BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A.
Konsep Dasar Mioma Uteri
1.
Pengertian
Mioma
uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
yang menumnpang, sehingga dalam kepustakaan
dikenal dengan istilah Fibromioma, leiomioma, atau fibroid (Mansjoer,
2007).
Mioma
Uteri adalah suatu tumor jinak, berbatas tegas, tidak berkapsul, yang berasal
dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri,
leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak
yang paling sering ditemukan pada traktus genitalia wanita,terutama wanita usai
produktif. Walaupun tidak sering, disfungsi reproduksi yang dikaitkan dengan
mioma mencakup infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur, dan
malpresentasi (Crum, 2003).
2.
Klasifikasi
Mioma umumnya
digolongkan berdasarkan lokasi dan ke arah mana mereka tumbuh. Klasifikasinya
sebagai berikut :
a.
Mioma intramural
merupakan mioma
yang paling banyak ditemukan. Sebagian besar tumbuh di antara lapisan uterus
yang paling tebal dan paling tengah, yaitu miometrium.
b.
Mioma subserosa
merupakan mioma
yang tumbuh keluar dari lapisan uterus yang paling luar, yaitu serosa dan
tumbuh ke arah rongga peritonium. Jenis mioma ini bertangkai (pedunculated)
atau memiliki dasar lebar. Apabila terlepas dari induknya dan berjalan-jalan
atau dapat menempel dalam rongga peritoneum disebut wandering/parasitic fibroid. Ditemukan kedua terbanyak.
c.
Mioma submukosa
merupakan mioma
yang tumbuh dari dinding uterus paling dalam sehingga menonjol ke dalam uterus.
Jenis ini juga dapat bertangkai atau berdasarkan lebar. Dapat tumbuh bertangkai
menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks, yang disebut mioma
geburt (Chelmow, 2005)
3.
Etiologi
a.
Etiologi pasti mengenai
mioma uteri belum diketahui.
b.
Peningkatan
reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma uteri .mempengarui pertumbuhan tumor.
c.
Faktor
predisposisi yang bersifat herediter, telah diidentifikasi kromosom yang
membawa 145 gen yang diperkirakan berpengaruh pada pertumbuhan fibroid.
Sebagian ahli mengatakan bahwa fibroid uteri diwariskan dari gen sisi paternal.
d.
Mioma biasanya
membesar pada saat kehamilan dan mengecil setelah menopausejarang ditemukan
sebelum menarke (Crum, 2005).
Faktor Risiko
terjadinya mioma uteri yaitu:
1)
Usia penderita
Mioma uteri
ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan sekitar 40%-50% pada
wanita usia di atas 40 tahun (Suhatno, 2007). Mioma uteri jarang ditemukan
sebelum menarke (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada wanita menopause
mioma uteri ditemukan sebesar 10% (Joedosaputro, 2005).
2)
Hormon endogen
(Endogenous Hormonal)
Konsentrasi
estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi daripada jaringan miometrium
normal. (Djuwantono, 2005).
3)
Riwayat Keluarga
Wanita dengan
garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali
kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis
keturunan penderita mioma uteri. (Parker, 2007)
4)
Indeks Massa Tubuh
(IMT)
Obesitas juga
berperan dalam terjadinya mioma uteri. (Parker, 2007)
5)
Makanan
Dilaporkan bahwa
daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging babi menigkatkan
insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri
(Parker, 2007).
6)
Kehamilan
Kehamilan dapat
mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar esterogen dalam kehamilan dan
bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini mempercepat pembesaran mioma
uteri (Manuaba, 2003).
7)
Paritas
Mioma uteri lebih
banyak terjadi pada wanita dengan multipara dibandingkan dengan wanita yang
mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua) kali (Khashaeva,
1992).
4.
Patofisiologi
Mioma
uteri terjadi karena adanya sel-sel yang belum matang dan pengaruh hormone
estrogen yang menyebabkan submukosa yang ditandai dengan pecahnya pembuluh
darah dan intranurel, sehingga terjadi kontraksi otot uterus yang menyebabkan
terjadinya perdarahan pervagina yang lama dan banyak.
