BY SITI MUTIAH CC: FOR CREDIT
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan
salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka Kematian Ibu ini juga merupakan salah satu indikator keberhasilan MDG’s (Millenium
Development Goal). Di
Indonesia, kecenderungan
penurunan AKI dapat dilihat dari periode 1990-1994 dengan AKI 390/100.000
kelahiran hidup (KH),
yang kemudian turun menjadi 334/100.000 KH pada survei periode 1993-1997 dan kemudian turun lagi pada periode
1998-2002 menjadi 307/100.000 KH. Namun pada periode 2003-2007 terjadi peningatan menjadi
228/1000.000 KH.
Survei terakhir tahun
2012 menunjukkan adanya peningkatan AKI di Indonesia sebesar 359/100.000
KH, namun angka
ini masih jauh dari target MDG’s untuk Indonesia yakni 102/100.000 KH. Rendahnya
kesadaran masyarakat tentang kesehatan reproduksi perempuan menjadi faktor
penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan
untuk menangani masalah ini (Anonim, 2010).
Salah satu masalah kesehatan
reproduksi ibu yang merupakan faktor penyebab dari kematian ibu adalah di
bidang ginekologi onkologi. Secara umum ginekologi adalah ilmu yang mempelajari kewanitaan (science of women). Namun secara khusus
adalah ilmu yang mempelajari dan menangani kesehatan alat reproduksi wanita
(organ kandungan yang terdiri atas rahim, vagina dan indung telur). Onkologi
adalah ilmu tentang neoplasma (tumor). Berdasarkan pertumbuhannya, ,tumor
digolongkan bersifat jinak dan tumor ganas atau yang disebut sebagai kanker. Namun demikian baik jinak
maupun ganas merupakan masalah bagi kesehatan reproduksi wanita dan dapat
berpotensi terjadi komplikasi serta memungkinkan terciptanya prognosis buruk
yang mengancam jiwa ibu. (Anonim, 2010). Salah satu
jenis tumor yang banyak diderita oleh wanita di dunia, khususnya di Indonesia
adalah mioma uteri.
Saat ini hampir
99,5% mioma uteri sering terjadi pada wanita. Yang merupakan tumor jinak pada
otot rahim disertai dengan jaringan ikatnya sehingga dapat berbentuk padat,
mioma jarang terjadi setelah menopause, akan tetapi lebih banyak terjadi pada
masa reproduksi karena adanya rangsangan estrogen. Mioma uteri merupakan tumor jinak di otot uterus (Saifuddin, 2002).
Sekitar 20-30% mioma uteri
terjadi pada wanita di usia produktif. Mioma uteri sendiri bisa menyebabkan
seorang wanita menjadi infertile atau
susah hamil karena letak mioma tersebut membuat sel telur buntu, juga dapat
menyebabkan keguguran. Gangguan lainya yang dapat terjadi berupa letak
bayi dan plasenta terhalang jalan lahir, kelemahan pada saat kontraksi rahim,
perdarahan yang banyak setelah melahirkan dan gangguan pelepasan plasenta
(Saifudin, 2002).
World Health
Organization (WHO), menemukan 27% wanita berumur 25 sampai 45 tahun mempunyai
mioma di tubuh mereka,
pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. (Marjono, 2008). Mioma uteri meningkat 40%
pada usia > 35 tahun. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39 - 11,7% dari semua penderita ginekologi yang dirawat.
Di Jawa Timur berdasarkan data kunjungan
pasien pada Poliklinik Kandungan RSUD dr. Soetomo dari bulan januari sampai juni 2009, mioma uteri
menduduki urutan ke-4 dari 10 penyakit yang ditemukan terbanyak (Yatim, 2009).
Di Provinsi Maluku, khususnya di
Kota Ambon pada 3 tahun terakhir terdapat 107 pasien penderita mioma uteri yang
dirawat di Ruangan Ginekologi RSUD dr. M. Haulussy Ambon. Berdasarkan data yang
didapat dari Rekam Medik RSUD dr. M. Haulussy Ambon sesuai dengan hasil
pengambilan data awal dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014, mioma uteri
mengalami peningkatan di tahun 2013 dimana pada tahun 2012, pasien yang dirawat
dengan myoma uteri sebanyak 30 orang. Tahun 2013, pasien yang dirawat dengan
mioma uteri sebanyak 39 orang, dan pada tahun 2014 pasien yang dirawat dengan
mioma uteri sebanyak 38 orang.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam penyusunan makalah diharapkan :
1.
