BY SITI MUTIAH CC : FOR CREDIT
MAKALAH PENYAKIT DIFTERI PADA ANAK
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar
Belakang
Difteri merupakan penyakit infeksi yang sangat menular yang banyak dialami
oleh anak-anak. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian, sehingga perlu
penanganan yang cepat dan tepat untuk mencegah mortilitas dan morbilitas yang
semakit meningkat. Kejadian luar biasa pernal dilaporkan di Rusia pada tahun
1990 yang penyebaranya ke Uni Soviet dan Mongolia. Di Amerika angka pasien
difteri mencapai 2-3 juta kaus dengan jumlah kematian 45.000 orang pertahun. Di
Indonesia jumlah pasien anak dirteri berjumlah 250-299 per 1000 anak balita
setiap tahunya. Angka kematian pasien difteri di Indonesia mencapai 21 % yang
merupakan penyebab kematian nomer empat
setelah penyakit kardiovaskuler, TBC, dan Pnemonia. Di innodesia ini penyakt
difteri banyak pada penduduk yang padat penghuni dengan kematian cukup tinggi
(Prabowo, 2012)
- Rumusan
Masalah
Bagaimana pengertian
dan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan penyakit difteri ?
- Tujuan
Penulisan
1.
Tujuan Umum
a.
Untuk memenuhi tugas Mata kuliah Keperawatan Anak .
2.
Tujuan Khusus
a.
Untuk mengetahuai pengertian penyakit difteri.
b.
Untuk mengetahui masalah keperawtan pada pasien dengan
difteri.
c.
Mampu melakukan pengkajian pada pasien difteri.
d.
Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien difteri.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Laporan Pendahuluan Difteri
Pada Anak
A.
Definisi Difteri
Penyakit difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae yang mudah
menularkan dan toksin yang masuk akan membentuk pseudomembran (Marni, 2016).
Menurut A.Aziz Alimul Hidayat, 2010 difteri merupakan penyakit
infeksi yang dapat menyerang pada saluran napas bagian atas disebabkan oleh
kuman Corynebacterium diphteriae yang bersifat gram positif, polimorf, dan
tidak membentuk spora. Penyakit ini mudah menyerang anak-anak melalui udara atau
pada alat yang terkontaminasi.
B.
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphtheriae. Bakteri ini berbentuk batang gram-positif. Bakteri dapat
ditemukan pada sediaan langsung dari apusan tenggorok atau hidung. Bakteri akan
mati pada suhu 600 C selama 10 menit, serta tahan hidup beberapa
minggu pada es, air, susu danlendir yang telah mengering. Sifat basil yaitu
membentuk pseudomembran yang sulit diangkat, mudah berdarah, bewarna putih
keabuabuan pada daeerah yang terkena, yang terdiri dari fibrin, leukosit,
nekrosis jaringan dan kuman, serta mengeluarkan eksotoksin yang sangat ganas
dan meracuni jaringan setelah beberapa jam diserap, terutama pada otot jantung,
ginjal, dan jaringan saraf. Hanya dengan sejumlah 1/50 ml, toksin sudah dapat
membunuh kelinci (Ngastiah, 2005)
Penularan penyakit ini dapat secara langsung maupun tidak langsung.
Penularan secara langssung yaitu melalui udara dengan droplet infection serta
kontak langsung dengan pasien difteri. Penularan secara tidak langsung ini
yaitu melalui benda-benda yang terkontaminasi dengan kuman Corynebacterium diphtheriae, misalnya alat makan, minum dan handuk.
Berat ringanya penyakit dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya virulensi,
banyaknya basil dan daya tahan tubuh anak. Pada anak yang daya tahan tubuhnya
baik dan virulensinya ringan, makan anak akan mengeluh sakit ketika menelan dan
dapat sembuh dengan sendirinya. Pada umumnya tanda padda anak atau pasien yang
mengalami penyakit berat yaitu terdapat bullneck (leher benteng) atau terdapat
stridor dan dispneu (Murni, 2016)
C.
Gambaran Klinis
Pada difteri faring dan tonsil, jika penyakitnya ringan hanya akan
menimbulkan nyeri telan, tidak ada pembentukan pseudomembram, penyakit akan
sembuh dengan sendirinya dan dapat membentuk kekebalan tubuh. Jika penyaktnya
berat, maka sering ditandai dengan tanda
dan gejala seperti demam ringan, batuk, pilek, hidung mengeluarkan cairan
bercampur darah, lesu, pucat, nyeri kepala, anoreksia, mual dan muntah, sehingga
anak kelihatan sangat lemah, pembekakan pada tenggorokan, nyeri telan. Anak
dapat tersedak karena kelumpuhan saraf menelan atau pallatum mole dan suara
serak.