Dengan
adanya perdarahan pervagina lama dan banyak akan terjadi resiko tinggi
kekurangan volume cairan dan gangguan peredaran darah ditandai dengan adanya
nekrosa dan perlengketan sehingga timbul rasa nyeri. Penatalaksanan pada mioma
uteri adalah operasi jika informasi tidak adekuat, kurang support dari
keluarga, dan kurangnya pengetahuan dapat mengakibatkan cemas.
Pada
post operasi akan terjadi terputusnya integritas jaringan kulit dan robekan
pada jaringan saraf perifer sehingga terjadi nyeri akut. Terputusnya integritas
jaringan kulit mempengaruhi proses epitalisasi dan pemabatasan akitivitas, maka
terjadi perubahan pola aktivitas. Kerusakan jaringan juga mengakibatkan
terpaparnya agen infeksius yang mempengaruhi resiko tinggi infeksi.
Pada
pasien post operasi akan terpengaruh obat anastesi yang engakibatkan depresi
pusat pernapasan dan penurunan kesadaran sehingga pola napas tidak efektif.
(Prawiroharjo, S. 1999)
5.
Menifestasi Klinis
Gejala
yang timbul sangat tergantung pada tempat mioma, besarnya tumor, perubahan dan
komplikasi yang terjadi. Gejala yang mungkin timbul diantaranya:
a.
Perdarahan
abnormal, berupa hipermenore, menoragia dan metroragia. Faktor-faktor yang
menyebabkan perdarahan antara lain:
1)
Terjadinya hiperplasia
endometrium sampai adenokarsinoma endometrium karena pengaruh ovarium.
2)
Permukaan
endometrium yang lebih luas daripada biasanya.
3)
Atrofi endometrium
di atas mioma submukosum.
4)
Miometrium tidak
dapat berkontraksi optimal karena adanya mioma di antara serabut myometrium.
b.
Rasa nyeri yang
mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai
nekrosis setempat dan peradangan. Nyeri terutama saat menstruasi.
c.
Pembesaran perut
bagian bawah.
d.
Uterus membesar
merata.
e.
Infertilitas.
f.
Perdarahan setelah
bersenggama.
g.
Dismenore.
h.
Abortus berulang.
i.
Poliuri, retention
urine, konstipasi serta edema tungkai dan nyeri panggul.
(Chelmow, 2005)
6.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis mioma uteri , sebagai
berikut :
a.
Ultra Sonografi
(USG), untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan
keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan
Computerized Tomografi Scanning (CT scan) ataupun Magnetic Resonance Image (
MRI), tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal.
b.
Foto Bulk Nier
Oversidth (BNO), Intra Vena Pielografi (IVP) pemeriksaaan ini penting untuk
menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan
ureter.
c.
Histerografi dan
histerokopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan infertilitas.
d.
Laparoskopi untuk
mengevaluasi massa pada pelvis.
e.
Laboratorium:
hitung darah lengkap dan apusan darah, untuk menilai kadar hemoglobin dan
hematokrit serta jumlah leukosit.
f.
Tes kehamilan
adalah untuk tes hormon Chorionic gonadotropin, karena bisa membantu dalam
mengevaluasi suatu pembesaran uterus, apakah oleh karena kehamilan atau oleh
karena adanya suatu mioma uteri yang dapat menyebabkan pembesaran uterus
menyerupai kehamilan.
7.
Penatalaksanaan
Penanganan yang dapat
dilakukan ada dua macam yaitu penangan secara konservatif dan penangan secara
operatif.
a.
Penanganan secara
konservatif
1)
Observasi dengan
pemeriksaan pelvis secara periodic setiap 3-6 bulan.
2)
Monitor keadaan
Hb.
3)
Bila anemia, Hb
< 8 g% transfuse PRC.
4)
Pemberian zat
besi.
5)
Penggunaan agonis
GnRH untuk mengurangi ukuran mioma.
b.
Penanganan
operatif, bila :
1)
Ukuran tumor lebih
besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
2)
Pertumbuhan tumor
cepat.
3)
Mioma subserosa
bertangkai dan torsi.
4)
Bila dapat menjadi
penyulit pada kehamilan berikutnya.
5)
Hipermenorea pada
mioma submukosa.
