk, 2001 : 265)
2.
Klasifikasi
a. Mola
Hidatidosa Komplet
Gelembung-gelembung atau vesikula ini
bervariasi ukurannya mulai dari yang mudah terlihat sampai beberapa cm,
tanda-tanda mola hidatidosa komplet :
1) Degenerasi
hidropik dan pembengkakan stoma villus.
2) Tidak
adanya pembuluh darah dalam villi yang membengkak.
3) Proliferasi
epitel trofoblas sehingga mencapai derajat yang beragam.
4) Tidak
ditemukannya janin dalam amnion.
b. Mola
Hidatidosa Parsial
1) Digolongkan
mola hidatidosa parsial bila perubahan hidatidosa bersifat lokal serta belum
begitu jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantung amnion.
2) Sebagian
villi yang biasanya avaskuler terjadi pembengkakan hidatidosa yang berjalan
lambat, sementara villi lainnya yang vaskuler dengan sirkulasi darah fetus
plasenta yang masih berfungsi tidak mengalami perubahan.
3) Hyperplasia
trofoblastik yang terjadi lebih bersifat lokal daripada general.
Karakteristik
mola hidatidosa bentuk komplet dan parsial
Gambar
|
Mola Parsial |
Mola Komplet
|
Jaringan
embrio
|
Ada
|
Tidak ada
|
Pembengkakan
Hidatidosa
pada villi
|
Fokal
|
Difus
|
Hyperplasia
trofoblas
|
Fokal
|
Difus
|
Inklusi
stroma
|
Ada
|
Tidak ada
|
Koriotipe
|
Paternal dan maternal 69, XX atau
69, XYY-5%
|
Paternal 46, XX (86%) 46, XY (4%)
20%
|
Neoplasia
trofoblastik
|
Korio karsinoma jarang
|
3.
Etiologi
Penyebab mola hidatidosa belum
diketahui, tetapi faktor-faktor yang dapat menyebabkannya antara lain:
a. Faktor
ovum yaitu ovum memang sudah patologi sehingga mati tapi terlambat
dikeluarkan.
b. Imunoselektif
dari trofoblast.
c. Keadaan
sosial ekonomi rendah.
d. Paritas
tinggi.
e. Kekurangan
protein.
f.
Infeksi virus dan faktor kromosom belum
jelas.
g. Pada
wanita yang ovulasinya distimulasi dengan klomiferm (clomid).
h. Wanita
yang berada di kedua ujung masa reproduksi (awal batasan tahun atau
premenopause).
i.
Lebih banyak ditemukan pada etnik
mongoloid daripada kaukaoid.
j.
Genetik wanita dengan balanced
translocation mempunyai resiko lebih tinggi.
4.
Manifestasi
klinik
Gambaran klinik :
a. Perdarahan
pervaginam disertai keluarnya gelembung-gelembung seperti buah anggur
(gelembung mola).
b. Terjadi
gejala toksemia pada trimester I-III.
c. Terjadi
hiperemis gravidarum.
d. Dijumpai
gejala-gejala tirotoksitosis atau hipertiroid.
e. Kadang-kadang
dijumpai emboli paru.
f.
Amenore.
g. Preeklampsi.
h. Tidak
ditemukan tanda kehamilan pasti.
Pemeriksaan
fisik :
a. Uterus
lebih besar dari umur kehamilan/lebih kecil/lebih besar, TFU lebih tinggi dari
usia kehamilan.
b. Perdarahan
sedikit demi sedikit sampai perdarahan banyak dan pengeluaran gelembung mola.
Biasanya terjadi antara bulan 1-7 dengan rata-rata 12-14 minggu.
c. Dijumpai
kista lutein yang biasanya lebih besar dari kista lutein biasa.
d. Tidak
ada ballotement.
e. Tidak
dijumpai adanya DJJ (denyut jantung janin), walaupun ukuran kehamilan besar.
5.
Pemeriksaaan
penunjang
a. Pemeriksaan
kadar beta hCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG darah atau urin.
b. Uji
sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam
kanalis servikalis dan kayum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar
setelah ditarik sedikit. Bila tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara
Acosta-Sison).
c. Pemeriksaan
foto rontgen abdomen : tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan 3-4
bulan).
d. Pemeriksaan
ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow plake pattern) dan
tidak terlihat janin.
e. Pemeriksaan
foto thoraks : pada mola ada gambaran emboli udara.
f.
Pemeriksaan T3 dan T4 bila
tampak tanda-tanda tirotoksitosis atau hipertiroid.
6.
Penatalaksanaan
a. Diagnosis
dini akan menguntungkan prognosis.
b. Pemeriksaan
USG sangat membantu diagnosis.
c. Lakukan
pengosongan jaringan mola dengan segera.
d. Antisipasi
komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus).
e. Lakukan
pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun.
Selain
dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang
dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu :
a. Segera
lakukan evakuasi jaringan mola.
b. Sementara
proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl
atau RL dengan kecepatan 40-60 tpm (sebagai tindakan preventif terhadap
perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara
tepat).
c. Pengosongan
dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah
tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara
bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai.
d. Kenali
dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum,
selama dan setelah prosedur evakuasi.
e. Anemia
sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan
transfusi.
f.