Laring dan trakea merupakan penjalaran dari difteri faring dan tonsil.
Gejalanya hampir sama namun lebih berat. Anak akan menunjukan sesak napas yang
hebat.laring tampak kemerahan, sembab, banyak sekret dan permukaan laring
tertutup oleh pseudomembran yang mengakibatkan sumbatan jalan napas dan
sianosis (Sumarmo, 2002).
D.
Patofisiologi
Bakteri Corynebacterium diphtheriae masuk
ke dalam tubuh melalui kontak langsung dan tiddak langsung. Kuman masuk dan
berkembang baik di saluran pernapasan,
kemudian masuk ke seluruh tubuh melalui aliran sistemik. Setelah melewati masa
inkubasi selama 2-5 hari, kuman embentuk pseudomembran dan melepaskan
eksotoksin. Pseudomembran timbul lokal, kemudian menjalar ke faring, laring dan
saluran pernapasan bagian atas. Kelenjar getah bening akan membengkak dan
mengandung toksin. Jika mengenai otot jantung maka akan menyebabkan miokarditis
toksisk, dan akan menyebabkan paralis otot penapasan jika mengenai jaringan
saraf perifer. Toksin tersebut juga dapat menyebabkan nekrosis pada hati dan
ginjal yang ddapat menyebabkan nefritis interstisialis. Ektoksisn ini akan
menyerang nasal, tonsil dan farisng. Pada nasal akan menyebabkan terjadinya
peradangan mukosa hidung, pilek, flu dan sekret hidung. Pada tonsil dan faring
akan terjadi gangguan berupa sakit tenggorokan, stridor, sesak napas, membran
berwarna putih keabu-abuan, toksemia dan syok septik sedangkan pada faring akan
menyebabkan demam, suara serak batuk obstruksi jalan napas dan adanya sianosis.
Sumbatan jalan napas terjadi karena adanya pseudomembran pada laring dan trakea
yang dapat mengakibatkan kematian. Selain itu, kematian dapat terjadi karenaa
komplikasi berupa miokarditis yang menyebabkan gagal jantung dan brokopneumonia
yang menyebabkan gagal napas.
E.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tenggorokan yang dilakukan untuk mengetahui adanya kuman
Corybacterium diphtheriae antara lain dengan cara pewarnaan Gram, kultur
tenggorokan atau pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan toksin yang dihasilkan
oleh bakteri. Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin,
jumlah eritrosit dan albumin serta leukositosis polimorfonukleus. Pada
pemeriksaan urin terdapat albuminaria ringan. Selain itu, perlu dilakukan
pemeriksaan EKG.
Uji schick dilakukan untuk mengetahui kekebalan terhadap penyakit difteri.
Cara melakukan uji Schixk yaitu dengan menyuntikan 1/50 minimum lethal dose
(MLD) sebanyak 0,02 Ml secara intracutan. Uji Schick dikatakan positif apabila
terdapat indurasi >10 mm bewarna merah kecoklatan selama 24 jam. Jika uji
Schcik positif maka tubuh tidak ada antioksin dalam tubuh terhadap penyakit
difteri, sedangkan jika schic negatif, maka tubuh mempunyai kekebalan terhadap
penyakit difteri. Jika tidak indurasi, maka nilai indurasi menjadi <10 mm (Murni,
2016).
F.
Penatalaksanaan
Pasien perlu dirawat diruang isolasi. Petugas harus memakai alat pelingdung
diri dengan lengkap (APD). APD harus bersih dan diganti setiap pergantian
shift. Demikian juga penunggu atau keluarga pasien. Ruangan tempat pasien
dirawat harus disediakan tempat cuci tangan, disinfektan, sabun, dan lap dan
handuk. Alat makan bekas pasien dan baju harus direndam di tempat terpisah
dengan menggunakan disinfektan.
Obat yang diberikan untuk mengatasi penyakit difteri yaitu antiphtheria
serum (ADS), antibiotik, dan kortikosteroid. Pemberian ADS selama 2 hari
berturut-turut dengan dosis 20.000 U/hari, tetapi sebelumnya harus dilakukan
pemeriksaan pada pasien, apakah ia peka terhadap serum atau tidak. Jika
ternyata pasien peka terhadap serum, maka harus dilakukan desensitasi dengan
cara bedreska (suatu cara pemberian serum anti-difteri). Antibiotik yang sering
digunakan untuk mengobati difteri yaitu penisilin prokain 50.000 U/KgBB/hari
sampai 3 hari bebas demam. Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari yang dibagi 4 dosis diberikan pada pasien
yang menjalani trakeostomi. Pemberian kortikosteroid bertujuan untuk mencegah
terjadinya miokatditis yang sangat berbahayda. Obat yang diberikan yaitu
predinison 2 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu. Jika terjadi sumbatan jalan napas
berat, maka perlu dilakukan trakeostomi.