Apa Yang Di
Maksud Dengan
Penyakit Mioma Uteri?
2.
Apa Etiologi Dari Mioma Uteri?
3.
Apa Manifestasi Klinis Dari Mioma Uteri?
4.
Bagaimana Patifisiologi Dari Mioma Uteri?
5.
Apa Pemeriksaan Penunjang Mioma Uteri?
6.
Apa Penatalaksanaan Medis Dari Mioma Uteri?
7. Bagaimana
Konsep Keperawatan Pada Mioma
Uteri?
C. TUJUAN PENULISAN
1.
Tujuan Umum
a.
Menyelesaikan
tugas PKK Keperawatan Maternitas dalam penulisan Makalah dan Seminar PKK
keperawatan Maternitas Politeknik Kesehatan Kemenkes Maluku Jurusan Kepeperawatan
2.
Tujuan Khusus
a.
Menjelaskan apa
itu Mioma Uteri
b.
Menjelaskan
bagaimana Etiologi Mioma Uteri
c.
Menjelaskan
Patofisiologi dari Mioma Uteri
d.
Menjelaskan
Manifestasi Klinik dari Mioma Uteri
e.
Menjelaskan Tentang Pemeriksaan Diagnostik Mioma Uteri
f.
Menjelaskan Bagaimana Penatalaksanaan Medis Penyakit Mioma
Uteri Serta Menjabarkan Tentang Asuhan Keperawatan Dengan Mioma Uteri
D. MANFAAT PENULISAN
Dalam Penyusunan makalah tentang
penyakit Mioma Uteri
a.
Diharapkan
pembaca mengetahui apa itu Mioma Uteri
b.
Diharapkan
pembaca mengetahui etiologi dari Mioma Uteri
c.
Diharapkan
pembaca mengetahui Patofisiologi Mioma Uteri Diharapkan pembaca mengetahui Manifestasi Klinik dari Mioma Uteri
d.
Diharapkan
pembaca cara mengetahui Penatalaksanaan
Mioma Uteri Diharapkan pembaca mengetahui bagaimana Penyusunan askep Mioma Uteri.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Konsep
Dasar Penyakit
1.
Pengertian
Tumor uteri atau mioma uteri, secara kedokteran disebut juga
denomyosis atau fibroid atau leimyoma. Mioma uteri termasuk tumor jinak dari
otot rahim (Yatim, 2008). Mioma uteri merupakan jenis tumor yang paling sering
ditemukan dan merupakan tumor jinak di rahim yang berasal dari otot polos.
Frekuensi tertinggi terdapat pada wanita berumur 20-40 tahun,
jarang ditemukan pada usia di bawah 20 tahun. Sedangkan pada usia menopause hampir tidak pernah ditemukan
(Marjono, 2008).
Mioma
uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
yang menumnpang, sehingga dalam kepustakaan
dikenal dengan istilah Fibromioma, leiomioma, atau fibroid (Mansjoer,
2007).
Mioma
Uteri adalah suatu tumor jinak, berbatas tegas, tidak berkapsul, yang berasal
dari otot polos dan jaringan ikat fibrous.Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma
uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak yang
paling sering ditemukan pada traktus genitalia wanita,terutama wanita usai
produktif. Walaupun tidak sering, disfungsi reproduksi yang dikaitkan dengan
mioma mencakup infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur, dan
malpresentasi (Crum, 2003).
2.
Klasifikasi
Mioma umumnya
digolongkan berdasarkan lokasi dan ke arah mana mereka tumbuh.Klasifikasinya
sebagai berikut :
a.
Mioma intramural
merupakan mioma
yang paling banyak ditemukan. Sebagian besar tumbuh di antara lapisan uterus
yang paling tebal dan paling tengah, yaitu miometrium.
b.