Kadar hCG diatas 100.000 IU/L
praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar
uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar
uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu.
g. Selama
pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila
masih ingin mempunyai anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan
fertilisasi.
7.
Komplikasi
a. Perdarahan
yang hebat sampai syok, kalau tidak segera ditolong berakibat fatal.
b. Perdarahan
berulang-ulang mengakibatkan anemia
c. Infeksi
sekunder.
d. Perforasi
karena keganasan dan karena tindakan.
e. Menjadi
ganas (PTG) pada kira-kira 18-20% kasus akan menjadi moladestrues atau
koriokarsinoma.
f.
Hiperemesis gravidarum (2-10% pasien).
g. Preeklampsi
(12-20% pasien).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan
sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya, sehingga dapat diketahui
masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji :
a. Biodata
identitas klien dan penanggung yang
meliputi : nama, umur, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan,
status perkawinan, perkawinan ke-, lamanya perkawinann dan alamat.
b. Keluhan
utama
Kaji adanya menstruasi tidak lancar
dan adanya perdarahan pervaginam berulang.
c. Riwayat
kesehatan yang terdiri atas :
1) Riwayat
kesehatan sekarang
Keluhan sampai saat klien pergi ke
Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar
siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2) Riwayat
kesehatan masa lalu.
3) Riwayat
pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah
dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan
tersebut berlangsung.
d. Riwayat
penyakit yang pernah dialami
Kaji adanya penyakit yang pernah
dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah
ginekologi/urinaria, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
e. Riwayat
kesehatan keluarga
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram
tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular
yang terdapat dalam keluarga.
f.
Riwayat kesehatan reproduksi
Kaji tentang mennorhoe, siklus
menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe
serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya.
g. Riwayat
kehamilan, persalinan, dan nifas
Kaji bagaimana keadaan anak klien
mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan
anaknya.
h. Riwayat
seksual
Kaji mengenai aktivitas seksual
klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluhan yang menyertainya.
i.
Riwayat pemakaian obat
Kaji riwayat pemakaian obat-obatan
kontrasepsi oral, obat digitalis, dan jenis obat lainnya.
j.
Pola aktivitas sehari-hari
Kaji mengenai nutrisi, cairan dan
elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan,
baik sebelum dan saat sakit.
Pemeriksaan fisik :
1) Inspeksi
Inspeksi adalah proses observasi yang
sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi
indera pendengaran dan penghidung. Hal yang perlu diinspeksi, antara lain : Mengobservasi
kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola
pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan
postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fisik, dan seterusnya.
2) Palpasi
Palpasi adalah menyentuh atau menekan
permukaan luar tubuh dengan jari.
a) Sentuhan
: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur
kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
b) Tekanan
: menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau
mencubit kulit untuk mengamati turgor.
c) Pemeriksaan
dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal.
3) Perkusi
Perkusi adalah melakukan ketukan
langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan
informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya.
a) Menggunakan
jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya
cairan , massa atau konsolidasi.
b) Menggunakan
palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki
bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau
tidak.
4) Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi
dalam tubuh dengan bantuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan
bunyi yang terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk
tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru, abdomen untuk bising usus/
peristaltik usus atau DJJ (denyut jantung janin).
Pemeriksaan
laboaratorium :
1) Darah
dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsy, pap smear.
2) Keluarga
berencana : kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB. Apakah klien setuju.
Apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa
Data-data
lain :
1) Kaji
mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di rumah
sakit. Data psikososial.
2) Kaji
orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang
menjadi beban pikiran klien, dan mekanisme koping yang digunakan.
3) Status
sosial ekonomi : kaji masalah finansial klien
4) Data
spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap tuhan YME dan kegiatan yang
biasa dilakukan.
2.
Diagnosa
keperawatan
a. Nyeri
berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
b. Intoleran
aktivitas berhubungan dengan kelemahan
c. Gangguan
pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
d. Gangguan
rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
e. Kecemasan
berhubungan dengan status kesehatan
3.
Intervensi
No. Diagnosa
|
Diagnosa Keperawatan
|
Rencana Asuhan
Keperawatan
|
Rasional
|
|
Tujuan &
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|||
I
|
Nyeri
berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan nyeri pasien dapat
berkurang dengan kriteria hasil:
·
Klien mampu
melakukan tindakan pertolongan non-analgetik, seperti napas dalam, relaksasi
dan distraksi.
·
Klien mampu
mengontrol nyeri.
·
Ekspresi wajah
klien rileks.
·
Klien melaporkan
adanya penurunan tingkat nyeri dalam rentang sedang (4-6) hingga nyeri ringan
(1-3)
·
Klien melaporkan
dapat beristirahat dengan nyaman.
·
Tanda-tanda
vital dalam batsa normal :
Nadi (80-100x/menit).
Tekanan
darah (120/80 mmHG).
Frekuensi
pernafasan (12-20 x/menit)
|
1)
Kaji secara
komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor pencetus.
