9/10/2018

LAPORAN PEDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN MOLAHIDATIDOSA


LAPORAN PEDAHULUAN
PADA KLIEN DENGAN MOLAHIDATIDOSA

A.    Konsep Dasar Molahidatidosa
1.      Pengertian
Molahidatidosa adalah Keadaan patologi dari khorion dengan sifat degenerasi kistik villi dan perubahan hidrofik, tidak ada pembuluh darah janin, dan proliferasi trofoblas. (Balai penerbit FKUI, 2006 : 41)
Molahidatidosa adalah Kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili khoriolisnya mengalami degenerasi hidrofik yang menyerupai anggur. (FK. UNPAD, 2005 : 28)
Molahidatidosa adalah Suatu kehamilan patologik dimana korion mengalami beberapa hal sebagai berikut :
a.       Degenasi hidrofik dan kistik dan vili khorealis.
b.      Proliferasi trofoblas.
c.       Tidak ditemukan pembuluh darah janin.
(Chrisdiono, 2004 : 90)
Molahidatidosa adalah Kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339)
Molahidatidosa adalah Kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik.
(Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 265)

2.      Klasifikasi
a.       Mola Hidatidosa Komplet
Gelembung-gelembung atau vesikula ini bervariasi ukurannya mulai dari yang mudah terlihat sampai beberapa cm, tanda-tanda mola hidatidosa komplet :
1)      Degenerasi hidropik dan pembengkakan stoma villus.
2)      Tidak adanya pembuluh darah dalam villi yang membengkak.
3)      Proliferasi epitel trofoblas sehingga mencapai derajat yang beragam.
4)      Tidak ditemukannya janin dalam amnion.
b.      Mola Hidatidosa Parsial
1)      Digolongkan mola hidatidosa parsial bila perubahan hidatidosa bersifat lokal serta belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantung amnion.
2)       Sebagian villi yang biasanya avaskuler terjadi pembengkakan hidatidosa yang berjalan lambat, sementara villi lainnya yang vaskuler dengan sirkulasi darah fetus plasenta yang masih berfungsi tidak mengalami perubahan.
3)      Hyperplasia trofoblastik yang terjadi lebih bersifat lokal daripada general.

Karakteristik mola hidatidosa bentuk komplet dan parsial
Gambar

Mola Parsial

Mola Komplet
Jaringan embrio
Ada
Tidak ada
Pembengkakan
Hidatidosa pada villi
Fokal
Difus
Hyperplasia trofoblas
Fokal
Difus
Inklusi stroma
Ada
Tidak ada
Koriotipe
Paternal dan maternal 69, XX atau 69, XYY-5%
Paternal 46, XX (86%) 46, XY (4%) 20%
Neoplasia trofoblastik
Korio karsinoma jarang


3.      Etiologi
Penyebab mola hidatidosa belum diketahui, tetapi faktor-faktor yang dapat menyebabkannya antara lain:
a.       Faktor ovum yaitu ovum memang sudah patologi sehingga mati tapi terlambat dikeluarkan. 
b.      Imunoselektif dari trofoblast.
c.       Keadaan sosial ekonomi rendah.
d.      Paritas tinggi.
e.       Kekurangan protein.
f.        Infeksi virus dan faktor kromosom belum jelas.
g.      Pada wanita yang ovulasinya distimulasi dengan klomiferm (clomid).
h.      Wanita yang berada di kedua ujung masa reproduksi (awal batasan tahun atau premenopause).
i.        Lebih banyak ditemukan pada etnik mongoloid daripada kaukaoid.
j.        Genetik wanita dengan balanced translocation mempunyai resiko lebih tinggi.