Mioma subserosa
merupakan mioma
yang tumbuh keluar dari lapisan uterus yang paling luar, yaitu serosa dan
tumbuh ke arah rongga peritonium. Jenis mioma ini bertangkai (pedunculated)
atau memiliki dasar lebar.Apabila terlepas dari induknya dan berjalan-jalan
atau dapat menempel dalam rongga peritoneum disebut wandering/parasitic fibroid.Ditemukan kedua terbanyak.
c.
Mioma submukosa
merupakan mioma
yang tumbuh dari dinding uterus paling dalam sehingga menonjol ke dalam uterus.
Jenis ini juga dapat bertangkai atau berdasarkan lebar. Dapat tumbuh bertangkai
menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks, yang disebut mioma
geburt (Chelmow, 2005)
3.
Etiologi
a.
Etiologi pasti mengenai
mioma uteri belum diketahui.
b.
Peningkatan
reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma uteri .mempengarui pertumbuhan tumor.
c.
Faktor
predisposisi yang bersifat herediter, telah diidentifikasi kromosom yang membawa
145 gen yang diperkirakan berpengaruh pada pertumbuhan fibroid. Sebagian ahli
mengatakan bahwa fibroid uteri diwariskan dari gen sisi paternal.
d.
Mioma biasanya
membesar pada saat kehamilan dan mengecil setelah menopausejarang ditemukan
sebelum menarke (Crum, 2005).
Faktor Risiko
terjadinya mioma uteri yaitu:
1)
Usia penderita
Mioma uteri
ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan sekitar 40%-50% pada
wanita usia di atas 40 tahun (Suhatno, 2007). Mioma uteri jarang ditemukan
sebelum menarke (sebelum mendapatkan haid).Sedangkan pada wanita menopause
mioma uteri ditemukan sebesar 10% (Joedosaputro, 2005).
2)
Hormon endogen
(Endogenous Hormonal)
Konsentrasi
estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi daripada jaringan miometrium
normal.(Djuwantono, 2005).
3)
Riwayat Keluarga
Wanita dengan
garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali
kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis
keturunan penderita mioma uteri. (Parker, 2007)
4)
Indeks Massa Tubuh
(IMT)
Obesitas juga
berperan dalam terjadinya mioma uteri. (Parker, 2007)
5)
Makanan
Dilaporkan bahwa
daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging babi menigkatkan
insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri (Parker,
2007).
6)
Kehamilan
Kehamilan dapat
mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar esterogen dalam kehamilan dan
bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini mempercepat pembesaran mioma
uteri (Manuaba, 2003).
7)
Paritas
Mioma uteri lebih
banyak terjadi pada wanita dengan multipara dibandingkan dengan wanita yang
mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua) kali (Khashaeva,
1992).
4.
Patofisiologi
Mioma
uteri terjadi karena adanya sel-sel yang belum matang dan pengaruh hormone
estrogen yang menyebabkan submukosa yang ditandai dengan pecahnya pembuluh
darah dan intranurel, sehingga terjadi kontraksi otot uterus yang menyebabkan
terjadinya perdarahan pervagina yang lama dan banyak.
Dengan
adanya perdarahan pervagina lama dan banyak akan terjadi resiko tinggi
kekurangan volume cairan dan gangguan peredaran darah ditandai dengan adanya
nekrosa dan perlengketan sehingga timbul rasa nyeri. Penatalaksanan pada mioma
uteri adalah operasi jika informasi tidak adekuat, kurang support dari keluarga,
dan kurangnya pengetahuan dapat mengakibatkan cemas.
Pada
post operasi akan terjadi terputusnya integritas jaringan kulit dan robekan
pada jaringan saraf perifer sehingga terjadi nyeri akut. Terputusnya integritas
jaringan kulit mempengaruhi proses epitalisasi dan pemabatasan akitivitas, maka
terjadi perubahan pola aktivitas. Kerusakan jaringan juga mengakibatkan
terpaparnya agen infeksius yang mempengaruhi resiko tinggi infeksi.
Pada
pasien post operasi akan terpengaruh obat anastesi yang engakibatkan depresi
pusat pernapasan dan penurunan kesadaran sehingga pola napas tidak efektif.