6)
Penekanan pada
organ sekitarnya.
7)
Infertilitas
8)
Meningkatnya
pertumbuhan mioma (Moore, 2001).
Jenis operasi yang dapat dilakukan adalah :
1)
Enukleasi mioma
Dilakukan pada
penderita infertile atau yang masih menginginkan anak atau mempertahankan
uterus demi kelangsungan fertilitas.
2)
Histerektomi
Histerektomi
adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat rahim, baik sebagian
(subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total) berikut serviks uteri
(Prawirohardjo, 2001). Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak
menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki mioma yang simptomatik
atau yang sudah bergejala. Ada dua cara histerektomi, yaitu :
a)
Histerektomi
abdominal, dilakukan bila tumor besar terutama mioma intraligamenter, torsi dan
akan dilakukan ooforektomi.
b)
Histerektomi
vaginal, dilakukan bila tumor kecil (ukuran < uterus gravida 12 minggu) atau
disertai dengan kelainan di vagina misalnya rektokel, sistokel atau enterokel (Callahan,
2005).
3)
Miomektomi
Miomektomi adalah
pengambila mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Apabila wanita sudah dilakukan
miomektomi kemungkinan dapat hamil sekitar 30-50%. Dan perlu disadari oleh
penderita bahwa setelah dilakukan miomektomi harus dilanjutkan histerektomi.
B.
Konsep Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Pengkajian adalah
langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan secara keseluruhan. Pengkajian
awal terdiri dari tiga tahapan yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data atau
analisa data dan perumusan diagnose keperawatan.
a.
Pengumpulan data
Pengumpulan data
merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi (data-data) dari klien. Data yang
dapat dikumpulkan pada klien sesudah pembedahan Total Abdominal Histerektoni
dan Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO) adalah sebagai berikut :
Usia :
1)
Mioma biasanya
terjadi pada usia repoduktif, paling sering ditemukan pada usia 35 tahun
keatas.
2)
Makin tua usia
maka toleransi terhadap nyeri akan berkurang.
3)
Orang dewasa
mempunyai adanya mengetahui cara efektif dalam menyesuaikan diri terutama
terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya akibat tindakan TAH-BSO.
b.
Keluhan utama
Keluhan yang
timbul pada hamper tiap jenis operasi adalah rasa nyeri karena terjadinya
tolerant tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah biasanya
berlangsung 24-48 jam.
c.
Riwayat reproduksi
1)
Menstruasi
Kaji tentang
riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak pernah ditemukan
sebelum menarche dan mengalami atrofi pada masa menopause.
2)
Kehamilan dan
Persalinan
Kehamilan
mempengaruhi pertumbuhan mioma, sebab mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil
ini dihubungkan dengan hormone estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam jumlah
yang besar. Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi psikologi klien
dan keluarga terhadap hilangnya organ kewanitaan.
d.
Data psikologi
Pengangkatan organ
reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap emosional klien dan diperlukan
waktu untuk memulai perubahan yang terjadi. Organ reproduksi merupakan komponen
kewanitaan, wanita melihat fungsi menstruasi sebagai lambing feminist, sehingga
berhentinya menstruasi bisa dirasakan sebagai hilangnya perasaan kewanitaan.
Perasaan seksualitas
dalam arti hubungan seksual perlu ditangani. Beberapa wanita merasa cemas bahwa
seksualitas terhalangi atau hilangnya kepuasan. Pengetahuan klien tentang
dampak yang akan terjadi sangat perlu persiapan psikologi klien.
e.
Status respiratori
Respirasi biasanya
meingkat atau menurun, pernafasan yang ribur dapat terdengar tanpa stetoskop.
Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang atau akibat terdapat secret.
Suara paru yang kasar merupakan gejala terdapat secret pada saluran napas.
Usaha batuk dan bernafas dalam dilaksanakan segera pada klien yang memakai
anastesi general.
f.
Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran
dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus dijawab oleh klien atau di
suruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman
sampai ngantuk, harus di obeservasi dan penurunan tingkat kesadaran merupakan
gejala syok.
g.