G.
Pencegahan
Pemberian imunisasi DPT diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit
difteri. Mengisolasi pasien yang terjangkit kuman difterri dapat dilakukan agar
tidak menularkan ke orang lain. Pasien yang sudah dinyatakan sembuh harus
diperiksa apakah benar-benar sudah bebas dari kuman Corynebacterium diphtheriae
dengan pemeriksaan 2 kali berturut-turut apusan tengorokan (Sumarmo, 2002).
H.
Komplikasi
Komplikasi dapat teerjadi karena basil masu ke jaringan atau organ ginjal,
saluran pernapasan, jantung dan saraf.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat ditabel berikut
Lokasi
|
Komplikasi
|
Saluran pernapasan
|
Obstruksi jalan napas
Bronkopnemonia
Atelektasis
Apnea
|
Jantung
|
Miokarditis (padda minggu kedua)
Gagal jantung
|
Ginjal
|
Mefritis interstisialis
|
Saraf
|
Nefritis
Tersedak dan sulit menelan
Paralis oto-otot mata
Gangguan akomodasi
Dilatasi pupil
|
II.
Asuhan Keperawatan
Pada Anak Dengan Difteri
A. Konsep
Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Biasanya menyerang pada individu
yang berusia kurang dari 15 tahun (yang tidak dapat imunisasi lengkap).
b. Keluhan utama
Pada biasanya klien akan mengeluh batuk
dan demam.
c. Riwayat penyakit sekarang
1) Demam, Sakit Kepala, Batuk, lesu/
lemah, sianosis, sesak nafas, dan pilek.
2) Difteri nasal : Sakit jantung serosa
inguinosa, epistaksis, ada membrane putih pada septum nadi.
3) Difteri tonsil dan faring : Panas
tidak tinggi, nyeri telan ringan, mual, muntah, nafas berbau, dan Bullneck.
4) Difteri laring dan trachea : Sesak
nafas hebat, stridor inspirator, terdapat retraksi otot supra sternal dan
epigastrium, laring tampak kemerahan, sembab, banyak secret, permukaan tertutup
oleh pseudomembran.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Dimungkinkan
ada keluarga/ lingkungan yang menderita penyakit Difteria.
e. Riwayat imunisasi
Imunisasi
DPT 1, 2, 3 pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan yang kurang memadai.
2.
Pengkajian fisik
Secara head to toe :
a.
Inspeksi :
Kepala
|
:
|
simetris/tidak, tampak benjolan
abnormal/ tidak, ada lesi/tidak, kulit kepala bersih
|
Rambut
|
:
|
hitam/tidak, ada ketombe/tidak, rontok/tidak
|
Wajah
|
:
|
pucat/tidak
|
Mata
|
:
|
ada lesi/tidak, conjungtiva pucat/tidak, scelera
|
Hidung
|
:
|
simetris/tidak,
tampak bersih/tidak, ada secret/tidak, ada pernafasan cuping hidung/tidak.
|
Mulut
|
:
|
mukosa bibir terlihat lembab/tidak, bersih/tidakk,
tampak ada stomatitis/tidak.
|
Leher
|
:
|
tampak
pembesaran kelenjar tyorid, kelenjar lymfe maupun pembesaran vena
jugolaris/tidak.
|
Dada
|
:
|
simetris/tidak,
tampak benjolan yang abnormal/tidak, nafas teratur/tidak.
|
Perut
|
:
|
tampak
buncit/tidak, adanya benjolan/tidak.
|
Genetalia
|
:
|
untuk mengetahui
kelengkapan dan keadaannya.
|
Integume
|
:
|
tampak pucat/tidak, kering/lembab
|
Ekstremitas Atas
|
:
|
simetris/tidak, pergerakan bebas/tidak
|
Ekstremitas Bawah
|
:
|
simetris/tidak,
pergerakkan bebas/tidak
|
b.
Palpasi :
Kepala
|
:
|
teraba benjolan abnormal/tidak
|
Leher
|
:
|
teraba pembesaran kelenjar tyorid,
kelenjar lymfe maupun pembesaran vena jugolaris/tidak
|
Dada
|
:
|
simetris/tidak, tampak benjolan yang abnormal/tidak,
nafas teratur/tidak.
|
Perut
|
:
|
teraba benjolan yang
abnormal/tidak..
|
Integumen
|
:
|
kering/lembab, turgor jelek/tidak
|
1)
Kepala : teraba benjolan abnormal/tidak
2)
Leher : teraba
pembesaran kelenjar tyorid, kelenjar lymfe maupun pembesaran vena
jugolaris/tidak.