(Prawiroharjo, S. 1999)
Patofisiologi MIOMA
UTERI
MIOMA UTERI
Mioma Intramural Mioma Submukosusm Mioma Sub serosum
Tumbuh di dinding
uterus berada di bawah
endometrium & Tumbuh keluar
dinding
Menonjol
ke dalam rongga uterus
uterus
Gejala/ Tanda
Perdarahan Pembesaran Uterus
Pe↓Suplai
darah Gg Hematologi Kurang Pengetahuan Gg Sirkulasi Penekanan Syaraf
Gg Perfusi Jar pe
↓ imun tubuh Ansietas Nekrosis
Resiko Infeksi Radang
Nyeri
Penekanan
Kandung kencing
Uretra Ureter rectum
PoliUri Retensio Uri Hidronefrosis Obstipasi/Tenesmus
Ganngguan
Eliminasi Uri Gangguan Eliminasi Alvi
5.
Menifestasi Klinis
Gejala
yang timbul sangat tergantung pada tempat mioma, besarnya tumor, perubahan dan
komplikasi yang terjadi. Gejala yang mungkin timbul diantaranya:
a.
Perdarahan
abnormal, berupa hipermenore, menoragia dan metroragia. Faktor-faktor yang
menyebabkan perdarahan antara lain:
1)
Terjadinya
hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma endometrium karena pengaruh
ovarium.
2)
Permukaan
endometrium yang lebih luas daripada biasanya.
3)
Atrofi endometrium
di atas mioma submukosum.
4)
Miometrium tidak
dapat berkontraksi optimal karena adanya mioma di antara serabut myometrium.
b.
Rasa nyeri yang
mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai
nekrosis setempat dan peradangan. Nyeri terutama saat menstruasi.
c.
Pembesaran perut
bagian bawah.
d.
Uterus membesar
merata.
e.
Infertilitas.
f.
Perdarahan setelah
bersenggama.
g.
Dismenore.
h.
Abortus berulang.
i.
Poliuri, retention
urine, konstipasi serta edema tungkai dan nyeri panggul.
(Chelmow, 2005)
6.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis mioma uteri , sebagai
berikut :
a.
Ultra Sonografi
(USG), untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan
keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan
Computerized Tomografi Scanning (CT scan) ataupun Magnetic Resonance Image (
MRI), tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal.
b.
Foto Bulk Nier
Oversidth (BNO), Intra Vena Pielografi (IVP) pemeriksaaan ini penting untuk
menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan
ureter.
c.
Histerografi dan
histerokopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan infertilitas.
d.
Laparoskopi untuk
mengevaluasi massa pada pelvis.
e.
Laboratorium:
hitung darah lengkap dan apusan darah, untuk menilai kadar hemoglobin dan
hematokrit serta jumlah leukosit.
f.
Tes kehamilan
adalah untuk tes hormon Chorionic gonadotropin, karena bisa membantu dalam
mengevaluasi suatu pembesaran uterus, apakah oleh karena kehamilan atau oleh
karena adanya suatu mioma uteri yang dapat menyebabkan pembesaran uterus
menyerupai kehamilan.
7.
Penatalaksanaan
Penanganan yang
dapat dilakukan ada dua macam yaitu penangan secara konservatif dan penangan
secara operatif.
a.
Penanganan secara
konservatif
1)
Observasi dengan
pemeriksaan pelvis secara periodic setiap 3-6 bulan.
2)
Monitor keadaan
Hb.
3)
Bila anemia, Hb
< 8 g% transfuse PRC.
4)
Pemberian zat
besi.
5)
Penggunaan agonis
GnRH untuk mengurangi ukuran mioma.
b.
Penanganan
operatif, bila :
1)
Ukuran tumor lebih
besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
2)
Pertumbuhan tumor
cepat.
3)
Mioma subserosa
bertangkai dan torsi.
4)
Bila dapat menjadi
penyulit pada kehamilan berikutnya.
5)
Hipermenorea pada
mioma submukosa.
6)
Penekanan pada
organ sekitarnya.
7)
Infertilitas
8)
Meningkatnya
pertumbuhan mioma (Moore, 2001).