4.      Manifestasi klinik
Gambaran klinik :
a.       Perdarahan pervaginam disertai keluarnya gelembung-gelembung seperti buah anggur (gelembung mola).
b.      Terjadi gejala toksemia pada trimester I-III.
c.       Terjadi hiperemis gravidarum.
d.      Dijumpai gejala-gejala tirotoksitosis atau hipertiroid.
e.       Kadang-kadang dijumpai emboli paru.
f.        Amenore.
g.      Preeklampsi.
h.      Tidak ditemukan tanda kehamilan pasti.
Pemeriksaan fisik :
a.       Uterus lebih besar dari umur kehamilan/lebih kecil/lebih besar, TFU lebih tinggi dari usia kehamilan.
b.      Perdarahan sedikit demi sedikit sampai perdarahan banyak dan pengeluaran gelembung mola. Biasanya terjadi antara bulan 1-7 dengan rata-rata 12-14 minggu.
c.       Dijumpai kista lutein yang biasanya lebih besar dari kista lutein biasa.
d.      Tidak ada ballotement.
e.       Tidak dijumpai adanya DJJ (denyut jantung janin), walaupun ukuran kehamilan besar.

5.      Pemeriksaaan penunjang
a.       Pemeriksaan kadar beta hCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG darah atau urin.
b.      Uji sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kayum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit. Bila tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison).
c.       Pemeriksaan foto rontgen abdomen : tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan 3-4 bulan).
d.      Pemeriksaan ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow plake pattern) dan tidak terlihat janin.
e.       Pemeriksaan foto thoraks : pada mola ada gambaran emboli udara.
f.        Pemeriksaan T3 dan T4 bila tampak tanda-tanda tirotoksitosis atau hipertiroid.

6.      Penatalaksanaan
a.       Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.
b.      Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis.
c.       Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.
d.      Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus).
e.       Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun.
Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu :
a.       Segera lakukan evakuasi jaringan mola.
b.      Sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tpm (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat).
c.       Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai.
d.      Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi.
e.       Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi.
f.         Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif  (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu.
g.      Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin mempunyai anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi.

7.      Komplikasi
a.       Perdarahan yang hebat sampai syok, kalau tidak segera ditolong berakibat fatal.
b.      Perdarahan berulang-ulang mengakibatkan anemia
c.       Infeksi sekunder.
d.      Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.
e.       Menjadi ganas (PTG) pada kira-kira 18-20% kasus akan menjadi moladestrues atau koriokarsinoma.
f.        Hiperemesis gravidarum (2-10% pasien).
g.      Preeklampsi (12-20% pasien).

B.     Konsep Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya, sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji :
a.       Biodata
identitas klien dan penanggung yang meliputi : nama, umur, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke-, lamanya perkawinann dan alamat.
b.      Keluhan utama
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang.



c.       Riwayat kesehatan yang terdiri atas :
1)      Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2)      Riwayat kesehatan masa lalu.
3)      Riwayat pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
d.      Riwayat penyakit yang pernah dialami
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinaria, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
e.       Riwayat kesehatan keluarga
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
f.        Riwayat kesehatan reproduksi
Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya.
g.      Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas
Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
h.      Riwayat seksual
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluhan yang menyertainya.
i.        Riwayat pemakaian obat
Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral, obat digitalis, dan jenis obat lainnya.
j.        Pola aktivitas sehari-hari
Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.

Pemeriksaan fisik :
1)      Inspeksi
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung. Hal yang perlu diinspeksi, antara lain : Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fisik, dan seterusnya.
2)      Palpasi
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
a)      Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
b)      Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.
c)      Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal.
3)      Perkusi
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya.
a)      Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
b)      Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak.
4)      Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bantuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru, abdomen untuk bising usus/ peristaltik usus atau DJJ (denyut jantung janin).


Pemeriksaan laboaratorium :
1)      Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsy, pap smear.
2)      Keluarga berencana : kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB. Apakah klien setuju. Apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa

Data-data lain :
1)      Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di rumah sakit. Data psikososial.
2)      Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien, dan mekanisme koping yang digunakan.
3)      Status sosial ekonomi : kaji masalah finansial klien
4)      Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap tuhan YME dan kegiatan yang biasa dilakukan.

2.      Diagnosa keperawatan
a.       Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
b.      Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
c.       Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
d.      Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
e.       Kecemasan berhubungan dengan status kesehatan















3.      Intervensi

No. Diagnosa
Diagnosa Keperawatan
Rencana Asuhan Keperawatan
Rasional
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi

I

Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan nyeri pasien dapat berkurang dengan kriteria hasil:
·         Klien mampu melakukan tindakan pertolongan non-analgetik, seperti napas dalam, relaksasi dan distraksi.
·         Klien mampu mengontrol nyeri.
·         Ekspresi wajah klien rileks.
·         Klien melaporkan adanya penurunan tingkat nyeri dalam rentang sedang (4-6) hingga nyeri ringan (1-3)
·         Klien melaporkan dapat beristirahat dengan nyaman.
·         Tanda-tanda vital dalam batsa normal :
Nadi  (80-100x/menit).
Tekanan darah (120/80 mmHG).
Frekuensi pernafasan (12-20 x/menit)



1)      Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor pencetus.