2)
Observasi tanda-tanda vital tiap 8
jam.
3)
Ajarkan klien
untuk melakukan teknik relaksasi.
4)
Beri posisi yang nyaman.
5)
Kolaborasi dalam pemberian
analgesik.
|
1)
Pengkajian nyeri
secara komphrehensif dapat membantu perawat dalam mengetahui
tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat menentukan intervensi yang tepat.
2)
Perubahan tanda-tanda vital
terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang
dialami oleh klien.
3)
Teknik relaksasi dapat membuat
klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien
terhadap nyeri, sehingga dapat membantu mengurangi nyeri yang dirasakan.
4)
Posisi yang nyaman dapat
menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri.
5)
Obat-obatan analgetik akan memblok
reseptor nyeri sehingga nyeri tidak dapat dipersepsikan.
|
II
|
Intoleran
aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x 24 jam, diharapkan klien akan menunjukkan terpenuhinya
kebutuhan rawat diri dengan kriteria hasil :
·
Kebutuhan personal hygiene terpenuhi.
·
Klien tampak rapi dan bersih.
|
1)
Kaji kemampuan klien dalam memenuhi
rawat diri.
2)
Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
3)
Anjurkan klien untuk melakukan
aktifitas sesuai kemampuannya.
4)
Anjurkan keluarga klien untuk
selalu berada didekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien.
|
1)
Mengetahui tingkat
kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu
klien memenuhi kebutuhan hygienenya.
2)
Kebutuhan hygienenya klien
terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat.
3)
Pelaksanaan aktivitas dapat
membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian
dalam memenuhi kebutuhannya.
4)
Membantu memenuhi kebutuhan klien
yang tidak terpenuhi secara mandiri.
|
III
|
Gangguan
pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x 24 jam, diharapkan klien akan mengungkapkan pola tidurnya
tidak terganggu dengan kriteria hasil :
·
Klien dapat tidur 7-8 jam per hari.
·
Konjungtiva tidak enemis.
|
1)
Kaji pola tidur klien.
2)
Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
3)
Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur.
4)
Batasi jumlah penjaga klien.
5)
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat
tidur diazepam.
|
1)
Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan
dalam menetukan intervensi selanjutnya.
2)
Memberikan kesempatan pada klien untuk istirahat.
3)
Susu mengandung protein yang tinggi, sehingga dapat
merangsang untuk tidur.
4) Dengan jumlah
penjaga klien yang dibatasi, maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi.
Sehingga klien dapat istirahat.
5) Diazepam
berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur
|
IV
|
Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x 24 jam, diharapkan klien akan menunjukkan tidak terjadi
panas dengan kriteria hasil :
·
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Nadi (80-100x/menit).
Tekanan
darah (120/80 mmHG).
Frekuensi
pernafasan (12-20 x/menit)
Suhu
(36,5-37,5°C)
·
Klien tidak mengalami komplikasi.
|
1) Pantau suhu
klien, perhatikan menggigil/diforesis.
2) Pantau suhu
lingkungan.
3) Anjurkan untuk
minum air hangat dalam jumlah yang banyak.
4) Berikan kompres
hangat.
5) Kolaborasi dalam
pemberian antipiretik
|
1)
Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses
infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa.
2)
Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu
harus mendekati normal.
3) Minum banyak
dapat membantu menurunkan demam.
4) Kompres hangat
dapat membantu penyerapan panas, sehingga dapat menurunkan suhu tubuh.
5) Antipiretik
digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipotalamus.
|
V
|
Kecemasan
berhubungan dengan status kesehatan
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x 24 jam, diharapkan klien akan menunjukkan kecemasan
berkurang/hilang dengan kriteria hasil :
·
Ekspresi wajah tenang.
·
Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.
|
1) Kaji tingkat
kecemasan klien.
2) Beri kesempatan
pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
3) Mendengar
keluhan klien dengan empati.
4) Jelaskan pada
klien tentang proses penyakitnya dan terapi yang diberikan.
5) Beri dorongan
spiritual/spirit.
|
1) Mengetahui
sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien.
2) Ungkapkan
perasaan dapat memberikan rasa lega, sehingga mengurangi kecemasan.
3) Dengan
mendengarkan keluhan klien secara empati, maka klien akan merasa
diperhatikan.
4) Menambah
pengetahuan klien, sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya.
5) Menciptakan
ketenangan batin, sehingga kecemasan dapat berkurang.
|
DAFTAR PUSTAKA
Sinclair, Constance. 2010. Buku saku kebidanan.
Jakarta : EGC.
Datta, Misha dll. 2010. Rujukan cepat
obstetri dan ginekologi. Jakarta : EGC.
Balai penerbit FKUI. 2006. Standar pelayanan
medik obstetri dan ginekologi. Jakarta : Gaya baru.
Achadiat, Chrisdiono M..
2004. Presedur tetap obstetri dan ginekologi. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda. 2001. Buku Saku
Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 1999. Ilmu
Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Fakultas Kedokteran UNPAD.
1998. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Offset.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis
Obstetri Edisi 2. Jakarta : EGC.
No comments:
Post a Comment
jangan komen yang aneh-aneh