Jenis operasi yang dapat dilakukan adalah :
1)
Enukleasi mioma
Dilakukan pada
penderita infertile atau yang masih menginginkan anak atau mempertahankan
uterus demi kelangsungan fertilitas.
2)
Histerektomi
Histerektomi
adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat rahim, baik sebagian
(subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total) berikut serviks uteri
(Prawirohardjo, 2001).Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak
menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki mioma yang simptomatik
atau yang sudah bergejala. Ada dua cara histerektomi, yaitu :
a)
Histerektomi
abdominal, dilakukan bila tumor besar terutama mioma intraligamenter, torsi dan
akan dilakukan ooforektomi.
b)
Histerektomi
vaginal, dilakukan bila tumor kecil (ukuran < uterus gravida 12 minggu) atau
disertai dengan kelainan di vagina misalnya rektokel, sistokel atau enterokel
(Callahan, 2005).
3)
Miomektomi
Miomektomi adalah
pengambila mioma saja tanpa pengangkatan uterus.Apabila wanita sudah dilakukan
miomektomi kemungkinan dapat hamil sekitar 30-50%.Dan perlu disadari oleh
penderita bahwa setelah dilakukan miomektomi harus dilanjutkan histerektomi.
B.
Konsep Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Pengkajian adalah langkah
awal dalam melakukan asuhan keperawatan secara keseluruhan. Pengkajian awal
terdiri dari tiga tahapan yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data atau
analisa data dan perumusan diagnose keperawatan.
a.
Pengumpulan data
Pengumpulan data
merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi (data-data) dari klien. Data yang
dapat dikumpulkan pada klien sesudah pembedahan Total Abdominal Histerektoni
dan Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO) adalah sebagai berikut :
Usia :
1)
Mioma biasanya
terjadi pada usia repoduktif, paling sering ditemukan pada usia 35 tahun
keatas.
2)
Makin tua usia
maka toleransi terhadap nyeri akan berkurang.
3)
Orang dewasa
mempunyai adanya mengetahui cara efektif dalam menyesuaikan diri terutama
terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya akibat tindakan TAH-BSO.
b.
Keluhan utama
Keluhan yang
timbul pada hamper tiap jenis operasi adalah rasa nyeri karena terjadinya
tolerant tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah biasanya
berlangsung 24-48 jam.
c.
Riwayat reproduksi
1)
Menstruasi
Kaji tentang
riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak pernah ditemukan
sebelum menarche dan mengalami atrofi pada masa menopause.
2)
Kehamilan dan Persalinan
Kehamilan
mempengaruhi pertumbuhan mioma, sebab mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil
ini dihubungkan dengan hormone estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam jumlah
yang besar.Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi psikologi klien dan
keluarga terhadap hilangnya organ kewanitaan.
d.
Data psikologi
Pengangkatan organ
reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap emosional klien dan diperlukan
waktu untuk memulai perubahan yang terjadi.Organ reproduksi merupakan komponen
kewanitaan, wanita melihat fungsi menstruasi sebagai lambing feminist, sehingga
berhentinya menstruasi bisa dirasakan sebagai hilangnya perasaan kewanitaan.
Perasaan
seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu ditangani.Beberapa wanita merasa
cemas bahwa seksualitas terhalangi atau hilangnya kepuasan. Pengetahuan klien
tentang dampak yang akan terjadi sangat perlu persiapan psikologi klien.
e.
Status respiratori
Respirasi biasanya
meingkat atau menurun, pernafasan yang ribur dapat terdengar tanpa
stetoskop.Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang atau akibat terdapat
secret.Suara paru yang kasar merupakan gejala terdapat secret pada saluran
napas.Usaha batuk dan bernafas dalam dilaksanakan segera pada klien yang
memakai anastesi general.
f.
Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran
dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus dijawab oleh klien atau di
suruh untuk melakukan perintah.Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman
sampai ngantuk, harus di obeservasi dan penurunan tingkat kesadaran merupakan
gejala syok.
g.
Status urinaria
Retensi urine
paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi, klien yang hidrasinya baik
biasanya kencing setelah 6-8 jam setelah pembedahan. Jumlah output urine yang
sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat anastesi.
h.
Status
gastrointestinal
Fungsi
gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah pembedahan, tergantung
pada kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal.Ambulatori dan kompres
hangat perlu diberikan untuk menghilangkan dan dalam usus.
i.
Pemeriksaan fisik
1)
Palpasi abdomen
didapatkan tumor di abdomen bagian bawah.
2)
Pemeriksaan
ginekologik dengan pemeriksaan bimanual didapatkan tumor tersebut menyatu
dengan Rahim atau mengisi kavum douglasi.
3)
Konsultasi padat,
kenyal, permukaan tumor umunya rata.
j.
Pemeriksaan luar
Teraba masa tumor
pada abdomen bagian bawah serta pergerakkan yumor dapat terbatas atau bebas.
k.
Pemeriksaan dalam
Teraba tumor yang
berasal dari rahim dan pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas dan inti
ditemukan secara kebetulan.
2.
Diagnosa keperawataan
a.
Pre operasi :
1)
Nyeri berhubungan
dengan nekrosa dan perlengketan.
2)
Cemas berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang proses atau tindakan operasi.
3)
Resiko kekurangan
volume cairan tubuh berhubungan dengan perdarahan dan muntah.
b.
Post operasi :
1)
Nyeri akut
berhubungan dengan robekkan pada jaringan saraf perifer.
2)
Pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan ketidaknyamanan pasca.
3)
Perubahan pola
aktivitas berhubungan dengan pembatasan aktivitas setelah operasi.
4)
Resiko tinggi
infeksi berhubungan dengan trauma pada kulit atau tindakan operasi.
3.
Intervensi
Pre Operasi :
No. Diagnosa
|
Diagnosa Keperawatan
|
Rencana Asuhan
Keperawatan
|
Rasional
|
|
Tujuan &
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|||
I
|
Nyeri berhubungan dengan nekrosa dan
perlengketan.
|
Pasien dapat memperlihatkan pengendalian nyeri dan dapat berkurang /hilang dengan kriteria hasil:
·
Klien mampu melakukan
·
tindakan
pertolongan non-analgetik, seperti napas dalam, relaksasi dan distraksi.
·
Klien mampu
mengontrol nyeri.
·
Ekspresi wajah
klien rileks.
·
Klien melaporkan
adanya penurunan tingkat nyeri dalam rentang sedang (4-6) hingga nyeri ringan
(1-3)
·
Klien melaporkan
dapat beristirahat dengan nyaman.
·
Tanda-tanda
vital dalam batsa normal :
Nadi (80-100x/menit).
Tekanan
darah (120/80 mmHG).
Frekuensi
pernafasan (12-20 x/menit)
|
1) Kaji
secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan
faktor-faktor
pencetus.
2)
Ajarkan
penggunaan teknik non-farmakologi (seperti: relaksasi, guided imagery, terapi
musik, dan distraksi).
3)
Berikan
informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan
pencegahan.
4) Kolaborasi
dalam pemberian analgetik sesuai dengan anjuran.
|
1) Pengkajian
nyeri secara komphrehensif dapat membantu perawat dalam menentukkan tindakan
keperawatan selanjtnya.
2)
Teknik
non-farmokologi dapat membantu menurunkan rasa nyeri sehingga pasien bisa
dengan mandiri mengurangi rasa nyeri.
3)
Infomasi yang
diberikan kepada dapat membantu klien dalam mengetahui perkembangan kesehatan
dan penykitnya sehingga klien tidak merasa cemas selama mengikuti program
perawatan.
4) Analgetik
yang diberikan dapat mengurangi/menghilangkan rasa nyeri pada pasien.
|
II
|
Gangguan Perfusi Jaringan Kekurangan suplai darah akibat perdarahan
|
Pasien mampu
menunjukan keseimbangan elektrolit dan status sirkulasi yang baik dengan kriteria hasil :
·
Pasien
tampak segar
·
Pasien
mengatakan tidak pusing
·
Konjungtiva
merah muda
·
Tidak
ada tanda-tanda sianosis
·
Kadar
HB: normal : 12-16 g/dl
|
1) Kaji tanda tanda vital
2) Kaji tanda tanda sianosis
3) Anjurkan pasien minum air 8 gelas/hari
4) Penatalaksanaan pemberian Tranfusi darah
|
1. Tanda-tanda
yang dalam batas normal
menunjukkan keadaan umum klien.
2. Tanda tanda sianosis menunjukan kekurangan suplai darah
dalam darah
3. Meningkatkan intake cairan guna mengganti cairan yang
telah hilang akibat perdarahan
4. Meningkatkan kadar Hb dan mengganti cairan/darah yang
telah hilang akibat perdarahan.
|
II
|
Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang proses atau tindakan operasi.
|
Pasien mampu
menunjukan pengendalian diri terhadap ansietas dengan
kriteria hasil:
·
Klien melaporkan
kepada perawat penurunan kecemasan.
·
Klien mampu menunjukkan
strategi koping efektif.
·
Klien melaporkan
kepada perawat tidur cukup, tidak ada keluhan fisik akibat kecemasan, dan
tidak ada perilaku yang menunjukkan kecemasan
|
1)
Tenangkan pasien
dan kaji tingkat kecemasan pasien.
2)
Bantu pasien
untuk mengungkapkan hal-hal yang membuat cemas.
3)
Dengarkan keluahan
klien dengan empati dan penuh perhatian.
4)
Jelaskan seluruh
prosedur tindakan kepada pasien dan perasaan yang mungkin muncul pada saat
melakukan tindakan.
5)
Beri dorongan spiritual/spirit.
|
1)
Mengetahui sejauh mana kecemasan
tersebut mengganggu klien.
2)
Ungkapkan perasaan dapat memberikan
rasa lega, sehingga mengurangi kecemasan.
3)
Dengan mendengarkan keluhan klien
secara empati, maka klien akan merasa diperhatikan.
4)
Menambah pengetahuan klien,
sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya.
5)
Menciptakan ketenangan batin,
sehingga kecemasan dapat berkurang.
|
III
|
Resiko kekurangan volume cairan tubuh
berhubungan dengan perdarahan dan muntah.
|
Pasien mampu
menunjukan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan
kriteria hasil :
·
Klien
menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat (misal
: membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat,
tanda-tanda vital normal).
|
1)
Hitung balance
cairan.
2)
Obeservasi
tanda-tanda vital.
3)
Kolaborasi dalam
pemberian cairan parenteral.
4)
Kolaborasi dalam
pemberian antiametik sesuai kebutuhan.
|
1)
Pemantauan
terhadap balance/keseimbangan cairan tubuh dapat membantu dalam mengetahui
tingkat dehidrasi klien.
2)
Tanda-tanda yang
dalam batas normal menunjukkan keadaan umu klien.
3)
Cairan
parenteral yang diberikan dapat meminimalkan tingkat dehidrasi klien.
4)
Antiametik yang
diberikan dapat meminimalkan iritasi pada lambung.
|
Post Operasi :
No. Diagnosa
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Rencana Asuhan
Keperawatan
|
Rasional
|
|
Tujuan &
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|||
I
|
Nyeri akut berhubungan dengan robekkan
pada jaringan saraf perifer.
|
Pasien dapat memperlihatkan pengendalian nyeri dan dapat berkurang /hilang dengan kriteria hasil:
·
Klien mampu
melakukan tindakan pertolongan non-analgetik, seperti napas dalam, relaksasi
dan distraksi.
·
Klien mampu
mengontrol nyeri.
·
Ekspresi wajah
klien rileks.
·
Klien melaporkan
adanya penurunan tingkat nyeri dalam rentang sedang (4-6) hingga nyeri ringan
(1-3)
·
Klien melaporkan
dapat beristirahat dengan nyaman.
·
Tanda-tanda
vital dalam batsa normal :
Nadi (80-100x/menit).
Tekanan
darah (120/80 mmHG).
Frekuensi
pernafasan (12-20 x/menit)
|
1)
Kaji secara
komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor pencetus.
2)
Ajarkan
penggunaan teknik non-farmakologi (seperti: relaksasi, guided imagery, terapi
musik, dan distraksi).
3)
Berikan
informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan
pencegahan.
4)
Kolaborasi dalam
pemberian analgetik sesuai dengan anjuran.
|
1)
Pengkajian nyeri
secara komphrehensif dapat membantu perawat dalam menentukkan tindakan
keperawatan selanjtnya.
2)
Teknik
non-farmokologi dapat membantu menurunkan rasa nyeri sehingga pasien bisa
dengan mandiri mengurangi rasa nyeri.
3)
Infomasi yang
diberikan kepada dapat membantu klien dalam mengetahui perkembangan kesehatan
dan penykitnya sehingga klien tidak merasa cemas selama mengikuti program
perawatan.
4)
Analgetik yang
diberikan dapat mengurangi/menghilangkan rasa nyeri pada pasien.
|
II
|
Pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan ketidaknyamanan pasca.
|
Pasien dapat
menunjukan pola napas klien
efektif dengan kriteria hasil:
·
Bunyi napas
normal, tidak ad bunyi napas tambahan (Stidor, ronchi, rales).
·
Pernapasan
normal : 12-20 x/menit.
|
1)
Kaji adanya
hipoksia.
2)
Monitor
respiratori rate.
3)
Atur posisi
kepala ekstensi, atau sesuai dengan kebutuhan.
4)
Bantu klien
untuk merubah posisi bentuk dan nafas dalam.
|
1)
Adanya hipoksia
pada klien dapat menyebabkan terjadinya henti napas.
2)
Untuk mengetahui
perkembangan jalan nafas klien.
3)
Pengaturan
posisi sesuai kebutuhan dapat membantu dalam mempertahankan ventilisasi
klien.
4)
Untuk
mengefektifan jalan nafas klien.
|
III
|
Perubahan pola aktivitas berhubungan
dengan pembatasan aktivitas setelah operasi.
|
Pasien dapat melakukan aktivitas sesuai
kemampuan dengan kriteria hasil:
·
Klien dapat
berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
·
Klien dapat
memenuhi perawatan diri sendiri.
|
1)
Pantau aktivitas
yang dapat dilakukan klien.
2)
Bantu klien
untuk ambulasi dini dan tingkatkan aktivitas sesuai kemampuan klien.
3)
Bantu klien
dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
|
1)
Hal ini dapat
membantu perawata dalam mengetahui tingkat kelemahan klien.
2)
Membantu dalam
mengetahui tingkat aktivitas klien.
3)
Membantu dalam
pemenuhan kebutuhan klien setiap hari.
|
IV
|
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
trauma pada kulit atau tindakan operasi.
|
Pasien tidak menunjukan tanda-tanda infeksi dengan kriteria
hasil:
·
Klien dapat
mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
·
Klien
menunjukkan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
|
1)
Monitor luka
operasi.
2)
Monitor
tanda-tanda vital.
3)
Lakukan
perawatan luka sesuai prinsip steril.
4)
Pertahankan
teknik cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan.
5)
Kolaborasi dalam
pemberian antibiotic sesuai indikasi.
|
1)
Membantu dalam
mengetahui keadaan luka pada klien.
2)
Membantu dalam
mengetahui keadaan umum klien.
3)
Perawatan luka
yang dilakukan dengan prinsi steril dapat mencegah terjadinya penyebaran kuman
dan infeksi.
4)
Cuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan tindakan dapat mencegah terjadinya penularan
penyakit.
5)
Antibiotik yang
diberikan dapat mencegah terjadinya infeksi.
|
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI (2009). Pedoman Pemahaman Persalinan dan Nifas
Bagi Petugas Puskesmas:Jakarta
Faisal Yatim (2005).Penyakit Kandungan,Mioma,kanker Rahim/Leher
Rahim Dan Induk Telur,Kista Serta Gangguan Lainya, Ed.1.Cet.1.Pustaka
Populer Obor:Jakarta
Mansjoer.Arif,dkk (2001). Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3.Jilid
1. Media Aescelapius.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.EGC:Jakarta
Dermawan, Deden. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep Dan Kerangka Kerja. Yogyakarta:
Gosyen Publishing
Irianto, Koes. 2013. Anatomi Dan Fisiologi. Bandung:
Alfabeta
Marya, R. K. 2013. Buku Ajar Patofisiologi. Tangerang
Selatan: Bina Rupaaksara
No comments:
Post a Comment
jangan komen yang aneh-aneh