Status urinaria
Retensi urine
paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi, klien yang hidrasinya baik
biasanya kencing setelah 6-8 jam setelah pembedahan. Jumlah output urine yang
sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat anastesi.
h.
Status
gastrointestinal
Fungsi
gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah pembedahan, tergantung
pada kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal. Ambulatori dan kompres
hangat perlu diberikan untuk menghilangkan dan dalam usus.
i.
Pemeriksaan fisik
1)
Palpasi abdomen
didapatkan tumor di abdomen bagian bawah.
2)
Pemeriksaan
ginekologik dengan pemeriksaan bimanual didapatkan tumor tersebut menyatu
dengan Rahim atau mengisi kavum douglasi.
3)
Konsultasi padat,
kenyal, permukaan tumor umunya rata.
j.
Pemeriksaan luar
Teraba masa tumor
pada abdomen bagian bawah serta pergerakkan yumor dapat terbatas atau bebas.
k.
Pemeriksaan dalam
Teraba tumor yang berasal
dari rahim dan pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas dan inti ditemukan
secara kebetulan.
2.
Diagnosa keperawataan
a.
Pre operasi :
1)
Nyeri berhubungan
dengan nekrosa dan perlengketan.
2)
Cemas berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang proses atau tindakan operasi.
3)
Resiko kekurangan
volume cairan tubuh berhubungan dengan perdarahan dan muntah.
b.
Post operasi :
1)
Nyeri akut
berhubungan dengan robekkan pada jaringan saraf perifer.
2)
Pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan ketidaknyamanan pasca.
3)
Perubahan pola
aktivitas berhubungan dengan pembatasan aktivitas setelah operasi.
4)
Resiko tinggi
infeksi berhubungan dengan trauma pada kulit atau tindakan operasi.
3.
Intervensi
Pre Operasi :
No. Diagnosa
|
Diagnosa Keperawatan
|
Rencana Asuhan
Keperawatan
|
Rasional
|
|
Tujuan &
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|||
I
|
Nyeri berhubungan dengan nekrosa dan
perlengketan.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan nyeri pasien dapat
berkurang dengan kriteria hasil:
·
Klien mampu melakukan
tindakan pertolongan non-analgetik, seperti napas dalam, relaksasi dan
distraksi.
·
Klien mampu
mengontrol nyeri.
·
Ekspresi wajah
klien rileks.
·
Klien melaporkan
adanya penurunan tingkat nyeri dalam rentang sedang (4-6) hingga nyeri ringan
(1-3)
·
Klien melaporkan
dapat beristirahat dengan nyaman.
·
Tanda-tanda
vital dalam batsa normal :
Nadi (80-100x/menit).
Tekanan
darah (120/80 mmHG).
Frekuensi
pernafasan (12-20 x/menit)
|
1)
Kaji secara
komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor pencetus.
2)
Ajarkan
penggunaan teknik non-farmakologi (seperti: relaksasi, guided imagery, terapi
musik, dan distraksi).
3)
Berikan
informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan
pencegahan.
4)
Kolaborasi dalam
pemberian analgetik sesuai dengan anjuran.
|
1)
Pengkajian nyeri
secara komphrehensif dapat membantu perawat dalam menentukkan tindakan
keperawatan selanjtnya.
2)
Teknik
non-farmokologi dapat membantu menurunkan rasa nyeri sehingga pasien bisa
dengan mandiri mengurangi rasa nyeri.
3)
Infomasi yang
diberikan kepada dapat membantu klien dalam mengetahui perkembangan kesehatan
dan penykitnya sehingga klien tidak merasa cemas selama mengikuti program
perawatan.
4)
Analgetik yang
diberikan dapat mengurangi/menghilangkan rasa nyeri pada pasien.
|
II
|
Cemas berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang proses atau tindakan operasi.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x 24 jam, diharapkan pasien dapat mengkontrol cemas dengan kriteria
hasil :
·
Klien melaporkan
kepada perawat penurunan kecemasan.
·
Klien mampu menunjukkan
strategi koping efektif.
·
Klien melaporkan
kepada perawat tidur cukup, tidak ada keluhan fisik akibat kecemasan, dan
tidak ada perilaku yang menunjukkan kecemasan
|
1)
Tenangkan pasien
dan kaji tingkat kecemasan pasien.
