8/09/2018

Asuhan Keperawatan Diabetes Insipidus

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Vasopresin atau Arginen Vaso Previn (APV) adalah Anti Diuretik Hormon (ADH) yang bekerja melalui reseptor-reseptor tubuli distal dari ginjal untuk menghemat air dan mengonsentrasi urin dengan menambah aliran osmotik dari lumina-lumina ke intestinum medular yang membuat kontraksi otot polos. Dengan demikian ADH memelihara konstannya osmolaritas (konsentrasi larutan) dan volume dalam tubuh ( Syaifuddin, 2009).
ADH berfungsi sebagai homeostasis tubuh ketika terjadi dehidrasi, bila cairan ekstrasel terlalu pekat, maka cairan ditarik dengan proses osmosis keluar dari sel osmoreseptor sehingga mengurangi ukuran sel dan menimbulkan sinyal saraf dalam hipotalamus untuk menyekresi ADH. Begitu pula sebaliknya, bila cairan ekstrasel terlalu encer, air bergerak melalui osmosis dengan arah berlawanan masuk kedalam sel. Keadaan ini akan menurunkan sinyal saraf untuk menurunkan sekresi ADH( Syaifuddin, 2009).
Fungsi  ADH dalam tubuh berkaitan erat dengan tingkat hidrasi dalam tubuh, maka jika seseorang mengalami gangguan pada sekresi vasopresinnya akan menimbulkan dehidrasi pada penderita. 
Gangguan sekresi APV diantaranya adalah diabetes insipidus, penyakit ini berbeda dengan diabetes melitus karna pada penyakit diabetes melitus adalah sekresi hormon insulin yang mengalami gangguan. Walaupun penyakit ini belum banyak dikenal oleh masyarakat luas, tetapi penyakit ini dapat timbul akibat cedera kepala atau infeksi. Makalah ini akan membahas tentang diabetes insipidus.



B.   RUMUSAN MASALAH
Apa pengertian dari Diabetes Insipidus?
Apa Etiologi dari Diabetes Insipidus?
Apa Manifestasi klinis dari Diabetes Insipidus?
Bagaimana Patifisiologi dari Diabetes Insipidus?
Apa Pemeriksaan penunjang dari Diabetes Insipidus?
Apa Penatalaksanaan medis dari Diabetes Insipidus?
Bagaimana Konsep keperawatan pada Diabetes Insipidus?
C.  TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui pengertian dari Diabetes Insipidus.
Untuk mengetahui etiologi dari Diabetes Insipidus.
Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Diabetes Insipidus.
Untuk mengetahui bagaimana patifisiologi dari Diabetes Insipidus.
Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Diabetes Insipidus.
Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari Diabetes Insipidus.
Untuk mengetahui bagaimana Konsep keperawatan pada Diabetes Insipidus.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP  DASAR DIABETES INSIPIDUS

a. Pengertian 
Diabetes insipidus merupakan gangguan metabolisme air yang disebabkan oleh defisiensi vasopresin (juga dikenal dengan hormon ADH) yang bersikulasi atau oleh resistensi ginjal terhadap hormon ini ( William dan Wilkins, 2011).
Diabetes insipidus adalah penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi, sekresi atau fungsi ADH. Istilah diabetes insipidus berhubungan dengan kualitas dan kuantitas urin (Corwin, Elizabet J, 2009).
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus yang idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin. (Khaidir Muhaj, 2009)
Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat kekurangan hormon antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang sangat encer (poliuri). Diabetes insipidus terjadi akibat penurunan pembentukan hormon antidiuretik (vasopresin), yaitu hormon yang secara alami mencegah pembentukan air kemih yang terlalu banyak. 
Hormon ini unik, karena dibuat di hipotalamus lalu disimpan dan dilepaskan ke dalam aliran darah oleh hipofisa posterior. Diabetes insipidus juga bisa terjadi jika kadar hormon antidiuretik normal tetapi ginjal tidak memberikan respon yang normal terhadap hormon ini (keadaan ini disebut diabetes insipidus nefrogenik).
b.  Etiologi
Menurut William dan Wilkins (2011) etiologi dari diabetes insipidus sebagai berikut :
1.       Fraktur tengkorak atau trauma kepala yang merusak struktur neurohipofiseal
2.       Penyakit granulomatosa
3.       Hipofisektomi atau pembedahan saraf lainnya
4.       Indiopatik
5.       Infeksi atau perdarahan pada otak
6.       Lesi neoplastik atau metastatik intrakranial
7.       Lesi vaskular