3)
Dada : simetris/tidak,
tampak benjolan yang abnormal/tidak, nafas teratur/tidak.
4)
Perut : teraba
benjolan yang abnormal/tidak..
5)
Integumen : kering/lembab, turgor jelek/tidak
c.
Auskultasi :
1)
Dada
: terdengar ronchi dan wheezing/tidak
2)
Abdomen : terdengar bising usus/tidak
d.
Perkusi :
1)
Reflek patella : kanan/kiri positif/tidak
2)
Perut : ada
kembung/tidak
3. Diagnosa
Keperawatan
a. Bersihan
jalan nafas tidak efektif
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan
c. hipertermia
d. Resiko
penyebaran infeksi
e. Resiko kekurangan volume cairan.
4. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa 1:
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya obstruksi jalan
nafas
|
|
Kriteria hasil:
Jalan nafas anak efektif, pernapasan dalam batas normal sesuai usia anak
dilihat dari frekuensi, kedalaman, dan iramanya.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
a. Kaji keluhan pasien
b. Observasi status pernapasan anak, irama, frekuensi, kedalamannya, dan bunyi
pernapasan
c. Berikan posisi yang nyaman, posisi fowler atau semi fowler untuk
memudahkan ekspansi paru
d. Latihan batuk efektif
e. Lakukan fisioterapi dada
f.
Lakukan pengisapan (section)
jika secret tidak dapat keluar dengan cara batuk efektif dan fisioterapi dada
g. Kolaborasi pemberian oksigen sebelum dan sesudah dilakukan suction
|
a.
Informasi ini menentukan
data dasar kondisi pasien dan memandu intervensi keperawatan
b.
Untuk mendeteksi tanda awal
bahaya pada pasien
c.
Memudahkan pernapasan
d.
Batuk efektif membantu untuk
membersihkan mucus dari paru, dan bernafas dalam akan meningkatkan oksigenasi
e.
Merupakan kombinasi posturan
drainase, perkusi dada, dan vibrasi. Selain itu, latihan batuk dan nafas
dapat membantu untuk menghilangkan dan mengeluarkan secret. pengembangan
jaringan paru akan pulih kembali, serta meningkatkan efesiensi penggunaan
otot pernapasan
f.
Pengisapan lendir membatu
untuk mengeluarkan secret karena anak tidak dapat mengeluarkannya sendiri
g.
Pemberian oksigendapat
disarankan untuk mengurangi hipoksia dan kegelisahan.
|
Diagnosa 2: Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan asupan yang tidak seimbang
|
|
Kriteria hasil : Nutrisi anak terpenuhi yang
ditandai dengan meningkatnya berat badan, lingkar lengan atas normal, sesuai
dengan usia anak, anak mau makan menghabiskan porsi yang disediakan, anak
tenang, dan tidak muntah
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
a. Kaji keluhan anak, ketidakmampuan anak untuk makan
b. Observasi tanda-tanda kekurangan nutrisi
c. Berikan makan sehat yang disukai anak
d. Berikan makanan dengan porsi kecil tetapi sering
e. Beriakan susu dua gelas sehari
f.
Berikan sari buah setiap
hari
g. Berikan suplemen makanan, vitamin, dan penambah nafsu makan
h. Berikan nutrisi parenteral untuk mencukupi nutrisi
i.
Pasang OGT bila perlu
j.
Pantau indicator
terpenuhinya kebutuhan nutrisi( berat badan, lingkar lengan, dan membrane
mukosa) yang adekuat
|
a. Informasi ini menentukan data dasar kondisi pasien dan memandu
intervensi keperawatan
b. Untuk mendeteksi tanda awal bahaya pada pasien
c. Memberikan makanan sehat yang disukai anak dapat menambah nafsu makan
d. Makanan dalam jumlah sedikit namun sering dapat mencegah distensi
lambung akibat makanan berlebihan pada satu kali makan, dan menggunakan
sedikit energy anak untuk makan
e. Anak membutuhkan banyak kalori yang dapat dari susu untuk meningkatkan
kebutuhan metabolism akibat takipnea, takikardi, dan gangguan pernapasan
f.
Makanan tersebut mencegah
kerusakan protein tubuh dan memberikan kalori energy
g. Suplemen dan vitamin dapat membantu mengembalikan nutrient yang hilang
akibat penyakit.
h. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
i.