2)
Bantu pasien
untuk mengungkapkan hal-hal yang membuat cemas.
3)
Dengarkan keluahan
klien dengan empati dan penuh perhatian.
4)
Jelaskan seluruh
prosedur tindakan kepada pasien dan perasaan yang mungkin muncul pada saat
melakukan tindakan.
5)
Beri dorongan spiritual/spirit.
|
1)
Mengetahui sejauh mana kecemasan
tersebut mengganggu klien.
2)
Ungkapkan perasaan dapat memberikan
rasa lega, sehingga mengurangi kecemasan.
3)
Dengan mendengarkan keluhan klien
secara empati, maka klien akan merasa diperhatikan.
4)
Menambah pengetahuan klien,
sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya.
5)
Menciptakan ketenangan batin,
sehingga kecemasan dapat berkurang.
|
III
|
Resiko kekurangan volume cairan tubuh
berhubungan dengan perdarahan dan muntah.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x 24 jam, diharapkan tidak terjadi kekurangan volume cairan dengan
kriteria hasil :
·
Klien
menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat (misal
: membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat,
tanda-tanda vital normal).
|
1)
Hitung balance
cairan.
2)
Obeservasi
tanda-tanda vital.
3)
Kolaborasi dalam
pemberian cairan parenteral.
4)
Kolaborasi dalam
pemberian antiametik sesuai kebutuhan.
|
1)
Pemantauan
terhadap balance/keseimbangan cairan tubuh dapat membantu dalam mengetahui
tingkat dehidrasi klien.
2)
Tanda-tanda yang
dalam batas normal menunjukkan keadaan umu klien.
3)
Cairan
parenteral yang diberikan dapat meminimalkan tingkat dehidrasi klien.
4)
Antiametik yang
diberikan dapat meminimalkan iritasi pada lambung.
|
Post Operasi :
No. Diagnosa
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Rencana Asuhan
Keperawatan
|
Rasional
|
|
Tujuan &
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|||
I
|
Nyeri akut berhubungan dengan robekkan
pada jaringan saraf perifer.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan nyeri pasien dapat
berkurang dengan kriteria hasil:
·
Klien mampu
melakukan tindakan pertolongan non-analgetik, seperti napas dalam, relaksasi
dan distraksi.
·
Klien mampu
mengontrol nyeri.
·
Ekspresi wajah
klien rileks.
·
Klien melaporkan
adanya penurunan tingkat nyeri dalam rentang sedang (4-6) hingga nyeri ringan
(1-3)
·
Klien melaporkan
dapat beristirahat dengan nyaman.
·
Tanda-tanda
vital dalam batsa normal :
Nadi (80-100x/menit).
Tekanan
darah (120/80 mmHG).
Frekuensi
pernafasan (12-20 x/menit)
|
1)
Kaji secara
komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor pencetus.
2)
Ajarkan
penggunaan teknik non-farmakologi (seperti: relaksasi, guided imagery, terapi
musik, dan distraksi).
3)
Berikan
informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan
pencegahan.
4)
Kolaborasi dalam
pemberian analgetik sesuai dengan anjuran.
|
1)
Pengkajian nyeri
secara komphrehensif dapat membantu perawat dalam menentukkan tindakan
keperawatan selanjtnya.
2)
Teknik
non-farmokologi dapat membantu menurunkan rasa nyeri sehingga pasien bisa dengan
mandiri mengurangi rasa nyeri.
3)
Infomasi yang
diberikan kepada dapat membantu klien dalam mengetahui perkembangan kesehatan
dan penykitnya sehingga klien tidak merasa cemas selama mengikuti program
perawatan.
4)
Analgetik yang
diberikan dapat mengurangi/menghilangkan rasa nyeri pada pasien.
|
II
|
Pola nafas
tidak efektif berhubungan dengan ketidaknyamanan pasca.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x24 jam, diharapkan pola napas klien kembali efektif dengan kriteria
hasil:
·
Bunyi napas
normal, tidak ad bunyi napas tambahan (Stidor, ronchi, rales).
·
Pernapasan
normal : 12-20 x/menit.
|
1)
Kaji adanya
hipoksia.