c. Patofisiologi
Tanpa kerja vasopresin pada nefron distal ginjal, maka akan terjadi pengeluaran urin yang sangat encer seperti air dengan berat jenis 1,001 hingga 1,005 dalam jumlah yang sangat besar setiap harinya. Urin tersebut tidak mengandung zat-zat yang biasanya terkandung didalamnya seperti glukosa dan albumin. Karena rasa haus yang luar biasa pasien cenderung minum 4 hingga 40 liter perhari dengan gejala khas ingin minum air dingin (Brunner dan Suddart, 2002).
Penyakit ini tidak dapat dikendalikan dengan membatasi asupan cairan, karena kehilangan urin dalam jumlah besar akan terus-menerus terjadi sekalipun tidak dilakukan penggantian cairan. Upaya-upaya untuk membatasi asupan cairan akan membuat pasien tersiksa oleh keinginan minum yang luar biasa disamping akan menimbulkan hipernatremia dan dehidrasi berat (Brunner dan Suddart, 2002).

d.   Manifestasi klinik Diabetes Insipidus
Menurut William dan Wilkins (2011) etiologi dari diabetes insipidus sebagai berikut :
1.       Poliuria
2.       Nokturia
3.       Polidipsi

e.  Pemeriksaan Penunjang
Jika kita mencurigai penyebab poliuria ini adalah Diabetes Insipidus, maka harus melakukan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis dan untuk membedakan apakah jenis Diabetes Insipidus yang dialami, karena penatalaksanaan dari dua jenis diabetes insipidus ini berbeda. Ada beberapa pemeriksaan pada Diabetes Insipidus, antara lain:

1.      Fluid deprivation menurut martin Goldberg: 
Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan kandung kencingnya kemudian ditimbang berat badannya, diperiksa volum dan jenis atau osmolalitas urin oertama. Pada saat ini pasien diambil sampel plasma untuk diukur osmolallitasnya. Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap jam. Pasien ditimbang setiap jam bila dieresis lebih dari 300ml/jam atau setiap 3 jam bila dieresis kurang dari 300ml/jam. Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam keadaan segar atau kalau hal ini tidak mungkin dilakukan semua sampel  harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta disipan dalam lemari es. Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4% tergantung mana yang terjadi lebih dahulu.
2.      Hickey Hare atau Carter-Robbins test: 
Cairan NaCl hipertonis diberikan intravena dan akan menunjukkan bagaimana respon osmoreseptor dan daya pembuatan ADH. Caranya (williams) 
a.       Infuse dengan dextrose dan air sampai terjadi dieresis 5 ml/menit (biasanya 8-10 ml/menit).
b.      Infuse diganti dengan NaCl 2,5 % dengan jumlah 0,25 ml/menit/kgbb. Dipertahankan selama     45 menit.
c.       Urin ditampung selama 15 menit.
Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok.
Perhatian : pemeriksaan ini cukup berbahaya.
3.     Uji nikotin: Produksi vasopressin oleh sel hipotalamus langsing dirangsang oleh nikotin. 
Obat yang dipakai adalah Nikotin Salisilat secara intravena. Akibat sampingnya adalah mual dan muntah.
Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok.
Perhatian : pemeriksaan ini cukup berbahaya.
4. Uji Vasopresin: Pemeriksaan ini untuk membuktikan bahwa ginjal dapat memberikan respons terhadap ADH. Obat yang dipakai adalah pitresin.
a.       Untuk intravena diberikan pitresin dalam akua 5 ml unit/menit dalam infus lambat selama 1 jam.
b.      Untuk pemberian intramuscular diberikan vasopressin tanat dalam minyak 