Melalui selang nasogastric
memungkinkan anak dapat menerima nutrisi yang baik
j.
Untuk memantau status
nutrisi
|
Diagnosa 3: Hipertermia berhunungan dengan proses
infeksi
|
|
Kriteria hasil : Suhu tubuh anak dalam batas normal
(36-37,5oC) dan anak tampak tenang
|
|
intervensi
|
Rasional
|
a. Kaji keluhan klien
b. Observasi tanda-tanda vital pasien
c. Berikan minum yang banyak
d. Kenakan pakaian yang longgar dan tipis
e. Lakukan kompres hangat
f.
Kolaborasi pemberian
antipiretik
|
a. Informasi ini menentukan data dasar kondisi pasien dan memandu
intervensi keperawatan
b. Untuk mendeteksi tanda awal bahaya pada pasien
c. Untuk memenuhi volume cairan serta mencegah terjadinya dehidrasi
d. Tindakan tersebut dapat membantu proses penguapan serta memberikan
kenyamanan
e. Hipotalamus
menerima rangsangan suhu jika kita melakukan kompres hangat maka hipotalamus menanggapi
bahwa tubuh dalam keadaan hangat sehingga tubuh bereaksi untuk menurunkan
suhu tubuh.
f.
Antipiretik yang mempunyai reseptor di
hipotalamus dapat meregulasi suhu tubuh sehingga tubuh dapat diupayakan
mendekati suhu normal.
|
Diagnosa 4: Resiko penyebaran infeksi berhubungan
dengan organiseme virulen
|
|
Kriteria hasil : tidak terjadi penyebaran infeksi
kepada orang lain
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
a. Tempatkan anak pada ruangan khusus
b. Pertahankan ruangan isolasi social yang ketat dirumah sakit
c. Ajarkan dan anjurkan kepada anak agar menutup mulut pada saat batuk
dan membuang secret pada sputum pot yang disediakan
d. Pakailah alat pelindung diri pada saat melakukan kontak dengan anak
e. Kolaborasi pemberian terapi antibiotic untuk mengatasi infeksi
|
a. Untuk meminimalkan penyebaran infeksi
b. Untuk menjalankan peraturan rumah sakit yang berlaku
c. Untuk mengurangi penyebaran infeksi
d. Untuk meminimalakan penyebaran infeksi
e. Antibiotic digunakan untuk membunuh kuman.
|
Diagnosa 5: Resiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan peningkatan metabolism dan asupan yang kurang
|
|
Kriteria hasil : Volume cairan terpenuhi yang
ditandai dengan membrane mukosa yang lembab, turgor kulit yang baik, produksi
urin yang normal, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
a. Kaji tanda tanda dehidrasi (membrane mukosa kering, turgor kulit
kurang elastis, produksi urin turun, frekuensi denyut jantung dan pernapasan
meningkat, serta tekanan darah turun)
b. Pantau asupan dan pengeluaran
c. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan memberikan
cairan via oral maupun parenteral
|
a. Informasi ini menentukan data dasar kondisi pasien dan memandu
intervensi keperawatan
b. Untuk membantu perkiraan keseimbangan cairan pasien
c. Tindakan ini dapat mendorong partisipasi pasien dan pemberi asupan
perawatan serta meningkatkan control pasien
|
BAB III
KESIMPULAN
Difteri merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang
pada saluran napas bagian atas disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Pada difteri faring dan tonsil, jika penyakitnya ringan
hanya akan menimbulkan nyeri telan, tidak ada pembentukan pseudomembram,
penyakit akan sembuh dengan sendirinya dan dapat membentuk kekebalan tubuh.
Jika penyaktnya berat, maka sering ditandai dengan tanda dan gejala seperti demam ringan, batuk,
pilek, hidung mengeluarkan cairan bercampur darah, lesu, pucat, nyeri kepala,
anoreksia, mual dan muntah, sehingga anak kelihatan sangat lemah, pembekakan
pada tenggorokan, nyeri telan. Anak dapat tersedak karena kelumpuhan saraf
menelan atau pallatum mole dan suara serak. Penatalaksanaan pasien perlu dirawat obat yang diberikan untuk
mengatasi penyakit difteri yaitu antiphtheria serum (ADS), antibiotik, dan
kortikosteroid.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, E Marrlyn dkk. 2010. Rencana
Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta : EGC
Hidayat, A. Aziz. 2010. Pengantar
Ilmu Keperawtan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Marni. 2016. Asuhan Keperawatan Anak
Pada Penyakit Tropis. Jakarta : Erlangga
Sumarmo. 2002. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI