Makalah Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
LATAR BELAKANG
Penyimpangan
implementasi pancasila pada masa orde lama dan orde baru, berujung menimbulkan
gerakan reformasi di Indonesia, sehingga terjadilah suatu perubahan yang cukup
besar dalam berbagai bidang terutama bidang kenegaraan, hukum maupun politik.
Konsekuensinya mengharuskan kita mengkaji ulang atas pemahaman ilmiah tentang
pancasila sebagai ideologi terbuka. Atas dasar pemahaman yang demikian itu,
maka ada wacana ilmiah yang patut dikemukakan, yaitu ”Apa yang dimaksud dengan
pancasila sebagai ideologi terbuka?”
PANCASILA
KESEPAKATAN BANGSA INDONESIA
Sebelum
pembahasan lebih lanjut tentang Pancasila sebagai idelogi terbuka, terlebih
dahulu yang harus kita pahami adalah bahwa “Pancasila telah menjadi kesepakatan
bangsa Indonesia” sejak berdirinya Negara (Proklamasi) Kesatuan Republik
Indonesia tahun 1945. Dengan demikian, siapapun yang menjadi warga negara
Indonesia hendaknya menghargai dan menghormati kesepakatan yang telah dibangun
oleh para pendiri negara (founding fathers)
tersebut dengan berupaya terus untuk menggali, menghayati & mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Pancasila
yang sila-silanya diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, telah menjadi
kesepakatan nasional sejak ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945, dan akan terus
berlanjut sepanjang sejarah Negara Republik Indonesia. Kesepakatan tersebut
merupakan perjanjian luhur atau kontrak sosial bangsa yang mengikat warga negaranya
untuk dipatuhi dan dilaksanakan dengan semestinya.
Untuk
membuktikan bahwa Pancasila merupakan hasil kesepakatan bangsa Indonesia dengan
legalitas yang kuat, kiranya perlu dilengkapi :
1. Justifikasi
Juridik
Bangsa Indonesia telah secara konsisten untuk selalu berpegang kepada
Pancasila dan UUD 1945, sebagaimana telah diamanatkan adanya rumusan Pancasila
ke dalam UUD yang telah berlaku di Indonesia dan beberapa contoh, seperti:
ü Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
ü Konstitusi
Republik Indonesia Serikat (1949)
ü Undang-Undang
Dasar Sementara Republik Indonesia (1950)
ü Ketetapan
MPR RI No.XVII/MPR/1998 tentang HAK ASASI MANUSIA
ü Ketetapan
MPR RI No.V/MPR/2000 tentang PEMANTAPAN PERSATUAN DAN KESATUAN NASIONAL
2. Justifikasi
Teoritik – Filsafati
Merupakan usaha manusia untuk mencari kebenaran Pancasila dari sudut olah
pikir manusia, dari konstruksi nalar manusia secara logik. Pada umumnya
olah pikir filsafat dimulai dengan suatu aksioma, yakni suatu kebenaran awal
yang tidak perlu dibuktikan lagi, karena hal tersebut dipandang suatu kebenaran
yang hakiki. Para pendiri negara dalam membuktikan kebenaran Pancasila dimulai
dengan suatu aksioma bahwa : ”Manusia dan alam semesta ini adalah
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam suatu
partalian yang selaras atau harmoni”. Aksioma ini dapat ditemukan
rumusannya dalam Pembukaan UUD 1945 pada aline kedua dan keempat & pasal 29.
Alinea Kedua
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas,
maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Alinea Keempat
...., yang berbentuk dalam suatu susunan negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, ...
Pasal 29 ayat (1)
Negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
3. Justifikasi
Sosiologik – Historik
Menurut penggagas awal (Ir.
Soekarno), bahwa Pancasila digali dari bumi Indonesia sendiri dan dikristalisasikan
dari nilai-nilai yang berkembang dalam kehidupan rakyat Indonesia yang beraneka
ragam. Nilai-nilai tersebut dapat diamati pada kelompok masyarakat yang
tersebar di seluruh Indonesia yang dalam implementasinya sangat disesuaikan dengan
kultur masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, nampak jelas
bahwa sesungguhnya Pancasila telah menjadi living
reality (kehidupan nyata) jauh sebelum berdirinya negara republik
Indonesia.
Berdasarkan
uraian-uraian tersebut di atas, jelaslah bahwa bagi bangsa Indonesia tidak
perlu diragukan lagi tentang kebenaran Pancasila sebagai dasar negara, ideologi
nasional maupun pandangan hidup bangsa dalam kehidupan bermasyarakat
berbangsa & bernegara. Hal initerbukti setelah kita analisis dari sudut justifikasi yuridik, filsafati dan teoritik
serta sosiologik dan historik. Untuk itu, semakin jelaslah bahwa
Pancasila merupakan kesepakatan bangsa, suatu perjanjian luhur yang
memiliki legalitas, kebenaran dan merupakan living reality
yang selama ini telah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan
sudut pandang justifikasi filsafati dan teoritik inilah bangsa Indonesia
yangmemiliki beraneka ragam suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) mampu
hidup berdampingan secara damai, rukun dan sejahtera dalam semboyan Bhinneka
Tunggal Ika serta dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai
perwujudan tersebut, maka bangsa Indonesia dikenal oleh bangsa-bangsa manca
negara sebagai bangsa yang memiliki sifat khas kepribadian (unik) antara lain :
ramah tamah, religius, suka membantu sesama (solidaritas), dan mengutamakan
musyawarah mufakat.
PENGERTIAN
IDEOLOGI
Kata “Ideologi” berasal dari bahasa Latin dari kata
“idea” (daya cipta sebagai hasil kesadaran manusia) dan “logos” (pengetahuan,
ilmu faham). Istilah ini diperkenalkan oleh filsuf Perancis A. Destut de Tracy (1801) yang
mempelajari berbagai gagasan (idea) manusia serta kadar kebenarannya.
Pengertian ini kemudian meluas sebagai keseluruhan pemikiran, cita rasa, serta
segala upaya, terutama di bidang politik. Ideologi juga diartikan sebagai
falsafah hidup dan pandangan dunia (dalam bahasa Jerman disebut Weltanschauung).
Biasanya, ideologi selalu mengutamakan asas-asas kehidupan politik dan
kenegaraan sebagai satu kehidupan nasional yang berarti kepemimpinan,
kekuasaan, dan kelembagaan dengan tujuan kesejahteraan.
Menurut W. White definisi Ideologi ialah sebagai
berikut : “The sum of political ideas of doctrines of distinguishable class of
group of people” (ideologi ialah soal cita-cita politik atau dotrin (ajaran)
dari suatu lapisan masyarakatatau sekelompok manusia yang dapat
dibeda-bedakan).
Sedangkan menurut pendapat Harold H Titus definisi
ideologi ialah sebagai berikut : “A term used for any group of ideas concerning
various politicaland economic issues and social philosophies often appliedto a
systematic schema of ideas held by group classes” (suatu istilah yang
dipergunakan untuk sekelompok cita-cita mengenai berbagai macam masalah politik
dan ekonomi serta filsafat sosial yang sering dilaksanakan bagi suatu rencana
yang sistematik tentang cita-cita yang dijalanakan oleh sekelompok atau lapisan
masyarakat). (Drs Ismaun, pancasila sebagai dasar filsafat atau ideologi negara
republik Indonesia dalam Heri Anwari Ais, Bunga Rampai filsafat pancasila, 1985
: 37).“The term “isme” something used for these system of thought” (istilah
isme/aliran kadang-kadang dipakai untuk system pemikiran ini.
Dalam pengertian ideologi negara itu termasuk dalam
golongan ilmu pengetahuan sosial, dan tepatnya pada digolongkan kedalam ilmu
politik (political sciences) sebagai anak cabangnya. Untuk memahami tentang
ideologi ini, maka kita menjamin disiplin ilmu politik.
Di dalam ilmu politik, pengertian ideologi dikenal dua
pengertian, yaitu : Pertama, pengertian secara fungsional dan Kedua, pengertian
secara structural
Ideologi dalam pengertian secara fungsional adalah ideologi diartikan
seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara
yang dianggap paling baik. Sedangkan pengertian ideologi secara structural
adalah ideologi diartikan sebagai system pembenaran, seperti gagasan dan
formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa.
Lebih lanjut ideologi dalam arti fungsional secara tipologi dapat dibagi dua
tipe, yaitu ideologi yang bertipe doktriner dan ideologi yang bertipe
pragmatis.
Suatu ideologi digolongkan doktriner apabila
ajaran-ajaran yang terkandung dalam ideologi itu dirumuskan secara sistematis
dan terinci dengan jelas, diindotrinasikan kepada warga masyarakat, dan
pelaksanaanya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah,
komunisme merupakan salah satu contohnya.
Suatu ideologi digolongkan pada tipe pragmatis, ketika
ajaran – ajaran yang terkandung dalam ideologi tersebut tidak dirumuskan secara
sistematis dan terinci, melainkan dirumuskan secara umum (prinsup-prinsipnya
saja). Dalam hal ini, ideologi itu tidak diindoktrinasikan, tetapi
disosisalisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem
pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama dan sistem politik. Individualisme
(liberalisme) merupakan salah satu contoh ideologi pragmatis.
ARTI IDEOLOGI TERBUKA
Ideologi
terbuka ialah bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar,
melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral dan budaya
masyarakatnya sendiri.
Ideologi
terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan
adanya dinamika secara internal. Sumber semangat ideologi terbuka itu
sebenarnya terdapat dalam Penjelasan Umum UUD 1945, yang menyatakan, “...
terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis
itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang
menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih
mudah cara membuatnya, mengubahnya dan mencabutnya“.
ARTI
“TERBUKA” DARI IDEOLOGI
Arti
“terbuka” dari ideologi ditentukan oleh dua hal, pertama bersifat konseptual (struktur ideologi) dan kedua bersifat dinamis (sikap para
penganutnya):
1. Bersifat Konsepsual, yaitu Struktur Ideologi
Menurut Corbet, struktur ideologi tersusun oleh: pandangan filsafat tentang
alam semesta dan manusia, konsep masyarakat ideal yang dicita-citakan, dan
metodologi untuk mencapainya. Ketiga unsur tersebut akan selalu terhubung
dengan relasi heuristi (relasi inovatif), yaitu apabila
pandangan filsafatinya mengenai alam semesta dan manusia bersifat tertutup,
maka cita-cita instrinsiknya dengan sendirinya bersifat tertutup, sehingga akan
tertutup pula metode berpikirnya. Demikian sebaliknya, apabila ajaran ontologis-nya bersifat terbuka, maka
cita-cita intrinsik dan maupun metode berpikirnya berturut-turut bersifat
terbuka pula.
2. Bersifat Dinamis, yaitu Sikap Para Penganutnya
Bahwa ideologi yang bersifat
abstrak, niscaya membutuhkan subjek pengamal/pelaksana, yaitu sejumlah penganut
atau pendukung yang mengidentifikasikan hidupnya dengan ideologi yang
dianutnya, menerima kebenaran, berjuang, dan bekerja dengan setia untuknya. Pencapaian
kebersamaan-hidup ideal membutuhkan
perjuangan panjang dari generasi ke generasi dalam sistem sosial yang niscaya
bersifat terbuka sejalan dengan perubahan zaman.
CIRI-CIRI IDEOLOGI TERBUKA
1. Merupakan
cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat
2. Berupa
nilai-nilai dan cita-cita yang berasal dari dalam masyarakat sendiri
3. Nilai-nilainya
digali dan diambil dari harta kekayaan rohani, moral, dan budaya masyarakat itu
sendiri
4. Hasil
musyawarah dan konsensus masyarakat
5. Bersifat
dinamis dan reformis
6. Isinya tidak
bersifat operasional
7. Menghargai
pluralitas sehingga dapat diterima oleh warga masyarakat
8. Tidak pernah
memaksa kebebasan dan tanggung jawab masyarakat
9. Terbuka
terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar
GAGASAN
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
Gagasan
pertama mengenai Pancasila sebagai
ideologi terbuka secara formal ditampilkan sekitar tahun 1985, walaupun
semangatnya sendiri sesungguhnya dapat ditelusuri dari pembahasan para pendiri
pada tahun 1945. Memahami Pancasila sebagai ideologi terbuka didorong oleh
tantangan zaman. Sejarah menunjukkan bahwa betapa pun kokohnya suatu ideologi
bila tidak memiliki dimensi fleksibilitas
atau keterbukaan, akan mengalami kesulitan bahkan mungkin kehancuran dalam
menanggapi tantangan zaman (contoh: runtuhnya Komunisme di Uni Soviet).
Pemikiran
Pancasila sebagai ideologi terbuka tersirat di dalam Penjelasan UUD 1945 di
mana sisebutkan “Maka telah cukup jika
Undang-Undang Dasar hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada
pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan
kehidu[an negara dan kesejahteraan sosial terutama bagi negara baru dan negara
muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan
pokok, sedang aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan
kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, mengubah, dan mencabut”.
Dari kutipan
tersebut kita dapat memahami bahwa UUD 1945 pada hakikatnya mengandung unsur
keterbukaan; karena dasar UUD 1945 adalah Pancasila, maka Pancasila yang
merupakan ideologi nasional bagi bangsa Indonesia bersifat terbuka pula.
Beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan gagasan Pancasila
sebagai ideologi terbuka, yaitu:
1.
Ideologi Pancasila harus mampu menyesuaikan diri
dengan situasi dan kondisi zaman yang terus mengalami perubahan. Akan tetapi
bukan berarti bahwa nilai dasar Pancaasila dapat diganti dengan nilai dasar
lain atau meniadakan jati diri bangsa Indonesia.
2.
Pancasila sebagai ideologi terbuka mengandung makna
bahwa nilai-nilai dasar Pancasila dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika
kehidupan bangsa Indonesia dan tuntutan perkembangan zaman secara kreatif,
dengan memperhatikan tingkat kebutuhan dan perkembangan masyarakat Indonesia
sendiri.
3.
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila harus mampu
memberikan orientasi ke depan, mengharuskan bangsa Indonesia untuk selalu
menyadari situasi kehidupan yang sedang dan akan dihadapainya, terutama
menghadapi globalisasi dan keterbukaan.
4.
Ideologi Pancasila menghendaki agar bangsa indonesia
tertap bertahan dalam jiwa dan budaya bangsa indonesia dalam wadah dan ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia
FAKTOR PENDORONG KETERBUKAAN
IDEOLOGI PANCASILA
Dalam
pandangan Moerdiono, faktor yang
mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai
berikut :
a.
Dalam proses pembangunan nasional berencana, dinamika
masyarakat Indonesia berkembang secara cepat. Dengan demikian, tidak semua
persoalan hidup dapat ditemukan jawabannya secara ideologis dalam pemikiran
ideologi-ideologi sebelumnya.
b.
Kenyataan bangkrutnya ideologi yang tertutup seperti
Marxisme-Leninisme/Komunisme. Dewasa ini kubu komunisme dihadapkan padapilihan
yang amat berat, menjadi suatu ideologi terbuka atau tetap mempertahankan
ideologi lama.
c.
Pengalaman sejarah politik kita sendiri di masa lampau
dengan pengaruh Komunisme sangat penting. Karena pengaruh ideologi Komunisme
yang pada dasarnya bersifat tertutup. Pancasila pernah merosot menjadi ancaman
dogma yang kaku. Pancasila tidak lagi tampil sebagai acuan bersama, melainkan
sebagai senjata konseptual untuk menyerang lawan-lawan politik. Kebijakan
pemerintah pada saat itu menjadi absolut. Konsekuensinya, perbedaan-perbedaan
menjadi alasan untuk secara langsung dicap sebagai anti-Pancasila.
d.
Tekad kita untuk menjadikan Pancasila sebagai
satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sebagai catatan, istilah Pancasila sebagai satu-satunya asas telah dicabut
berdasarkan Ketetapan MPR tahun 1999. Nemun, pencabutan ini kita artikan
sebagai pengembalian fungsi utama Pancasila sebagai dasar negara. Dalam
kedudukannya sebagai dasar negara, Pancasila harus dijadikan jiwa Bangsa
Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam pengembangan
Pancasila sebagai ideologi terbuka. Di samping itu, ada faktor lain, yaitu tekad
bangsa Indonesia untuk menjadikan Pancasila alternatif ideologi dunia.
Sedangkan
menurut Dr. Alfian, Pancasila
sebagai ideologi terbuka telah memenuhi ketiga dimensi yang disebutkan
sebelumnya dengan baik, terutama karena dinamika internal yang terkandung di
dalamnya. Dengan demikian, secara ideal-konseptual
Pancasila adalah ideologi yang kuat, tangguh, dan bermutu tinggi. Itulah
sebabnya mengapa bangsa Indonesia meyakini sebagai ideologi yang terbaik bagi
diri bangsa Indonesia.
PERWUJUDAN
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
Sebagai
ideologi terbuka, Pancasila bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang
dihadapai oleh bangsa Indonesia. Namun demikian, faktor manusia baik penguasa
maupun rakyat, sangat menentukan dalam mengukur kemampuan sebuah ideologi dalam
menyelesaikan berbagai masalah. Sebaik apa pun sebuah ideologi, tanpa didukung
oleh sumber daya manusia yang baik, hanyalah angan-angan belaka.
Nilai-nilai
yang terkandung dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah
sebagai berikut :
1.
Nilai dasar
Merupakan nilai-nilai dasar yang
relatif tetap (tidak berubah) yang terdapat di dalam Pembukaan UUD 1945.
Nilai-nilai dasar Pancasila (Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan
Keadilan Sosial) akan dijabarkan lebih lanjut menjadi nilai instrumental dan nilai praksis yang lebih bersifat fleksibel, dalam bentuk norma-norma yang
berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.
Nilai instrumental
Merupakan nilai-nilai lebih lanjut dari nilai-nilai
dasar yang dijabarkan secara lebih kreatif
dan dinamis dalam bentuk UUD
1945, TAP MPR, dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya.
3.
Nilai praktis
Merupakan
nilai-nilai yang sesungguhnya dilaksanakan dalam kehidupan nyata sehari-hari
baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara. Nilai praksis yang abstrak (misalnua
menghormati, kerja sama, kerukunan, dan sebagainya) diwujudkan dalam bentuk
sikap, perbuatan, dan tingkah laku sehari-hari. Dengan demikian, nilai-nilai
tersebut tampak nyara dan dapat kita rasakan bersama.
Keterbukaan
ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk pola
pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia modern. Kita mengenal ada tiga
tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai
sarana mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai keadaan dan nilai
praktis berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Nilai-nilai
Pancasila dijabarkan dalam norma - norma dasar Pancasila yang terkandung dan
tercermin dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai atau norma dasar yang terkandung
dalam Pembukaan UUD 1945 ini tidak boleh berubah atau diubah. Karena itu adalah
pilihan dan hasil konsensus bangsa yang disebut kaidah pokok dasar negara yang
fundamental (Staatsfundamentealnorm). Perwujudan atau pelaksanaan nilai-nilai
instrumental dan nilai-nilai praktis harus tetap mengandung jiwa dan semangat
yang sama dengan nilai dasarnya. Kebenaran pola pikir seperti yang terurai di
atas adalah sesuai dengan ideologi yang memiliki tiga dimensi penting, yaitu:
1. Dimensi
Realitas
Bahwa
nilai-nilai dasar di dalam suatu ideologi bersumber dari nilai-nilai riil yang
hidup dalam masyarakat yang tertanam dan berakar di dalam masyarakat, terutama
pada waktu ideologi itu lahir. Dengan demikian, mereka betul-betul merasakan
dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu adalah milik mereka bersama.
2. Dimensi
Idealisme
Bahwa
nilai-nilai dasar idiologi tersebut mengandung idealisme, bukan angan-angan (utopia), yang memberi harapan tentang
masa depan yang lebih baik melalui perwujudan atau pengalamannya dalam praktik
kehidupan bersama sehari-hari dengan berbagai dimensinya. Idiologi yang tangguh
biasanya muncul dari pertautan yang erat, yang saling mengisi dan memperkuat
antara dimensi realitas dan dimensi idealisme yang terkandung di dalamnya.
3. Dimensi Fleksibilitas.
Bahwa ideologi memiliki keluesan yang memungkinkan
bahkan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang
dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat (jati diri) yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya. Dimensi
fleksibilitas atau dimensi pengembangan sangat diperlukan oleh suatu ideologi
guna memelihara dan memperkuat relevansinya dari masa ke masa.
BUKTI KETERBUKAAN PANCASILA
Bukti bahwa Pancasila adalah
ideologi terbuka adalah :
1.
Pancasila memiliki pandangan hidup dan tujuan serta
cita-cita masyarakat Indonesia.
2.
Tekad untuk mengembangkan kekreatifitasan dan dinamis
untuk mencapai tujuan nasional.
3.
Pengalaman sejarah bangsa Indonesia.
4.
Terjadi atas dasar keinginan bangsa (masyarakat)
Indonesia sendiri tanpa campur tangan atau paksaan dari sekelompok orang.
5.
Isinya tidak operasional.
6.
Menginspirasikan kepada masyarakat agar bertanggung
jawab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
7.
Menghargai pluralitas, sehingga dapat diterima oleh semua
masyarakat yang memilikilatar belakang dan budaya yang berbeda.
BATAS-BATAS KETERBUKAAN IDEOLOGI
PANCASILA
Suatu
ideologi apa pun namanya, memiliki nilai dasar atau intrinsik dan nilai
instrumental. Nilai instrinsik
adalah nilai yang dirinya sendiri merupakan tujuan. Seperangkat nilai
instrinsik (nilai dasar) yang terkandung di dalam setiap ideologi berdaya
aktif. Artinya ia memberi inspirasi sekaligus energi kepada para penganutnya
untuk mencipta dan berbuat. Dengan demikian, tiap nilai instrinsik niscaya
bersifat khas dan tidak ada duanya.
Dalam
ideologi Pancasila, nilai dasar atau nilai instrinsik yang dimaksud adalah
nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan
Sosial yang menjadi jati diri bangsa Indonesia. Nilai-nilai ini oleh bangsa
Indonesia dinyatakan sebagai hasil kesepakatan untuk menjadi dasar negara,
pandangan hidup, jati diri bangsa, dan ideologi negara yang tidak dapat diubah
oleh siapa pun, termasuk MPR hasil pemilu.
Sedangkan
nilai instrumental atau diistilahkan “dambaan instrumental” adalah nilai yang
didambakan berkat efek aktual atau sesuatu yang dapat diperkirakan akan
terwujud. Nilai instrumental menurut
Richard B. Brandt, adalah nilai yang
niscaya dibutuhkan untuk mewujudkan nilai instrinsik berkat efek aktual yang
dapat diperhitungkan hasilnya. Nilai instrumental adalah penentu bentuk amalan
dari nilai instrinsik untuk masa tertentu.
Sifat
keterbukaan ideologi mengandung arti bahwa di satu sisi nilai instrumental itu
bersifat dinamis, yaitu dapat disesuaikan dengan tuntutan kemajuan zaman,
bahkan dapat diganti dengan nilai instrumental lain demi terpeliharanya
relevansi ideologi dengan tingkat kemajuan masyarakat. Sungguhpun demikian,
keterbukaan ideologi Pancasila itu ada batas-batasnya yang tidak boleh
dilanggar, yaitu sebagai berikut :
Ø Batas jenis
pertama
Bahwa yang boleh disesuaikan dan
diganti hanya nilai instrumental, sedangkan nilai dasar atau instrinsik mutlak
dilarang. Nilai instrumental dalam ideologi Pancasila adalah nilai-nilai lebih
lanjut dari nilai-nilai dasar atau instrinsik yang dijabarkan secara lebih
kreatif dan dinamis dalam bentuk UUD 1945, TAP MPR, dan Peraturan
Perundang-Undangan lainnya. Supaya nilai-nilai instrumental yang lebih kreatif
dan dinamis itu dapat dengan mudah diimplementasikan oleh masyarakat, maka
nilai-nilai instrumental itu dituangkan dalam bentuk nilai praksis.
Nilai praksis merupakan nilai-nilai
yang sesungguhnya dilaksanakan dalam kehidupan nyata sehari-hari (living reality) baik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara. Nilai praksis yang bersifat abstrak,
seperti menghormati, kerjasama, kerukunan, gotong royong, toleransi, dan
sebagainya, diwujudkan dalam bentuk sikap, perbuatan, dan tingkah laku
sehari-hari.
Ø Batas jenis
kedua, yaitu terdiri dari 2 (dua) buah norma:
1)
Penyesuaian nilai instrumental pada tuntutan kemajuan
zaman harus dijaga agar daya kerja nilai instrumental yang disesuaikan itu
tetap memadai untuk mewujudkan nilai instrinsik yang bersangkutan. Sebab, jika
nilai instrumental penyesuaian tersebut berdaya kerja lain, maka nilai
instrinsik yang bersangkutan tak akan pernah terwujud.
2)
Nilai instrumental pengganti tidak boleh bertentangan
dengan linea recta nilai instrumental
yang diganti. Sebab, bila bertentangan, itu berarti bertentangan pula dengan
nilai instrinsiknya yang berdaya meniadakan nilai instrinsik yang bersangkutan.
KESIMPULAN
Sebagai
ideologi terbuka, Pancasila bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi
oleh bangsa Indonesia. Namun demikian, faktor manusia baik penguasa meupun
rakyat, sangat menentukan dalam mengukur kemampuan sebuah ideologi dalam
menyelesaikan berbagai masalah. Sebaik apapun sebuah ideologi, tanpa didukung
oleh sumber daya manusia yang baik, hanyalah utopia atau angan-angan belaka.