Apapun pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume, berat jenis, atau konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya, dapat dengan memberikan vasopresin sintetis, pada Diabetes Insipidus Sentral akan terjadi penurunan jumlah urin, dan pada Diabetes Insipidus Nefrogenik tidak terjadi apa-apa.

f. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah
1.      Untuk menjamin penggantian cairan yang adekuat
2.    Mengganti vasopresin (yang biasanya merupakan program terapeutik jangka panjang)
3.     Untuk meneliti dan mengoreksi kondisi patologis intrakranial yang mendasari.
Penyebab nefrogenik memerlukan penatalaksanaan yang berbeda
Penggantian dengan vasopresin. Desmopresi (DDAVP), yaitu suatu preparat sintetik vasopresin yang tidak memiliki efek vaskuler ADH alami, merupakan preparat yang sangat berguna karena mempunyai durasi kerja yang lebih lama dan efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan preparat lain yang pernah digunakan untuk mengobati penyakit ini. Preparat ini diberikan intranasal dengan menyemprotkan larutan obat ke dalam hidung melalui pipa plastik fleksibel yang sudah dikalibrasi. Dua hingga empat kali pemberian perhari telah dapat mengendalikan gejala diabetes insipidus. Preparat lypressin (Diapid) merupakan preparat yang kerjanya singkat dan diabsorsi lewat mukosa nasal ke dalam darah ; namun, kerja preparat ini mungkin terlampau singkat bagi penderita diabetes insi pidus yang berat. Jika kita akan menggunakan jalur intranasal dalam pemberian suatu obat, observasi kondisi pasien untuk mengetahui adanya rinofaringitis kronis.
Bentuk terapi yang lain adalah penyuntikan intramuskuler ADH, yaitu vasopresin tannat dalam minyak yang dilakukan bila pemberian intranasal tidak dimungkinkan. Preparat suntikan ini diberikan tiap 24-96 jam. Botol obat suntik harus dihangatkan dahulu atau diguncang dengan kuat sebelum obat disuntikkan. Penyuntikkan dilakukan pada malam hari agar hasil yang optimal dicapai pada saat tidur. Kram abdomen merupakan efek samping obat tersebut. Rotasi lokasi penyuntikkan harus dilakukan untuk menghindari lipodistrofi.
Mempertahankan cairan. Klofibrat, merupakan preparat hipolipidemik, ternyata memiliki efek antidiuretik pada penderita diabetes insipidus yamg masih sedikit mengalami vasopresin hipotalamik. Klorpropamin (Diabinese) dan preparat tiazida juga digunakan untuk penyakit yang ringan karena kedua preparat tersebut menguatkan kerja vasopresin. Pasien yang menerima klorpropamid harus diingatkan tentang kemungkinan reaksi hipoglikemik.
Penyebab nefrogenik. Jika diabetes insipidus tersebut disebabkan oleh gangguan ginjal, tetapi terapi ini tidak akan efektif. Preparat tiazida, penurunan garam yang ringan dan penyekatan prostaglandin (ibuprefen, indomestasin serta aspirin) digunakan untuk mengobati bentuk nefrogenik diabetes insipidus. 
Pengobatan yang lazim di pakai untuk pasien dengan dibetes insifidus nefrogenik adalah diet rendah natriun, rendah protein, dan obat diuretik (thiaside). Diet yang rendah garam dengan obat diuretik diharapkan dapat menyebabkan sedikit pengurangan volume cairan. Sedikit pengurangan volume cairan dapat meningkatkan reabsorpsi natrium klorida dan air pada tubula renal sehingga sedikit air yang diekskresikan. Diuretik dapat meningkatkan osmolalitas pada ruang intertisialmedular sehingga lebih banyak air yang diabsorpsi dalam tubulus koligentes. Terapi yang lain untuk menangani diabetes insipidus nefrogenik adalah pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid.obat ini mencegah produksi prostagladin oleh ginjal dan bisa menambah kemampauan ginjal untuk mengonsentrasi urin.   
Apabila pasien menunjukan tanda-tanda hipertermia disertai dengan tanda-tanda gangguan SSP, misalnyanletargi, disorientasi, hiperteri, pasien dapat di berikan dekstros dalam air atau minum air biasa kaalau ia bisa minum. Pengganti air yang hilang dilakukan dalam 48 jam dengan hati-hati karena bisa mengakibatkan edema. 
B. Konsep Dasar Keperawatan
A.          Pengkajian
a.    Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b.  Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
·      Tekanan darah
·       Pulse rate
·       Respiratory rate
·       Suhu
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah ada riwayattrauma kepala, pembedahan kepala, pemakaian obat phenotoin, lithium karbamat, infeksi kranial, riwayat keluarga menderita kerusakan tubulus ginjal atau penyakit yang sama.

d.  Pengkajian Pola Gordon
1. persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
·      mengkaji pengetahuan klien mengenai penyakitnya.
·      Kaji upaya klien untuk mengatasi penyakitnya.
2. pola nutrisi metabolic
·      nafsu makan klien menurun.
·      Penurunan berat badan 20% dari berat badan ideal.

3. pola eliminasi
·      kaji frekuensi eliminasi urine klien
·      kaji karakteristik urine klien
·       klien mengalami poliuria (sering kencing)
·      klien mengeluh sering kencing pada malam hari (nokturia).
4. pola aktivitas dan latihan
·      kaji rasa nyeri/nafas pendek saat aktivitas/latihan
·       kaji keterbatasan aktivitas sehari-hari (keluhan lemah, letih sulit bergerak)
·       kaji penurunan kekuatan otot
5. pola tidur dan istirahat
·      kaji pola tidur klien. Klien dengan diabetes insipidus mengalami kencing terus menerus saat malam hari sehingga mengganggu pola tidur/istirahat klien.


6. pola kognitif/perceptual
·      kaji  fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
7. pola persepsi diri/konsep diri
·      kaji/tanyakan perasaan klien tentang dirinya saat sedang mengalami sakit.
·      Kaji dampak sakit terhadap klien
·      Kaji keinginan klien untuk berubah (mis : melakukan diet sehat dan latihan).
8. pola peran/hubungan
·      kaji peengaruh sakit yang diderita klien terhadap pekerjaannya
·      kaji keefektifan hubungan klien dengan orang terdekatnya.
9. pola seksualitas/reproduksi
·      kaji dampak sakit terhadap seksualitas.
·      Kaji perubahan perhatian terhadap aktivitas seksualitas.
10.          pola koping/toleransi stress
·      kaji metode kopping yang digunakan klien untuk menghidari stress
·      system pendukung dalam mengatasi stress
11.  pola nilai/kepercayaan
·      klien tetap melaksanakan keagamaan dengan tetap sembahyang tiap ada kesempatan.



B.           Pemeriksaan Fisik
1)      Inspeksi
Klien tampak banyak minum, banyak buang air kecil, kulit kering dan pucat, bayi sering menangis, tampak kurus karena penurunan berat badan yang cepat, muntah, kegagalan pertumbuhan, membran mukosa dan kulit kering.
2)      Palpasi
Turgor kulit tidak elastis, membrane mukosa dan kulit kering, takikardia, takipnea.
3)      Auskultasi
Tekanan darah turun (hipotensi).
C.           Diagnosa
Ketidakseimbangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan keluaran cairan aktif haluaran urine yang berlebihan sekunder akibat diabetes insipidus (ketidakadekuatan hormone diuretic) ditandai dengan haluaran urin berlebih (4-30 liter/hari), klien sering berkemih, haus, kulit/membrane mukosa kering, penurunan berat badan.
Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan permeabilitas tubulus ginjal, ditandai dengan poliuri dan nokturia.
kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi ditandai dengan pengungkapan masalah.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun akibat poliuri, nokturia, dan polidipsi, ditandai dengan klien sering terbangun waktu malam akibat ingin berkemih dan ingin minum.

No comments:

Post a Comment

jangan komen yang aneh-aneh