2)
Monitor
respiratori rate.
3)
Atur posisi
kepala ekstensi, atau sesuai dengan kebutuhan.
4)
Bantu klien
untuk merubah posisi bentuk dan nafas dalam.
|
1)
Adanya hipoksia
pada klien dapat menyebabkan terjadinya henti napas.
2)
Untuk mengetahui
perkembangan jalan nafas klien.
3)
Pengaturan
posisi sesuai kebutuhan dapat membantu dalam mempertahankan ventilisasi
klien.
4)
Untuk
mengefektifan jalan nafas klien.
|
III
|
Perubahan pola aktivitas berhubungan
dengan pembatasan aktivitas setelah operasi.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x24 jam, diharapkan klien dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan
dengan kriteria hasil:
·
Klien dapat
berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
·
Klien dapat
memenuhi perawatan diri sendiri.
|
1)
Pantau aktivitas
yang dapat dilakukan klien.
2)
Bantu klien
untuk ambulasi dini dan tingkatkan aktivitas sesuai kemampuan klien.
3)
Bantu klien
dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
|
1)
Hal ini dapat
membantu perawata dalam mengetahui tingkat kelemahan klien.
2)
Membantu dalam
mengetahui tingkat aktivitas klien.
3)
Membantu dalam
pemenuhan kebutuhan klien setiap hari.
|
IV
|
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
trauma pada kulit atau tindakan operasi.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x24 jam, diharapkan tidak ada tanda-tanda infeksi dengan kriteria
hasil:
·
Klien dapat
mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
·
Klien menunjukkan
perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
|
1)
Monitor luka
operasi.
2)
Monitor
tanda-tanda vital.
3)
Lakukan
perawatan luka sesuai prinsip steril.
4)
Pertahankan
teknik cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan.
5)
Kolaborasi dalam
pemberian antibiotic sesuai indikasi.
|
1)
Membantu dalam
mengetahui keadaan luka pada klien.
2)
Membantu dalam
mengetahui keadaan umum klien.
3)
Perawatan luka
yang dilakukan dengan prinsi steril dapat mencegah terjadinya penyebaran
kuman dan infeksi.
4)
Cuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan tindakan dapat mencegah terjadinya penularan
penyakit.
5)
Antibiotik yang
diberikan dapat mencegah terjadinya infeksi.
|
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat CM. 2004.
Prosedur tetap Obstetri dan ginekologi. Jakarta : EGC
Callahan MD MPP, Tamara L. 2005. Benign Disorders of the
Upper Genital Tract in Blueprints Obstetrics & Gynecology. Boston :
Blackwell Publishing,
Chelmow.D. 2005.
GynecologicMyomectomy Http://www.emedicine.com/med/topic331 9.html.
Crum MD,
Christopher P & Kenneth R. Lee MD. 2003. Tumors of the Myometrium in
Diagnostic Gynecologic and Obstetric Pathology. Boston : Elsevier Saunders
Djuwantono T.
2004. Terapi GnRH Agonis Sebelum Histerektomi atau Miomektomi. Farmacia. Vol
III NO. 12. Juli 2004. Jakarta
Hart MD FRCS FRCOG, David McKay. 2000.
Fibroids in Gynaecology Illustrated. London : Churchill Livingstone.
Joedosapoetro MS.
2003. Ilmu Kandungan. Wiknjosastro H,
Saifudin AB, Rachimhadi T. Editor. Edisi Ke-2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Manuaba IBG. 2003.
Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetric dan Ginekologi. Edisi 2. Jakarta : EGC
Moore JG. 2001.
Essensial obstetri dan ginekologi. Edisi 2. Jakarta : Hipokrates
Panay BSc MRCOG
MFFP, Nick et al. 2004. Fibroids in Obstetrics and Gynaecology. London : Mosby
Parker WH. 2007.
Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine Myomas. Volume 87. Department
of Obstetrics and gynecology UCLA School of Medicine. California : American
Society for Reproductive Medicine
Rayburn WF. 2001.
Obstetri dan Ginekologi. Alih Bahasa: H. TMA Chalik. Jakata. Widya Medika,
No comments:
Post a Comment
jangan komen yang aneh-aneh