2)      Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam.




3)      Ajarkan klien untuk melakukan teknik relaksasi.








4)      Beri posisi yang nyaman.



5)      Kolaborasi dalam pemberian analgesik.


1)      Pengkajian nyeri secara komphrehensif dapat membantu perawat dalam mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat menentukan intervensi yang tepat.

2)      Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien.

3)      Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri, sehingga dapat membantu mengurangi nyeri yang dirasakan.


4)      Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri.

5)      Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidak dapat dipersepsikan.


II

Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam, diharapkan klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri dengan kriteria hasil :
·         Kebutuhan personal hygiene terpenuhi.
·         Klien tampak rapi dan bersih.


1)      Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri.





2)      Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.


3)      Anjurkan klien untuk melakukan aktifitas sesuai kemampuannya.




4)      Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada didekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien.


1)      Mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien memenuhi kebutuhan hygienenya.

2)      Kebutuhan hygienenya klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat.

3)      Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya.

4)      Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri.

III


Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam, diharapkan klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu dengan kriteria hasil :
·         Klien dapat tidur 7-8 jam per hari.
·         Konjungtiva tidak enemis.


1)      Kaji pola tidur klien.




2)      Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.

3)      Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur.


4)      Batasi jumlah penjaga klien.




5)      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat tidur diazepam.

1)      Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menetukan intervensi selanjutnya.

2)      Memberikan kesempatan pada klien untuk istirahat.

3)      Susu mengandung protein yang tinggi, sehingga dapat merangsang untuk tidur.

4)      Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi, maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi. Sehingga klien dapat istirahat.

5)      Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur

IV
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam, diharapkan klien akan menunjukkan tidak terjadi panas dengan kriteria hasil :   
·         Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Nadi  (80-100x/menit).
Tekanan darah (120/80 mmHG).
Frekuensi pernafasan (12-20 x/menit)
Suhu (36,5-37,5°C)
·         Klien tidak mengalami komplikasi.


1)      Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diforesis.



2)      Pantau suhu lingkungan.



3)      Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak.

4)      Berikan kompres hangat.




5)      Kolaborasi dalam pemberian antipiretik

1)      Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa.                                   

2)      Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal.

3)      Minum banyak dapat membantu menurunkan demam.

4)      Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas, sehingga dapat menurunkan suhu tubuh.

5)      Antipiretik digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipotalamus.


V

Kecemasan berhubungan dengan status kesehatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam, diharapkan klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang dengan kriteria hasil :
·         Ekspresi wajah tenang.
·         Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.


1)      Kaji tingkat kecemasan klien.



2)      Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.


3)      Mendengar keluhan klien dengan empati.

4)      Jelaskan pada klien tentang proses penyakitnya dan terapi yang diberikan.

5)      Beri dorongan spiritual/spirit.

1)      Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien.

2)      Ungkapkan perasaan dapat memberikan rasa lega, sehingga mengurangi kecemasan.

3)      Dengan mendengarkan keluhan klien secara empati, maka klien akan merasa diperhatikan.
4)      Menambah pengetahuan klien, sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya.

5)      Menciptakan ketenangan batin, sehingga kecemasan dapat berkurang.




      


















DAFTAR PUSTAKA


Sinclair, Constance. 2010. Buku saku kebidanan. Jakarta : EGC.
Datta, Misha dll. 2010. Rujukan cepat obstetri dan ginekologi. Jakarta : EGC.
Balai penerbit FKUI. 2006. Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi. Jakarta : Gaya baru.
Achadiat, Chrisdiono M.. 2004. Presedur tetap obstetri dan ginekologi. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Fakultas Kedokteran UNPAD. 1998. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Offset.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Edisi 2. Jakarta : EGC.



No comments:

Post a Comment

jangan komen yang aneh-aneh